6/6 (End)

2.8K 145 29
                                    

Mata Damar terbuka. Di penglihatannya Damar melihat orang-orang tercintanya yang memasang wajah gembira dan khawatir. Mata Damar melihat Tedza yang sangat khawatir pada saat itu. Damar tersenyum tipis melihat kekhawatiran sahabatnya.

Damar juga melihat kedua orangtuanya berbincang dengan wanita paruh baya yang memakai jas putih. Setelah itu, Damar melihat wajah bahagia kedua orangtuanya. Damar sangat bingung dengan apa yang terjadi padanya.

"Lo bikin gue takut, Mar," ujar Tedza seperti berbisik. Damar tidak menjawab. Ia hanya tersenyum.

Damar mengingat tentang mimpinya. Tapi, Ia masih belum yakin kalau semua itu mimpi. Semuanya terlihat begitu nyata. Tapi, faktanya perempuan itu tidak ada di sampingnya. Entah kenapa Damar merindukan perempuan yang membuatnya selalu bersedih. Damar tidak tahu di mana perempuan itu.

Tedza masih setia menemani sahabat terbaiknya itu. Kondisi Damar semakin membaik. Namun, dari pertama kali sadar Damar masih belum berkata apa-apa. Damar lebih banyak melamun.

"Mar, kalau lo mau cerita, cerita aja kok. Gue dengerin."

Damar menengok ke arah Tedza dan tersenyum tipis.

"Gue mimpi, Za. Mimpi buruk. Di mimpi itu gue selalu nangis karena merindukan seorang perempuan yang hilang. Tapi, gue masih belum yakin kalau semua itu mimpi. Itu nyata bagi gue, Za. Gue pengen ketemu perempuan itu. Gue kangen sama dia."

Tetes air mata mengalir di pipi Damar. Tedza tidak mengerti dengan cerita Damar.

"Perempuan siapa sih, Mar? Gue gak ngerti."

"Perempuan itu bernama Khalilah."

"Khalilah? Lo gak pernah deket sama cewek kecuali Naira, pacar lo pas SMP yang sakit tumor itu. Pas SMA maupun di AAU, lo masih belum buka hati lo buat perempuan lain. Lo gak pernah deket cewek lagi."

"Tapi..."

"Itu cuma mimpi, Mar. Gak usah dipikirin. Sekarang lo harus sembuh. Lo gak cape tidur selama setahun? Lo gak tau gimana khawatirnya gue sama keluarga lo. Mulai sekarang lo seperti hidup kembali. Jangan pikirin masa lalu lo. Lo harus lihat ke depan."

Damar terdiam dan mengingat-ingat wajah perempuan dalam mimpinya. Entah kenapa Ia merindukan perempuan itu yang tahu ada saja tidak.

_o0o_

Kehidupan Damar seperti semula. Ia tidak terpikirkan tentang perempuan itu lagi karena dia sibuk menjaga negara melalui udara. Damar dan Tedza satu batalyon. Namun, ada bedanya, Damar di penerbangan dan Tedza di perteknikan pesawat.

Siang ini, Tedza mengajak Damar makan siang di restoran sekalian memperkenalkan calon istri Tedza pada Damar.

Damar sudah menunggu di restoran. Sedari tadi Ia hanya membulak-balikkan buku menu. Di luar sedang hujan. Begitu sendu di mata Damar. Dalam hatinya Ia merindukan seseorang. Namun, entah kepada siapa. Ia seperti pernah mempunyai kenangan dengan seseorang di balik hujan. Tapi siapa?

Tedza datang dengan gagah dibalut seragam loreng. Tedza tidak sendiri, Ia bersama seorang perempuan cantik berambut panjang dan anggun. Mereka menghampiri Damar.

"Hai, Mar. Udah nunggu lama, ya?" sapa dan tanya Tedza.

Damar terpaku pada perempuan yang tengah berdiri di samping Tedza. Perempuan itu hanya tersenyum pada Damar.

Ini bukan mimpi, Batin Damar.

"Oh ya, Mar. Kenalin ini--"

Langit Yang Membawanya Pergi √Där berättelser lever. Upptäck nu