7 Hours

275 8 0
                                    

"Terima Vel terima," Sery berkomentar sekaligus menggodaku yang sedari tadi ikut menyimak surat yang aku baca.

"Serius? Secepet ini?."

"Haaahh ayolah Vel, cepet ya emang cepet. Tapi tau kondisi dong seminggu lagi kita acara perpisahan," jawab Sery yang terlihat begitu kesal.

Aku kembali memikirkan ucapannya. Sudah lebih dari seminggu Alatan terus mengirim surat padaku walau tak semua aku balas. Memang terkesan kuno, tapi entah kenapa bagiku ini adalah hal yang menyenangkan dan begitu berkesan. Hingga kali ini bukanlah sekedar surat biasa, Ia memintaku untuk bertemu dengannya dan menghabiskan waktu bersama.

"Kalau kamu suka kenapa harus ragu? Ini bukan waktunya buat mikir banyak Vel. 12 surat yang dia kirim dan 7 surat gak kamu bales, aku yakin dia gaakan marah sama hal kayak gitu doang. Percaya, dia punya alesan," nasihat Sery sambil melangkah keluar dari kamar. "Aku yakin kamu butuh minuman!," teriaknya dari luar.

"Aku gaakan mungkin nolak ini!," jawabku ketika Sery baru saja selangkah masuk kamar membawa dua botol minuman.

"Oh waw bahkan aku belum ngasih pendingin pikiran jitu ini," Sery menyodorkan satu botol minuman padaku.

"Ini. Foto ini bukan aku simpen seminggu yang lalu. Aku udah nyimpen foto Alatan ini dari taun lalu Ser, aku gaakan mungkin ragu. Aku cuma ganyangka aja ini bakal kejadian," jelasku penuh kepastian.

Sery tersenyum dan menyambar pipiku. "Aku gabisa bayangin kalau kita udah pisaah dan gaakan mau ngebayangin dan gaakan mau kejadian kalau kita pisah."

Aku menahan tangannya yang membuat pipiku menjadi begitu merah. "Kamu bakal tetep jadi penasehat terbaik aku Ser, selalu dan selamanya."

"Apasi ah kamu lebay," tawa Sery.

***

Inilah harinya. Aku benar-benar tak bisa berhenti tersenyum sejak tadi malam. Dan aku terus membayangkan apa yang akan terjadi hari ini. Memang ini bukan pertemuan pertama antara aku dan Alatan. Tapi ini adalah pertemuan pertama setelah semua surat kirimannya, ini pertemuan pertama yang aku impikan setahun lalu.

"Kak boleh minta parfum ga?," aku bersembunyi dibalik pintu kamar Kak Rayin hanya menyundulkan kepala.

"Eh sejak kapan kamu peduli sama hal kayak gitu?," Kak Rayin yang terlihat sibuk dengan tugasnya menoleh.

"Eh! Emm udah lama kok! Cuma sekarang parfum aku habis."

Kak Rayin tersenyum melihat tingkahku. Haah aku memang benar-benar konyol. "Itu ambil sendiri di laci."

"Makasih Kak." Aku menghampiri laci dan menyemprotkan parfum ke tubuhku.

"Emang kamu mau kemana sih rapih kayak gitu," mata Kak Rayin seperti memerhatikanku dari atas sampai bawah.

"Nemenin Sery nyari baju buat perpisahan," jawabku asal.

Padahal 2 hari yang lalu setelah Sery menasihatiku dan aku meyakinkan untuk menerima ajakan Alatan, Sery merengek. Ia baru ingat bahwa dirinya baru saja mau mengajakku menemaninya membeli baju hari ini. Tapi apa boleh buat, kesempatanku dan Alatan belum tentu terjadi kembali.

Aku mengecek barang-barangku ketika kembali ke kamar. Ada satu panggilan tak terjawab di handphone-ku, Sery.

Tuuut..tuuut..

7 Hours for 717 DaysWhere stories live. Discover now