Buku-buku yang diberikan pada siswa baru bukan hanya berisi materi tahun pertama, melainkan tahun-tahun selanjutnya. Totalnya ada delapan buku tebal. Bagaimana mungkin siswa baru sepertinya mengklaim telah mempelajari semuanya? Masuk di akal jika Silvana berkata dia tidak ingin belajar. Tapi mengaku-ngaku telah menguasai buku-buku itu? Lilac tidak mungkin akan memercayainya begitu saja.

Menahan kegusarannya, Lilac menghampiri raknya lalu mengambil buku Ruby secara acak. Dia kemudian menunjukkan sampul buku itu pada mereka semua.

"Jabarkan secara singkat apa yang kau pelajari dari buku ini," perintah Lilac tanpa bisa didebat. Cyde pun tidak memiliki alasan untuk menghentikannya.

Bagaimana jika Lilac menentukan hukuman untuk Silvana? Mereka tidak akan bisa menyelamatkan Silvana tanpa memberitahu identitas dia yang sesungguhnya pada Lilac. Bukannya menyelesaikan masalah ini, mereka justru akan mendapat masalah baru.

Mendadak atmosfer kaku di antara mereka pecah ketika Silvana angkat bicara. Pengucapannya tenang dan lancar. Menjabarkan secara singkat, tanpa mengabaikan kesan rinci yang seketika membuat Lilac mematung di tempat. Bukan hanya Lilac, Cyde dan Dalga juga memberikan respon sama. Buku yang dibawa Lilac adalah buku pegangan untuk tingkat ke tiga—hanya satu tingkat di bawah angkatan para kepala asrama itu.

Berdehem masih tidak percaya. Lilac mencoba lagi. Kali ini dia tidak mengambil buku dari rak, melainkan dari lacinya sendiri: buku pedoman yang baru saja Lilac pelajari kira-kira setahun ini. Mereka pun tercengang mendengar Silvana memaparkan lagi semuanya, bahkan sebelum Lilac menyuruhnya mulai.

Ruby adalah asrama bagi para siswa yang mengenyam pendidikan sosial dan politik. Mereka mempelajari semua hal soal masyarakat, kondisi geografis, hubungan-hubungan politik hingga taktik perang. Para siswanya hampir secara otomatis akan berkontribusi langsung pada kemajuan negerinya dan akan memanfaatkan ilmunya secara maksimal apabila memegang kekuasaan. Namun Silvana menjabarkan seluruhnya dengan ringan, seolah-olah.. dia telah lebih dini dididik menjadi seorang penguasa.

Apa itu mungkin? Dalam catatannya, Silvana tidak mencantumkan nama marga. Minimal dia punya latar belakang keluarga bangsawan yang berpengaruh apabila mampu menyerap semua buku-buku itu.

Cyde dan Dalga berkutat dengan pikiran masing-masing. Pada intinya tidak jauh berbeda. Menjadi putri tunggal yang mengemban nama besar Burö, Silvana jelas mewarisi segala hal dari Argent. Tapi tetap saja mencengangkan, karena Silvana masih sangat muda untuk menguasai topik seberat itu.

"Umurmu.." Lilac berucap ragu, berniat memastikan. "Tujuh belas tahun?"

Silvana mengangguk.

Tatapan Lilac berubah tajam. Bukan untuk Silvana. Matanya dan mata Cyde bertemu. Sorotnya menuduh laki-laki itu tengah menyembunyikan sesuatu.

"Ada yang ingin kau jelaskan padaku?" tanya Lilac. Cyde hendak menjawab, namun dia terlalu bingung untuk menemukan alasan yang tepat. Untungnya sebelum Cyde keceplosan, senyum Lilac mengakhiri kekakuan kali itu. "Kau memaksaku mengurus kepindahan siswa baru karena menemukan anak yang luar biasa jenius? Astaga, kau baik sekali."

Dalga mengangkat alis. Mereka bahkan tidak memerlukan kebohongan supaya Lilac tidak curiga. Sebaliknya, gadis itu tampak senang. Sesekali dia bergurau. Nadanya melunak pada Silvana.

"Tapi sayangnya aku tetap harus memberikan sanksi untukmu," kata Lilac hingga kelegaan yang sempat meliputi Cyde dan Dalga menguar tak berbekas. "Materi tertulis sudah kau kuasai. Baiklah. Aku bisa mengurus ini dengan para pengajar. Bagaimana kalau aku memasukkanmu ke daftar peserta untuk turnamen panah Ruby bulan depan? Aku akan melupakan masalah ini jika kau setidaknya tersaring sampai tahap semifinal."

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now