12. ALMOST

13.2K 1.2K 29
                                    

Hai! Kalau kalian males baca bagian note ini, nggak apa kok. Skip aja langsung ke cerita. Hahaha...

Cuma mau jelasin siapa tau ada yang gregetan sama cerita ini karena kok kayaknya si Ranice sedih terus, sabar ya ... Konflik sebenarnya baru akan dimulai beberapa part lagi. Kalo sekarang Ranice kayaknya masih sedih dan galau terus, tenang ...

Cerita yang ini nggak akan sedih terus sampai akhir kok! Ceritanya bakal naik turun, kadang sedih, kadang happy.

Terus tokoh Ranice ini, diam-diam menghanyutkan sebenarnya. Kalau tokoh utama wanita di ceritaku sebelumnya, Freya, orangnya smart tapi pendiam banget, nggak banyak omong, dan nggak bisa ungkapin perasaannya. Kalau Ranice ini, agak sedikit lugu, tapi lebih banyak omong, dan orangnya lebih berani. Tapi anaknya terdidik dengan baik, jadi orangnya sopan, omongannya juga sopan. Kalau marah juga nggak meledak-ledak, terkontrol dengan baik.

Tapi maklumlah, di awal-awal cerita, Ranice ini lagi galau berat. Coba kalian bayangin kalau kalian yang gagal nikah sama tunangan yang udah jalan sama-sama 7 tahun. Pasti galaunya lumayan akut kan? Aku aja dulu pacaran 5 tahun, putus. Galaunya lumayan lamaaaa... Jadi melow-melow nggak jelas gitu.

Okelah, cukup sekian basa-basinya.

____________________________________________________________________________

Aku seperti sedang berpijak di atas lapisan es yang sangat tipis, yang dapat pecah sewaktu-waktu dan membuatku jatuh tenggelam di lautan air yang gelap dan dingin.

Leander menunggu dengan gelisah di ruang tamu rumah Ranice, bersama para sepupunya yang menjadi pembawa baki. Ranice yang seharusnya ikut hadir di tengah mereka untuk melangsungkan prosesi Sangjit, sejak tadi masih mengurung diri di kamarnya. Gadis itu beralasan bahwa kepalanya sakit.

Leander sudah mengutus Elle untuk memantau keadaan Ranice di dalam kamarnya. Tapi sudah hampir setengah jam dan Elle belum juga kembali. Akhirnya Leander memutuskan untuk menyusul ke atas.

"Om, boleh saya menemui Ranice?" tanya Leander pada Anton.

"Ya, tentu. Coba kamu lihat keadaannya, sejak dua hari kemarin Ranice memang kurang sehat."

Apa yang dikatakan oleh Anton benar adanya. Menjelang pelaksanaan hari Sangjit, Ranice yang memang sudah tertekan jadi semakin tertekan. Pernikahannya dengan Leander semakin terasa nyata baginya, dan waktu kebebasannya semakin menipis. Ranice seolah-olah sedang berjalan menuju hari kematiannya sendiri. Dia kehilangan seluruh semangat hidupnya, bahkan Ranice tidak berminat untuk bicara dengan siapa pun. Dia terus mengurung dirinya di rumah. Mungking orang lain akan berpikir bahwa dia sedang menjalani masa pingitan dengan senang hati, padahal yang sebenarnya dia memang ingin menghindari semua orang.

"Itu hal yang wajar. Mungkin Ranice agak tegang menghadapi hari pernikahannya. Banyak calon pengantin yang seperti itu," hibur Adelia.

"Coba sana kamu lihat, Lee. Kalau memang tidak memungkinkan bagi Ranice untuk turun, tidak perlu dipaksa. Biarkan saja dia beristirahat, yang penting saat hari pernikahan kalian dia benar-benar sehat." Daniel ikut menimpali.

Tanpa menunggu lebih lama, Leander berjalan menuju kamar Ranice yang terletak di lantai atas. Dia berhenti sejenak di depan pintu kamar Ranice, memandang ke dalam dari celah pintu yang terbuka.

"Rae, keluar yuk!" Leander bisa mendengar suara Elle yang sedang berusaha membujuk Ranice untuk keluar dari kamarnya.

"Nanti ya, El ..." Ranice menggeleng lemah, sambil tetap menatap hampa keluar jendela kamarnya. Ranice tidak berbohong ketika mengatakan kepalanya sakit. Kepalanya memang terasa berdenyut-denyut sejak pagi.

Artificial WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang