4/6

2K 131 3
                                    

Malam yang dipenuhi bintang. Damar dan Khalilah jalan berdua di bukit kecil belakang rumah Khalilah. Khalilah mengajak Damar mengenal dunianya.

Mereka duduk di atas bukit kecil itu. Mata Khalilah berbinar seindah bintang.

"Pertama kali aku suka bintang, karena dikenalin sama seseorang. Dia ngenalin semua dunianya padaku, kak. Dia ngenalin aku sama bintang. Dia selalu punya cerita indah tentang bintang. Aku tidak pernah bosan mendengarnya. Pada akhirnya, Dia hancurin semua bintang yang aku tata dengan baik. Dia pergi, kak. Aku sempat hancur. Namun, yang tadinya aku ingin membenci bintang. Aku tak bisa. Aku tak bisa membenci bintang dan dirinya. Aku sudah terlalu menyukai bintang."

Damar menyimak semua kata yang diucapkan Khalilah.

"Dia seperti kakak. Dia menyukai langit. Karena Dia, aku suka langit. Karena Dia, aku menyukai semuanya yang berhubungan dengan langit. Aku pernah suruh dia jadi anggota angkatan udara. Tapi, dia bilang, dia gak mau. Dia takut hilang ditelan awan. Dia takut ninggalin aku, kak. Tapi, pada akhirnya dia memang meninggalkan aku. Dia pergi jauh, kak. Dia berada di langit sekarang. Walau awalnya sebelum Dia pergi, Dia gak mau ketemu aku. Dia lihat aku seolah seperti orang asing. Aku hancur waktu itu."

Bola mata hitam milik Khalilah berkaca-kaca. Namun, Damar merekam senyum cerah Khalilah.

"Gue boleh cerita?" tanya Damar.

Khalilah tersenyum. "Ya, bolehlah. Aku juga perlu kenal dunia kakak."

"Gue pernah suka sama perempuan. Udah lama, waktu pas SMP-lah. Dia perempuan yang cerdas, baik, ramah, murah senyum, dan gue tertarik sama dia. Sekitar setahun gue pedekate, akhirnya kita pacaran. Gak lama dari itu, dia sakit parah. Ada tumor di otaknya yang mengharuskan dia operasi. Operasinya gagal. Dan, gue kehilangan dia. Semenjak pacaran sama dia, gue gak pacar-pacaran lagi. Gue masih trauma. Gue takut di saat udah sayang-sayangnya, malah ninggalin. Lo gak bakal ninggalin gue 'kan, Lil?"

"Hah? Maksudnya?"

"Suatu saat nanti lo ngerti."

"Oh, oke deh."

Setelah itu, mereka memandang bintang lagi. Khalilah sangat menyukai semua bintang. Ia ingin sekali menjadi bintang yang bisa selalu memandang Damar dari atas.

_o0o_

6 tahun kemudian...

Kulihat matanya bersinar dibalut hijab putih yang bersih. Dia sangat cantik dibalut gaun putih yang syar'i. Senyumnya terbit dengan penuh cahaya. Aku sangat terpesona dengan kecantikannya.

Dia duduk di sampingku yang tubuhku sudah gemetaran. Keringat sepertinya membanjiri tubuhku. Ini sangat menegangkan ketimbang berada di medan perang. Sebentar lagi kata-kata yang sudah aku persiapkan entah sejak kapan akan meluncur bebas. Dia tak melepaskan senyumnya. Mungkin karena terlalu bahagia.

Tanganku mulai menjabat tangan ayahnya. Aku sedikit menarik nafas dan mengucap bissmillah.

"Saya terima nikahnya Artavia Kencana Khalilah binti Khalza Angkasa Muhammad dengan mas kawin tersebut tunai."

Kata 'Sah' yang dilanjutkan kata 'Alhamdulillah' menggema di aula masjid. Aku tersenyum lega begitupun dengannya. Setelah itu, dia mencium tanganku dan aku mencium keningnya.

"Kak..."

Mata Damar terbuka. Pipinya sudah basah. Tangannya masih memegang tasbih dan bibirnya masih merapalkan dzikir.

Langit Yang Membawanya Pergi √Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ