Prolog

21.8K 1K 26
                                    

Hari ini adalah hari pernikahan orang yang paling aku cintai. Bohong bila aku berkata turut bahagia atas pernikahannya, sedang ia menikah dengan orang lain. Bukan denganku. Aku sudah merelakan dia bahagia dengan wanita pilihannya. Namun, hati ini masih terasa diremas bahkan seolah ditusuk ribuan jarum jika mengingat senyumnya hanya akan menghiasi hidup wanita lain. Wanita yang sialnya sangat beruntung!

Siapa bilang ikhlas itu mudah? Meski berulang kali mensugesti diri untuk mengikhlaskan keputusannya, namun tetap saja hati bagai diiris sembilu tiap kali mengingat namanya.

Jadi, di sinilah aku. Berada di antara kerumunan orang yang memiliki tujuan sama denganku. Bepergian. Aku memutuskan untuk lari menjauh dari kota ini, di hari pernikahannya.

Aku menyerah kalah. Seberapapun aku berusaha menguatkan hati, toh nyatanya aku tetap tidak sanggup jika harus melihat Rava, orang yang sangat kucintai, menikah dengan wanita lain. Hatiku terlalu sakit dan hancur. Salahkan diriku sendiri yang terlalu memupuk cinta dan berharap banyak selama 17 tahun untuk lelaki yang bahkan melihatku pun tidak.

Aku memandang vanilla latte di hadapanku. Menyesapnya sedikit. Aroma vanilla langsung menyeruak di indra penciumanku dan rasa manis susu serta pahitnya espresso yang bercampur dengan kadar yang pas segera menyapa indra perasaku. Perpaduan yang sangat kusuka. Manis namun tetap terasa pahit. Mengingatkanku bahwa dalam manisnya hidup pastilah ada kepahitan yang akan memberiku pelajaran hidup.

"Woi, ngelamun aja kak!" Suara lantang Rana, sepupu dari pria yang amat kucintai sekaligus teman masa kecilku, menyadarkanku dari lamunan.

"Hei, Ra," sapaku kembali sambil melirik ke arah Rana yang sepertinya sudah siap pergi dengan membawa satu tas koper kecil. Aku menaikkan satu alis.

"Lo mau kabur?"

"Gue udah kasih kado lo ke mereka, udah sampein pesen lo ke mereka. Mestinya gue udah balik siang ini setelah akad nikah mereka. Tapi karena lo minta tolong gue, akhirnya ketunda sampe sore begini, Kak," ucap Rana panjang lebar. Hubungan kami memang sempat renggang karena keputusan bodohku yang hendak memisahkan Rava dan Dyandra dengan cara licik. Kala itu Rana benar-benar marah dan hendak menghancurkan bisnis keluargaku kalau saja Rava dan Artha tidak menghentikannya. Meski sebenarnya aku tidak bisa dibilang bersyukur untuk hal itu. Entahlah.

Kini kami kembali akrab karena satu situasi yang sama, sama-sama sedang hancur hatinya. Lagipula aku sudah meminta maaf kepada semua orang atas tindakan bodohku.

"Beneran mau kabur lo? Kemana? Balik Seoul?" tanyaku yang tidak habis pikir dengan pola pikir Rana yang selalu suka main petak umpet dengan keluarganya sendiri. Aku bahkan masih ingat terakhir kali dia menghilang di Korea selama beberapa tahun. Dan kini ia mengulanginya lagi, karena Kak Haviz, lagi.

"RA-HA-SI-A." jawab Rana sambil menyilangkan kedua tangankan membentuk tanda X. "Gue nggak mau ada yang tau kemana gue pergi. Gue beneran masih pengen sendiri. Kak Chyn juga mau kabur kan? Sama lah kita senasib." lanjutnya lagi sambil mengerling padaku. Like we have the same situation. No, we're not! Aku nggak merahasiakan kepergianku.

"Bedanya gue kabur tapi nggak pake rahasia-rahasiaan ya, Ra."

"Karena keluarga lo nggak kelewat lebay kalau menyangkut perasaan dan pernikahan kayak keluarga gue." Ucapannya terdengar sendu, dan itu selalu membuatku ingin mengetok kepalanya yang memiliki pemikiran yang aneh. Kelewat lebay? Aku bahkan iri dan ingin punya keluarga sepertinya.

"Justru keluarga lo yang lebay begitu yang jadi impian gue, Ra."

"Ck. Coba aja kalau udah ngerasain sendiri. Dijamin lo bakal tunggang langgang," cibirnya sambil terkikik. Entah apa yang lucu menurutnua. Belum sempat aku menimpali ucapannya, Rana sudah kembali berucap, "Udah ah. Gue duluan ya Kak"

Rana memelukku. Pelukan yang terasa hangat dan menyenangkan. Like it used to be. "Semoga lo bisa segera menata hati dan menemukan seseorang yang lebih baik buat lo. Be happy ya, Kak. Bye!" lanjutnya sambil menempelkan pipinya ke pipiku -cipika cipiki-. Selanjutnya Rana segera berlari sambil melambaikan satu tangannya.

"Rana, wait! Iiissh kok main kabur aja sih." Aku menggerutu sendiri karena tidak bisa mengejar Rana. Percuma dikejar. Aku bahkan masih menunggu makananku jadi. Biarlah dia dengan keputusannya sendiri.

"Semoga lo juga bahagia Ra."

******TBC

Aku revisi ulang yaaaah...
Maap menuh-menuhin notif.
Dan maaf belom bisa lanjutin Two Hearts. Masih Stuck.

Aku sedang dalam fase nggak PD dengan tulisanku. Makanya pengen revisi.

Lagu yang di mulmed, itu lagu mungkin suara Hati Naura banget. bisa didengerin sambil baca.

Semoga suka ya..

ditunggu vote commentnya.. 😘😘

17.12.2017 - revised on 06.10.2018

Love You, Latte! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang