We had to go

7 0 0
                                    

Matahari sepertinya sudah hampir berada diatas kepala ketika ku lihat waktu di arlojiku menunjukkan pukul 11.14 am. Ku lihat Anna masih tertidur pulas yang masih dengan mahkota rumput liarnya. Aku tersenyum cute mengingat kenyataan yang terjadi pada kami. Aku yang usiaku masih 18 tahun menikah dengan Anna yang berusia 24 tahun dengan pernikahan yang absurd, tanpa ada pihak keluarga dari kami yang menyaksikan. Sebenarnya bukan kendala bagiku ketika aku harus menikahi wanita yang lebih tua dariku hanya saja dengan statusku sebagai publik figure kemungkinan akan mendapat berbagai tanggapan negatif diusiaku yang masih terbilang remaja, terlebih kedua kakakku yang belum resmi memperkenalkan pasangannya pada Mama dan Papa, entah apa sebenarnya yang ada dibenak Lucas dan Lian yang sampai saat ini mereka masih menyimpan rapat hubungan dengan pacarnya.

Aku beranjak keluar, kupendarkan mata ke sekeliling tenda. Terlihat berjajar suku olyxan memandangku tidak suka, tidak seperti semalam. Aku membulatkan mataku, sungguh saat ini aku merasa takut, mungkin benar apa yang dikatakan ensiklopedi tentang suku pedalaman olyxan yang sangat menakutkan. Terdengar suara Ilha yang menggema.

"Kamu kenapa tak melakukannya semalam?" Mata besarnya menatapku.

"Maksudmu apa?"

"Kamu jangan mempermainkan kami dan bertindak bodoh seperti ini." Suara Ilha terdengar lebih menggema dari sebelumnya.

"Oh, ya.. Sorry aku belum sempat melakukannya." Aku tersenyum terpaksa.

"Kenapa?" Ilha mengerutkan alisnya.

"Karena belum sempat saja." Aku menjawab dengan jawaban bodoh sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal, kuharap dia mengerti jawabanku. Ketika mendengar jawabanku, mereka akhirnya menatapku biasa lagi. Untunglah aku bisa mengelabui mereka, kalau tidak tamatlah riwayatku.

Aku duduk dibatu besar yang berada di samping tenda besar sambil mengusap kasar wajahku, tak kusadari Anna sudah berada di sampingku dan memegang pundakku.

"Apa yang kamu pikirkan?"

"Terlalu sulit." Aku menyipitkan mataku.

"Apa kita harus bertahan di sini?" Anna memainkan ilalang yang tumbuh di samping batu yang kami duduki.

"Tidak, aku masih punya mimpi." Jawabku. Lalu aku ceritakan kejadian tadi. Anna sedikit terkejut mendengar pemaparanku.

"What, mereka berkata begitu?" Aku menatap mata kelabu Anna dengan senyuman sedikit terpaksa.

"Kamu pernah bilang semua indah pada waktunya." Lirih Anna sambil memegang tanganku. Aku tersenyum cute dan membalas pegangan tangannya lebih kuat.

***

Hari-hari berlalu tak terasa kami sudah berada dihutan amazon hampir sepekan, waktu yang cukup lama hanya untuk sekedar makan dan tidur tanpa melakukan aktifitas seperti yang biasa ku lakukan. Aku teringat Mama yang selalu menunggu kabar dariku disetiap harinya. Aku sengaja mematikan ponselku karena memang sudah lowbat, atau paling tidak aku bisa menghemat daya sampai aku bisa keluar dari hutan ini.

"Sampai kapan kau akan terus membiarkan Putri Anastasya seperti ini." Suara besar itu membuyarkan lamunanku.

"Ilha..." Aku menoleh padanya dengan senyuman datar.

"Kau tidak mendengar ucapanku?" Ilha menatapku tajam.

"Oh, mungkin masih belum saatnya." Jawabku.

"Aku bersama suku olyxan menunggu jawaban secepatnya."

"Bagaimana kamu tahu aku tidak melakukannya?" Aku balik menatap tajam Ilha.

"Tangara Chilensis bird itu pertandanya." Jawab Ilha sambil berlalu pergi. Aku menyipitkan mataku mengingat burung yang diucapkan Ilha.

The Curse Of LoveWhere stories live. Discover now