4 - That Smile

9K 726 17
                                    

Cukup tersenyum seperti itu saja,
Dan aku merasa duniaku kembali terang.

***

"Itu Barista di cafe ini ya?" Tanyaku kepada salah satu pelayan yang kebetulan melewati mejaku. Aku menunjuk lelaki yang sedang sibuk dengan racikan kopi di balik meja baristanya.

"Betul, Kak."

"Bisa saya ketemu dengan dia?" Aku melihat keraguan di wajah si pelayan. Tapi aku menunjukkan wajah penuh permohonan, membuat si pelayan tidak tega, mungkin.

"Harus nunggu close order, Kak. Bang Gara nggak suka kalo diganggu saat bekerja."

Aaah Gara namanya.

"Oke," jawabku sambil membentuk lingkaran dengan jari telunjuk dan jempol. "tolong nanti disampaikan ke Bang Gara ya, Mbak."

Aku mengamati laki-laki tersebut. Akhirnya aku punya kesempatan bertemu dengannya. Tidak sia-sia aku berdiam di cafe ini selama hampir tiga jam dan menghabiskan hampir tiga cangkir latte.

Laki-laki itu masih sibuk dengan racikannya. Aku akan menunggu beberapa saat lagi sampai cafe ini lebih lengang. Sepertinya sudah banyak yang akan beranjak keluar dari cafe. Sekali lagi aku memesan vanilla latte untuk menemaniku menikmati pemandangan lalu lintas di luar cafe.

"Maaf, Mbak nyari saya?" Suara bariton yang terdengar tegas namun juga ramah itu memecahkan lamunanku. Terlihat jelas raut wajah bingung sekaligus ingin tahu dari lelaki ini.

"Saya Naura, salah satu pelanggan setia cafe ini." ucapku sambil mengulurkan tangan untuk saling berjabat tangan. Lelaki di depanku yang ku tahu bernama Gara ini segera menyambut uluran tanganku.

"Gara. Ah ya, saya sering melihat kamu. Pelanggan dengan senyum manis yang tidak mungkin bisa dilupakan begitu saja." Aku tertawa garing mendengar bagaimana manisnya kata-kata laki-laki ini. Padahal kami baru bertemu. Dia ini, terlalu manis atau terlalu playboy?

"Iya Mas, saya mau nanya aja. Saya sering ke sini karena suka sekali dengan latte di sini. Dan empat bulan lalu, saya memesan Green tea latte. Rasanya sangat berbeda dengan yang biasanya. Dan saya jatuh cinta dengan green tea latte tersebut. Sayangnya..," Aku sengaja menjeda ceritaku, mencari kata-kata yang tepat. "entah kenapa saya merasa latte yang saya coba empat bulan lalu sedikit berbeda dengan latte-latte selanjutnya. Bukannya saya nggak suka dengan latte lainnya, tapi entah mengapa lidah saya sudah cinta dengan latte itu. Apa memang yang bikin beda orang ya? Tapi infonya di sini hanya ada satu barista." ucapku diakhiri dengan kalimat tanya untuk memastikan.

Awalnya Gara terlihat mengerutkan kening, sepertinya ikut bingung dengan ucapanku. Tapi beberapa detik berlalu dan Gara segera mengulas senyumnya.

"Memang benar barista di cafe ini hanya satu. Tapi saya punya asisten yang sedang belajar menjadi barista. Kemungkinan saat itu dia yang membuat latte untuk Mbak. Cuma memang beberapa bulan ini dia jarang gabung di cafe." jelas Gara yang langsung membuatku kecewa. Aku ingin merasakan lattenya lagi.

"Tapi ....," aku memotong ucapan Gara cepat, sedikit memiringkan kepala sambil menatap lekat ke arah barista tersebut, "caramel machiatto yang aku pesan tadi, mengingatkanku pada green tea latte empat bulan lalu."

Terlihat barista mengerutkan kening sesaat, kemudian terlihat salah tingkah. Hanya berlangsung sesaat karena kini ia sedang tersenyum jenaka. Aku hanya menaikkan satu alis.

Love You, Latte! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang