3 - Allies

9.8K 722 13
                                    

At night when the stars
light up my room
i sit by myself

***

"Jessi kemana ya Nit?" tanya Dante, General Manajer di perusahaan ini kepada Nita dan terdengar jelas di telingaku. Dia sedari tadi sepertinya bingung mencari, Jessi, sekretarisnya yang memang belum nampak sejak pagi.

"Saya nggak tau, Pak. Dari pagi belum kelihatan." Itu jawaban Nita.

"Shit!! I need her this morning. Kenapa dia harus ngilang saat penting begini. Dia mestinya menemui salah satu klien kita di hotel. Kalau kamu aja gimana? Please gantiin Jessi, Nit. Kamu tau sendiri Pak Aldric bakal marah kalau sampai perintahnya ga dijalankan." Ucap Dante memohon bantuan pada Nita. Aku masih berkutat dengan laptopku. Namun, pembicaraan mereka jelas terdengar di telingaku. Aku sangat tau Aldric, dia nggak menoleransi kelalaian.

"Maaf Pak. Saya masih harus menyiapkan bahan rapat Pak Wijaya. Beliau ada rapat satu jam lagi." Om Wijaya memang sedang ke kantor beberapa hari ini, tidak seperti biasanya yang hanya akan datang sesekali. Oleh karenanya Nita dibuat kalang kabut oleh permintaan Om Wijaya.

Ah ya, Om Wijaya adalah papa Aldric. Komisaris perusahaan ini. Chairman, bahasa kerennya.

"Juna kemana? Dia aja yang gantiin deh?" tanya Dante kembali mencoba mencari solusi.

"Juna baru aja pergi pak, ke rumah Pak Dimas. Pak Dimas nya sakit dan minta kerjaan di bawa ke rumahnya."

Oke, he's in trouble. Aldric bisa ngamuk besar. Ini sepele, tapi bisa berantakan karena kelalaian. Dan aku nggak mungkin membiarkan begitu saja. Mungkin aku bisa membantu.

"Saya yang gantikan Mbak Jessi aja, Pak." ucapku menawarkan solusi.

"Nggak bisa, Naura. Kamu sekretarisnya Pak Aldric. Kamu pasti mendampingi beliau rapat pagi ini. Lagipula, Pak Aldric bisa makin marah lagi kalau tau saya sembarangan nyuruh asistennya." tolak Dante cepat. Memang benar, Aldric tidak membolehkan siapapun menyuruhku seenaknya tanpa persetujuannya. Membuat semua orang menganggap aku diperlakukan istimewa. Itulah kenapa trio kwek-kwek semakin tidak menyukaiku.

"Kalau itu, biar nanti saya yang bicara sama Pak Aldric. Lagipula, hari ini saya tidak mendampingi beliau rapat." jelasku kepada Dante. Yang akhirnya dengan berat hati harus ia setujui karena tidak ada lagi yang bisa membantunya.

Setelah persetujuan dari Dante, aku segera menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan Aldric untuk rapat. Sebelumnya aku pamit ke Aldric, mengatakan bahwa ada urusan penting sehingga harus pergi sebentar. Aldric pun memperbolehkanku, tentu saja. Selanjutnya aku pun segera menyelesaikan pekerjaan Jessi tersebut melaporkan kepada Dante begitu semuanya selesai.

***

"Thanks ya Naura. Bahkan Pak Aldric nggak membahas masalah ini sedikitpun." ucap Dante yang kini sedang berdiri tepat di depan meja kerjaku. Suasana memang lengang, karena Aldric sedang keluar bersama Om Wijaya, ayahnya, untuk urusan pekerjaan tentunya.

"Well, saya nggak bilang yang sebenarnya ke Pak Aldric. Saya tau persis dia bisa murka kalau tau. Tadi saya hanya bilang kalau saya ada urusan sebentar di luar kantor," jawabku singkat sebelum kembali melanjutkan. "jadi kalau bisa, Pak Aldric nggak perlu tau hal ini ya Pak." lanjutku sambil mengedipkan satu mata ke arahnya. Dante pun merespon dengan membentuk ibu jari dan telunjuknya membentuk lingkaran tanda "ok".

Love You, Latte! (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang