5

2.6K 401 81
                                    

Tepat 1 jam sebelum jadwal enam hari naik ke atas panggung, si adip ngeline gue kalo udah deket. Gue akhirnya ngasi tau atta kalo mereka udah deket. Atta pun siap-siap buat jemput mereka di parkiran dan nganterin mereka ke backstage.

Gue pun melanjutkan kegiatan gue. Gue masih fokus menjepret beberapa moment penting sampe si adimas menepuk bahu gue.

"Hah? Apaan?"

"Sana ke backstage, dokumentasiin anak enam hari," kata dia.

"Kenapa gue sih?" Kata gue setengah teriak karena emang berisik banget.

"Banyak nanya lu. Cepetan sana," balas dia lagi.

"Iyeee, gue ke sana."

Gue dengan pasrah akhirnya melangkahkan kaki ke backstage. Gue gugup sebenarnya. Ya gimana gak gugup, orang enam hari isinya cowok-cowok semua. Apa lagi ada dia. Iya, orang yang menarik atensi gue waktu itu. Sebenarnya, dia yang bikin gue gugup, bukan anak enam hari yang lain.

Gue masuk ke backstage dengan hati-hati dan berusaha untuk nggak bikin malu diri gue sendiri. Pas gue masuk, mereka langsung menaruh semua atensi mereka ke gue. Mampus, mati kutu kan gue jadinya.

Tapi sedetik kemudian, mereka kembali ke aktivitas masing-masing, kecuali si kaca mata bundar.

"Eh, mbak yang telat pas tm ya?" Si kaca mata bundar lagi-lagi menyapa gue.

"Ehehe, iya, mas?" Kata gue ragu-yang lebih terdengar seperti pertanyaan balik ketimbang jawaban atas pertanyaan dia-.

"Btw, mbaknya mau mendokumentasikan ya?"

"Iya, mas," kata gue lagi dengan kaku.

"Eh kenalan dulu lah, jangan kaku gitu," kata dia lagi.

"Gue arkananta, panggil aja arka," kata dia sambil menyodorkan tangannya dan gue balas juga sambil berkata 'anin'.

"Kalo yang itu, yang lagi pegang bass, namanya danen," lanjut dia.

"Kalo yang lagi main fifa di laptop itu namanya adip sama aksa. Mbaknya pasti tau adip kan ya?"

Gue mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan arka, lalu dia lanjutkan lagi penjelasannya yang sempat tertunda.

"Nah yang itu, yang lagi denger lagu, namanya dirga," sambungnya.

"Oh, ok deh. Jadi aku bisa panggil kalian gimana?" Tanya gue kikuk sambil menggaruk tengkuk gue yang sama sekali nggak gatal.

"Lo keliatannya seumuran sama dirga. Jadi, kalo mau, bisa panggil kita berempat kak aja sih," jelas dia lagi.

"Hehe, oke deh, kak....arka?"

"Udah santai aja, kita gak gigit kok," danen, yang tadi lagi mainin bassnya ikutan berdiri dan menepuk bahu gue.

"Jadi lo mau foto-foto kan? Ya udah foto aja, gak apa," kata si adip tiba-tiba.

Gue berakhir mengambil gambar mereka dengan senang hati. Ternyata mereka nggak segalak yang gue pikirkan, malah mereka friendly semua. Jadi, gue bisa melaksanakan tugas gue dengan baik.

Tapi, semuanya gak berjalan baik pas giliran dirga yang harus gue foto. Gue tiba-tiba gugup sendiri. Mana dia lagi denger lagu dan asik sendiri sama hpnya. Otomatis, kamera yang gue pegang setinggi dada sedaritadi malah gue biarkan menggantung lagi di depan perut. Arka yang sadar dengan perubahan gue langsung buka suara.

"Gaa, noleh dong. Mau difoto tuh," kata si arka sambil mencabut salah satu earphone yang dipake dirga.

Sedetik kemudian, dia mengangkat kepalanya. Gue pun akhirnya mengangkat kamera gue lagi. Mengarahkan lensa kamera gue ke dia. Secara otomatis, dia langsung melakukan cengiran yang diiringi dengan peace sign.

D I A ✔Where stories live. Discover now