Emang Gue Siapa?

22 5 0
                                    

Nara mengintip dibalik kelasnya saat mengetahui kalo kelas Revan kini sedang melakukan kegiatan olahraga. Beruntung atau apa, yang pasti disaat seperti ini Nara duduk ditempat tidak jauh dari jendela, alhasil dirinya dapat dengan jelas melihat kegiatan sang doi.

Nara malah mementingkan melihat sang doi, dibanding melihat Bu Rena yang sedang menjelaskan tentang Otonomi daerah. Persetan dengan otonomi daerah karena dirinya tidak akan menjadi pejabat daerah. Yang dia mau adalah dirinya menjadi masa depan untuk Revan, Revan pangeran tercintanya.

Nara mengagumi ketampanan Revan yang semakin hari semakin tampan dimatanya. Namun sayang dirasa sangat dekat, tapi kalo dicapai akan merasa sangat jauh. Dia bingung harus melakukan apa lagi untuk membuat Revan menyukai dirinya.

Saat sedang asik melamun, ada seseorang yang menepuk bahunya. Nara menyebikkan kesal, kenapa sepupunya ini selalu mengganggunya disaat yang tidak tepat.

"Apaan sih, La, ganggu gue aja sih. Gue tuh mau liat tuh si Doi makin hari makin tampan aja."

Tepukan dibahunya tidak berhenti malah semakin keras membuat Nara menoleh kesampingnya. "Apaan sih lo La-eh Bu Rena apa kabar bu?"

Ternyata yang tadi menepuk bahunya bukanlah sepupunya, melainkan Bu Rena yang kini menatapnya dengan tajam.

"Nara apa yang kamu liat ha?"

Nara hanya cengengesan dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Itu bu, anu saya tadi cuma mikir tentang materi yang disampaikan ibu tadi."

Seolah tidak percaya, Bu Rena menatapnya dengan curiga. "Kalo kamu mikir sampai segitunya, pasti kamu tahukan tentang sentralisasi?"

Glek..

Mampus

Apaan tuh sentralisasi, semacam makanan kah, atau minuman sumpah dia benar-benar lemah dalam pelajaran pendidikan kewarganegaraan.

Bu Rena merasa senang karena dilihat mirisnya ini masih diam sambil mengingat-ingat. "Kamu gak bisa kan, maka dari itu kamu akan ibu hukum."

Bu Rena sempat berpikir lalu mengatakan dengan mantap, "Berhubung kamu tadi menatap keluar terus, sekarang kamu ibu hukum buat hormat ke tiang bendera sampai mata pelajaran ibu selesai."

Entah ini kabar baik atau kabar buruk bagi Nara, pasalnya kabar baiknya dia bisa melihat sang doi, dan kabar buruknya dia merasa malu, dan takut dirinya kepanasan saat hari ini matahari sangat terik.

"Sekarang bu? "

"Nggak tahun depan." Nara hanya ber'o'ria saja lalu kembali membuka bukunya.

Brak...

"Ya sekarang Nara, masa nunggu mama kamu beranak lima."

Nara yang terlonjak kaget langsung berlari melakukan hal yang diperintahkan oleh gurunya itu.

                           *****

Panas

Itulah yang dirasakan Nara saat ini, peluh keringatnya mulai membasahi pelipisnya,dirinya tidak tahu kalau terik matahari saat ini menyengat sampai menembus seragamnya, alhasil dia merasa lemas.

Dia melirik arlojinya yang ternyata kurang setengah jam lagi bel istirahat berbunyi yang otomatis hukuman Nara tinggal tiga puluh menit lagi.

Dia merasa panasnya matahari ini tidak sebanding dengan kebahagiaan dirinya yang bisa melihat sang doi secara langsung.

Dari sini dia dapat melihat Revan dengan tampaknya menggerakkan bola dari  lawannya yang sempat merebut bolanya, Nara yang melihat itu langsung berteriak histeris.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 24, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My Love From Novel Where stories live. Discover now