Cause i want it that way

4.2K 411 14
                                    

Ravenia mengangguk setuju pada ucapan Prasetya mengenai pekerjaan adiknya itu. Dia bangga sekali kepada Prasetya yang sudah berhasil menghandle beberapa pekerjaan penting di perusahaan Prasojo.

Pria disebelahnya juga memberikan beberapa saran kepada Prasetya. Mereka bahkan membicarakan acara rapat bulanan dengan sangat santai di tengah-tengah acara peresmian yang tengah dilakukan keluarga Javaris.

Monica datang lalu menggandeng lengan Prasetya dengan posesif, mengabaikan tatapan kesal Ravenia karena perempuan itu bergelayut manja di adiknya. "Oh, sweetheart. Mata lo bisa sebesar mata kodok kalo liatin gue terus. Mending liat ke sebelah sana..." Monica menunjuk kepada pasangan yang baru saja datang dan membuat heboh tamu undangan, "Tuh, mereka lagi-lagi bikin ribut..."

Ravenia dan Argo mengikuti arah telunjuk Monica. Masih saja tidak bisa mengerti kenapa Jillia dan Bram bisa beradu mulut di acara milik orang lain.

Bram yang sedang melingkarkan tangannya dengan posesif kepada pinggul ramping Jillia, saat perempuan itu malah sibuk tersenyum kepada semua orang.

"Ya, ampun. Adik kamu pasti habis stempelin Jilli makanya Jilli pake baju begitu..." bisik Ravenia kepada Argo yang bingung melihat Jillia bisa memakai gaun dengan leher tertutup dan panjang sampai ke bawah. Dengan lengan panjang pula.

"Oh My God, Bra. Gak ada yang bakalan---"

"No, Kali. Kamu harus jalan pelan-pelan supaya program bayi kita jadi..." dan Bram hanya tersenyum menatap kakaknya juga Prasetya dan Monica, "Kalo kamu kebanyakan gerak, bisa gagal sperma aku masuk ke indung telur..."

Ravenia menepuk keningnya dengan kesal. Jadi hal seperti ini yang mereka ributkan. Pasangan gila! "Lo tuh berisik banget sih, Bram! Gila lo, ya? Gak sekalian aja ngurung istri lo di kamar tuh, biar progres terus"

"Maunya gitu, Ref. Tapi mertua gue nyuruh dateng ke acara ginian, pake diancem warisan buat anak gue..."

"Ya, udah. Kan udah dateng. Pulang sana!"

"Tuh, Kal. Ayo pulang. Nanti kamu kecapekan. Kita udah diusir sama Raven..."

"Jijik banget sih, lo. Lo juga Jilli!" Ravenia menudingkan telunjuknya kepada Jillia yang segera ditepis Bram, "Ampun, posesif! Ditunjuk aja gak boleh"

"Loh, iya dong! Lo itu suka bawa pengaruh buruk ke Kalila..." Bram menuding Ravenia dengan kesal, "Lo jangan lagi-lagi ajakin istri gue ke acara fashion show atau jalan segala macem. Kita berdua lagi program..."

Argo menggelengkan kepalanya dan membelai telapak tangan Ravenia mencoba menghentikan perdebatan di antara tunangan dan adiknya.

Monica dan Prasetya memilih menyingkir dari mereka yang sudah mengundang banyak pasang mata. Bikin malu saja. Apa mereka tidak sadar kalau para tetua bahkan sudah menoleh kepada mereka? Ya, ampun. Monica tidak habis pikir dengan kelakukan Bram yang jauh berbeda dari kemarin-kemarin.

"Halah. Bilang aja takut duit abis, kan?"

"Ngapain?! Ref, lo kalo bikin baju suka yang kebuka-buka. Kasian istri gue..."

"Nah, nah! Saking kasiannya sampe lo tandain di betis-betis sekalian?"

"Kenapa? Ngiri lo gak ada yang nandain..."

"Braaaa" Jillia menggeram menggenggam lengan suaminya dengan kesal. Sepertinya hampir semua tamu undangan sudah memandangi acara adu mulut Bram dengan Ravenia.

Bram menoleh menatap istrinya, "Kenapa? Mau pulang? Ayo, Kali. Kita sapa Mama sama Papa dulu, sama Papa kamu..."

Jillia melotot kepada Argo meminta pertolongan. Demi Tuhan, Bram bisa sangat memalukan ternyata. "Pengen kabur aja..." lirihnya ketika Argo meringis ikut merasakan betapa malunya memiliki adik dengan sifat seperti Bram

"Tenang aja, passport kamu udah aku bakar"

Jillia hanya bisa termangu mendengar ucapan polos suaminya.

...

Rival mengatur jarak dirinya sekali lagi ketika Bram menoleh kepadanya. Ya, dia memang menyukai Jillia tapi sadar kalau perempuan itu hanya mengejar Bram dan begitu juga sebaliknya, Rival memilih mundur.

"For the freaking hell, Bra. Rival sudah berdiri terlalu jauh sekarang..." Aura mendesis kepada putranya yang masih saja memberikan tatapan tajam kepada Rival karena pria itu berdiri di drkat istrinya

"Ma, itu bukan jaminan kalau istri aku tidak akan kabur lagi sama mantan tunangannya..." sindir Bram dengan cukup tajam kepada Rival

"Kalau begitu kamu saja yang berdiri di sebelah Rival..." ucap Edgar dengan kesal

Bram menggelengkan kepalanya, "Not a chance. Aku harus berdiri di samping Argo..."

Jillia memijit keningnya. Bahagia? Tidak. Malu lebih tepatnya. Semenjak kembali bersama, Bram menjadi lebih protektif dan posesif. Ada saja cara Bram  untuk mengurung dirinya di rumah atau membuat Jillia menghabiskan waktunya bersama pria itu. Tidak sedikit orang yang terkejut melihat perubahan suaminya, Jillia salah satunya.

"Bra... Aku pusing..." Jillia memegangi kepalanya dengan malas, "Jadi cepetan kamu udahin marah-marahnya. Biarin fotografernya yang selesaiin tugasnya..."

Bram diam kemudian. Mengeraskan rahangnya ketika akhirnya Rival mendekat kembali dan kilatan blitz menyambut mereka.

Setelah hampir beberapa menit menahan kesabaran. Dia kembali menahan Jillia dan kemudian meminta MC untuk membawakannya mic.

"Oke, Bram. Aku tau kamu mau ngapain! Pulang atau aku kabur beneran!"

Bram yang baru saja akan bicara dengan menggunakan mikrofon ditangannya hanya bisa diam dan kemudian mengikuti Jillia dari belakang setelah berhasil mengembalikan micnya. "Kali..."

Jillia mengangkat ekor gaunnya dengan susah payah dan menggerutu, "Aku gak percaya kamu bisa sealay ini Bram. Kemana kamu yang cool seperti dulu? It's okay kalau kamu memalukan, tapi hanya sama aku, hanya di depan aku kamu boleh manja seperti tadi. Malu-maluin tau!"

Pria itu tertawa dengan pelan. "Fine. Aku akan jadi cool dan galak seperti dulu, asal..."

Istrinya membalikkan tubuhnya, memicingkan mata dengan curiga

"You'll do the same..."

"Apanya?"

Bram mengedikkan dagunya, "Jangan ramah-ramah sama orang Kalila. Kamu semakin cantik. Apalagi kamu tau kan kalau perempuan beristri itu lebih diminati sama para pria..."

Perempuan itu memijit keningnya. "Tuhan, Jilli pasti banyak dosa sampai Bram kayak gini..."

"Kalila, let me remind you..." Bram menatap istrinya dengan tajam, "Not even a single person, dare to stare at you. Mata berdosa mereka itu akan aku cungkil kalau sampai kedapatan menatap kamu, Kalila. Apalagi yang punya tatapan seperti menerawang ke kamu, okay? Aku sudah cukup dua tahun ini kesel gak jelas. Sekarang semua tau kamu punya aku, sebaiknya mereka tau cara menatap wanita yang sudah menjadi milik pria lain dengan benar..."

Jillia mengerjap dengan bibir yang terbuka. Masih dengan tangannya yang memijit keningnya, "For God Sake, Bra..."

"Atau kamu pilih buat stay di rumah..."

"Kamu yang di rumah aja! Kamu yang bikin orang ngeliatin kita, mereka yang mau nerkam kamu, oke. Kamu di rumah!" Jillia kembali memijit keningnya karena pria itu hanya tertawa

"Kali, mana ada perempuan yang kuat menunggu aku hampir seumur hidupnya. Kamu lucu..." Bram mengecup kilat pipi istrinya, "No worries. Mataku hanya tertuju ke kamu..." lanjutnya dengan serius

I G E NWhere stories live. Discover now