I'm a million dollars makes your wishes comes true

3.1K 365 13
                                    

Pening. Bram menggelengkan dengan cepat kepalanya lalu berjalan menuju pintu dengan sempoyongan. Aspirin yang dia telan tidak membuatnya semakin baik malah ingin muntah. Perutnya sakit, kepalanya berputar dan sekarang dia melihat Jillia dan Argo sedang menunggunya masing-masing di kedua sisi ranjangnya yang terlalu besar untuk dirinya -tanpa istri yang sialnya semakin hari semakin terlihat seksi dan tidak bisa dimiliki- sendirian.

"Oh, hai..." sapanya kemudian beralih ke sisi dimana Argo berdiri karena Bram tidak mau Jillia menjauh dari dirinya. Membuat Jillia menemukan dirinya yang baru saja hangover bukanlah hal bagus. Dia yakin semalam dia banyak meracau. "Kalian jemput gue atau..."

"Supir yang anter lo pulang..." Argo menepis tangan adiknya dari bahunya sendiri, "You know i'm not that good..." lalu dia terkekeh dan melirik Jillia yang tampak sedang menghela nafas

Bram menaikkan satu alisnya. Mencerna situasi yang sedang terjadi sampai akhirnya dia merasa kalau kakaknya yang gila itu sudah ingat sesuatu.

"Jilli, ayo kita seleseiin semuanya sekarang..." kata Argo dengan tiba-tiba dan membuat Jillia dengan cepat mengambil sesuatu dari meja di belakangnya.

Oh, amplop tebal coklat itu lagi. Sekali lagi, Bram melihatnya. Pria itu hanya langsung melemparkan dirinya ke atas kasur tanpa mau menoleh. Menenggelamkan kepalanya di bantal dan kemudian berteriak dengan kesal.

"Bram..."

"No!"

Jillia mendesah pelan dan menarik paksa bantal yang digunakan pria itu untuk menutupi kepalanya. "Bram!"

"No! I won't!" Semakin Bram menenggelamkan dirinya di balik bantal. "No, Kalila! I won't!" Katanya dengan kasar sekali lagi ketika tangan halus Kalila menarik lengannya

Kali ini giliran Argo yang menariknya dan membuat pria itu terbangun dengan paksa. Satu gerakan yang membuat Bram akhirnya membalikan tubuhnya dengan setengah hati.

Bram duduk berhadapan dengan istrinya. Dia hampir saja meneteskan air mata melihat betapa bahagianya Jillia berhasil membuat dirinya menatap senyuman Jillia berterima kasih kepada Argo.

"Here..." Jillia menyerahkan amplop itu dan membuat Bram menerimanya dengan terpaksa. "Buka..."

Bram menyerah dan membuka paksa amplop di tangannya. Dia menemukan beberapa lembar foto kecil dan mengernyitkan keningnya. Bukan surat perceraian di tangannya melainkan sebuah surat pernyataan rumah sakit yang menyatakan Jillia hamil.

Mata pria itu melebar menatapnya. "Anak aku?"

Jillia tersenyum kepadanya dan Bram menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Menarik Jillia ke dalam pelukannya dengan perasaan bahagia yang begitu menyesakkan untuk Bram.

Pipinya dingin. Dia pasti menangis. Tapi tidak peduli karena sekarang Jillia kembali ke dekapannya dengan sebagian dirinya di dalam perempuan itu. Terasa begitu hangat dan mengharukan karena sekarang Jillia tidak punya alasan untuk menyelesaikan hubungan mereka berdua.

Semua ini terasa terlalu benar. Saking benarnya Bram tidak ingin semua ini berakhir begitu saja.

Tangan Argo menyentaknya dan kemudian menyadarkan Bram melepaskan pelukannya. Dia ingin mencium kening istrinya, mengucap maaf dan kemudian bersumpah akan membahagiakan Jillia selamanya.

"Makasih sudah mau hamil anak aku lagi, Kali..." kata Bram sambil menunduk tidak mampu berkata apa-apa lagi karena dia menangis

...

Argo mengernyit bingung kepada adiknya yang menggenggam tangannya begitu erat. Tadi adiknya memeluknya sambil menangis dan sekarang dia menoleh kepada Jillia yang menatap dengan bingung

Jillia menaikkan satu sudut bibirnya, "Harus keluar berapa uang aku kasih kamu supaya kamu mau hamilin aku, hah?"

Bram tersentak. Dia menoleh menatap ke depannya dan yang dia temukan adalah kakaknya. Di samping kirilah baru istrinya berada. Pria itu memejamkan matanya.

Sialan. Alkohol sialan. Jadi sedari tadi dia berhusinasi? Sialan. Sialan. Sialan.

"Jawab, Bram..." Jillia menjadi tidak sabar dan kemudian membuka clutchnya. Mengambil beberapa lembar uang dan melemparkannya begitu saja ke hadapan pria yang terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu di sana, "Hah?!"

Argo menjauhkan dirinya. Mendekati Jillia dengan memegangi lengan perempuan yang sudah tersenyum dengan licik. "Jilli... Bram baru aja sadar dari hangovernya. Please..."

"Diem!" Jillia menyentak pegangan Argo dan semakin menatap tajam pada pria yang masih tidak menoleh kepadanya. "Bram! Berapa banyak lagi harta yang harus aku kasih ke kamu supaya kamu mau hamilin aku?!"

Bram menatap tajam perempuan itu. Apa tadi kata perempuan ini? Dia harus menghabiskan uang untuk membuat dirinya menghamili istrinya?

"Bikin kamu nikah sama aku aja pake saham kan?! Bikin kamu stay di rumah pake semua saham, kan?!" Jillia melepaskan dirinya dari pegangan Argo yang mengencang. "Trus supaya aku hamil anak kamu aku harus bayar berapa?!"

Bram berdiri dan mendekat ke perempuan itu dengan tajam. "Jaga omongan kamu, Kali!"

Argo memutar bola matanya. Lirikan matanya meminta tolong kepada Ravenia yang sedari tadi berdiri di pintu kamar menonton acara drama pernikahan gratis di depannya. Perempuan itu tampak tidak peduli tapi mendekat juga menarik Jillia sementara Argo menahan adiknya.

"Hah? Iya, kan?!"

"Kamu mau hamil?! Sini!"

Argo menarik adiknya yang sudah maju selangkah lebih dekat kepada Jillia yang sudah ditarik paksa keluar dari kamar besar si bungsu Januraksa. "Bra!!!!" Bentaknya ketika Bram sekali lagi berusaha maju mendekati istrinya

Jillia sama saja. Dia meronta meminta dibebaskan hanya saja Ravenia lebih kuat darinya. "Kamu mau aku karena aku masih dicari Dominique iya, kan?! Bajingan kamu!"

"Sini! Go, brengsek lepasin gue!"

"Ji, Oh My God! Keluar kita dari sini!"

Dan adegan itu berakhir dengan Argo yang melayangkan pukulannya kepada Bram. Adiknya itu hanya bisa meninju meja di sampingnya dengan kesal karena melihat Jillia mengutuknya dengan berbagai kata-kata kasar sementara Ravenia dan beberapa pelayannya menarik perempuan itu menghilang dari pandangannya.

I G E NWhere stories live. Discover now