BAB 1 - Rencana Perjodohan

3.7K 265 105
                                    


Hai hai hai

Hari ini adalah hari bahagiaku *read ultah*

Dan aku ingin berbahagia kebahagian buat kalian. Silakan dibaca

***

Sedari tadi Nisha-adik Naira—mondar-mandir mengelilingi kamarnya dan menyentuh satu per satu benda yang ada di depannya. Tapi bukan itu yang mengganggu penglihatannya. Dari tadi Nisha tak henti-hentinya tersenyum sambil sesekali memandangi dirinya sedang asyik berbaring di kasur kebesarannya.

"Apa?" Mulutnya sudah gatal ingin menahan pertanyaan itu pada adiknya ini.

Nisha tidak langsung menjawab. Ia malah merangkak naik ke kasur dan ikut berbaring disebelahnya. Naira hanya melihat kelakuan adiknya sambil geleng-geleng kepala.

"Kak," panggil Nisha dan Naira langsung menoleh. "Kakak tau ga?"

Naira langsung menggeleng. "Mana kakak tau kalo kamu ga kasih tau kakak. Bukankah kakak sudah tanya dari tadi?" cerocos Naira gemas karena Nisha tidak langsung to the point.

"Ishh, kakak nih! Sabar dulu lah. Kan Nisha baru mau ngasih tau," ujar Nisha sebal. Loh, kok malah Nisha yang ngambek bukan dirinya? Naira hanya bisa memutar bola matanya malas.

"Apa?" tanya Naira ketus karena Nisha masih saja diam.

Nisha mengehela napas pelan sebelum ia berbicara. "Ini tuh berita baik buat kakak. Akhirnya, status jomblo kakak selama hampir 21 tahun ini akan segera berakhir," ujar Nisha dengan santai.

Satu...

Dua...

Tiga...

"APAA???" pekik Naira tak percaya. Ia terkejut, tapi ia masih belum mengerti maksud dari perkataan Nisha. "Maksudnya apa ya?" tanyanya dengan polos-polos begonya.

"Aduhh...." Nisha menepuk jidatnya pelan. Ia baru ingat kalau kakaknya agak-agak lemot gimana. "Jadi gini kak. Maksud Nisha, kakak akan dijodohkan dengan temannya mama sama papa. Senang ga?" jelas Nisha dengan santainya. Ia pun mulai sibuk mengutak-atik ponselnya seperti mencari sesuatu.

"APAAA??!!" teriak Naira untuk kedua kalinya. Nisha harus menutup telinganya karena kakaknya itu berteriak tepat di telinganya. Ia menatap tajam adiknya menuntut penjelasan lebih.

"Kakak pasti senang dengan perjodohan ini. Soalnya—" Naira menatap adiknya curiga. "Dia adalah orang yang kakak kenal," bisiknya senang.

Orang yang dia kenal? Siapa? Ayolah, tidak bisakah adiknya ini tidak berbelit-belit?

"Dia..." Adiknya menunjukkan foto pada Naira. Detik itu juga Naira langsung membelalakkan matanya. Ia mengerjapkan matanya memperjelas penglihatannya yang mungkin saja bisa salah.

What the...? Oh, NO! Ia terus mengutuk dalam hati melihat foto yang ada di tangannya. Nisha malah makin senyum-senyum gaje.

"Arsenio Runako Steele."

***

"Arsenio Runako Steele."

Lagi-lagi Arsen memutar bola matanya jengah. Saat ini mereka berada di kantor, lebih tepatnya di ruang ayahnya, Anderson Steele. Tak bisakah orangtuanya memahami hal itu? Kenapa mereka tidak membicarakan hal ini dirumah saja?

Oh, tidak! Ia baru ingat semalam kedua orangtuanya sudah membicarakan hal ini. Dan isinya pasti tentang perjodohan. Sial, kenapa ia tidak mendengar sama sekali? Walau ia selalu menolak perjodohan ini sebelumnya, pada akhirnya ia menyerah pada pilihan mereka.

"Tapi semalam kamu sudah menyetujui perjodohan ini. Tapi, kenapa sekarang kamu malah menolaknya?" tanya Miranda-ibunya Arsen-dengan tatapan bertanya. Bahkan semalam dirinya sudah mengatakan 'IYA' untuk acara perjodohan ini. Bagaimana bisa?

"Ma—maksudnya Arsen butuh waktu lagi untuk menyiapkan masalah perjodohan ini. Mama dan papa tau sendiri kan, masih banyak hal yang ingin Arsen urus." Ayolah, kenapa keluarganya tidak ada yang mengerti kalau ia sendiri sedang dalam masalah?

"Tapi, pertemuannya malam ini. Dan mama mau kamu sekarang siap-siap. Jam 8 malam kamu sudah harus pulang kerumah dan ikut acara makan malam. Kalau tidak, mama akan menyita semua aset yang kamu punya. Titik!" ancam Miranda. Mamanya ini tidak pernah main-main dengan ancamannya.

"Ayolah, ma! Jangan gitu sama Arsen. Bukankah selama ini selalu menjadi anak baik dan membanggakan di keluarga? Lagipula aku tidak mengenal sama sekali dengan gadis yang kalian jodohkan itu," bujuk Arsen agar mamanya membatalkan acara perjodohan itu.

"Benarkah?" tanya papanya yang akhirnya angkat bicara. Anderson menyingkirkan beberapa lembar dokumen dari hadapannya. "Papa dengar dia dulu satu SMP denganmu, bahkan se-SMA," tambah papanya.

Mata Arsen membelalak tak percaya. "Benarkah? Memangnya siapa?" tanya Arsen penasaran.

Miranda mendengus. "Makanya, kalo orangtua lagi ngomong itu didengerin. Jangan ngelamun terus. Lagipula mama sama papamu ini tidak mau kalau kamu terus-terusan dengan perempuan itu terus," ujar mamanya.

"Namanya siapa?" tanya Arsen mengalihkan. Ia sama sekali tidak ingin membahas hal itu lagi. Lebih baik mereka terus berbicara tentang perjodohan daripada perempuan itu. Ah, tiba-tiba saja ia jadi kehilangan selera untuk hidup.

"Naira," jawab Anderson.

Arsen mengerutkan keningnya bingung. Ia seperti pernah mendengar nama itu.

"Adiva Naira Syarif," tambah Miranda.

Tanpa mereka sadari, Mata Arsen berbinar dan langsung menyunggingkan senyum miringnya.

"Baiklah..."

Miranda mengerjap-ngerjapkan matanya tak percaya. Ia berusaha mempertajam pendengarannya yang mungkin saja bisa salah.

"Baiklah," ulang Arsen sekali lagi. "Aku akan datang. Sepertinya perjodohan ini akan menarik," ujarnya dengan smirk evil yang jarang sekali ia perlihatkan.

***

Hai, karena hari ini ku ulang tahun. Btw, aku ga minta kado yang aneh kok! Cukup kasih bintang cerita aku udah lebih dari cukup. hehehehe...

Jika ada kritik dan saran lebih membantu aku lagi dalam membuat cerita. Makasih. 

Jangan lupa vote!!!

Half of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang