Bonus: Dirga

1.6K 182 18
                                    

Jam 10 pagi di hari sabtu kaya gini, bukannya leyeh-leyeh di rumah, gue malah berada di sma-nya seorang danendra wijaya. Pagi-pagi begini, gue harus sound check bareng enam hari. Karena malem ini, enam hari diundang untuk mengisi acara festival tahunan di sekolah lama danen.

Gue yang baru dateng bareng yang lain pun menurunkan beberapa stand cymbal dari bagasi mobil sambil masih menggendong tas stik drum gue. Salah satu panitia acara menghampiri gue dan membantu gue untuk menurunkan beberapa barang juga.

Setelah menutup pintu bagasi, panitia tadi bantuin gue buat bawa stand cymbal-nya ke backstage juga. Gue pun ngucapin terimakasih secara canggung setelah dibantuin bawa barang-barang gue.

Arka dan adip dateng berbarengan saat gue mulai merakit cymbal-cymbal gue. Danen juga akhirnya dateng sambil bersiul-siul riang ditambah aksa yang keberatan menenteng tas keyboardnya.

Gue cuma bisa geleng-geleng sambil senyum aja ngeliat abang-abang gue. Itung-itung hiburan disela-sela kerjaan.

Pas gue masih mengeratkan cymbal-cymbal gue, arka yang lagi jalan kesana-kemari di sekitar backstage buat liat-liat, tiba-tiba nyeletuk ke danen. "Eh nen, katanya adiknya si agra juga sekolah di sini ya dulu?"

Gue yang lagi fokus pun mendadak noleh sekilas ke bang arka, lalu memutuskan kembali bodo amat dan ngelanjutin pekerjaan gue.

"Iya, emang adiknya dulu di sini. Guenya pas itu belum kenal sih, tapi mungkin anin tau gue duluan," kata bang danen sambil mengambil bassnya dari softcase.

Gue sebenarnya pengen mendadak gak denger kalo lagi kaya gini. Tapi apa daya, gue masih normal, jadi gue gak bakal tuh bisa pura-pura gak denger.

"Dip, lo sekolah di sini juga gak sih dulu?" bang arka lagi-lagi bertanya. Tapi kali ini untuk bang adip.

"Nggak sih. Tapi gue kenal sama si danen sih dari dulu," jawab bang adip lagi.

"Ah tapi walaupun nggak, kita emang udah ditakdirin ketemu sih kayanya. Ya gak ga?" kata bang arka lagi-lagi secara tiba-tiba sambil menepuk pundak gue. Gue yang kaget pun cuma bisa meringis sambil angguk-angguk aja.

"Kenapa dah lo? Bete amat mukanya, tadi juga masih cengangas-cengenges," sekarang aksa yang ikut-ikutan nyeletuk. Hadeh, ada-ada aja dah.

"Lo nih gara-gara ka," bang danen tiba-tiba mempersalahkan bang arka.

"Loh kok gue?" balasnya tak terima. Tapi entah kode apa yang diberikan oleh bang danen ke bang arka, karena tiba-tiba aja dia berseru lagi.

"AHH, GUE NGERTI," teriaknya nyaring.

Ngerti apanya dah. Adanya mah lo gak ngerti perasaan gue bang.

"Udah, jangan dipikirin lagi ga. Ini saatnya untuk move on," bang arka berkata sok bijak sambil menepuk pundak gue dan menatap lurus ke langit pagi. Gue akhirnya cuma tetep sok sibuk ngerakit cymbal-cymbal lain ke stand-nya.

"Hadeh, ngambek kan adik gue gara-gara lo, ka," aksa membela gue sambil membuka softcase keyboardnya.

"Sal-"

Belum selesai arka ngomong, panitia acaranya nyamperin danen dan nyuruh kita semua untuk sound check dulu. Gue dan lain pun nurut, lalu naik ke atas panggung.

Kita mulai ke posisi masing-masing dengan alat-alat yang sudah selesai kita pasang supaya berfungsi dengan baik. Percobaan pertama dengan lagu andalan yaitu congratulations.

Baru setengah jalan, bang adip menyetop permainan gue dan yang lain.

"Mas, power mic saya tolong diangkat lagi dikit ya," katanya ke soundman yang ada di tenda dekat panggung.

D I A ✔Where stories live. Discover now