Nick ikut mengatur napasnya—kala ditarik Anna untuk lari tadi—dengan menunduk menumpukan kedua tangannya pada lutut. “Ada apa denganmu? Kau gila? Kita hampir tersandung tadi!”

Anna mengangkat kepala dengan kening berkerut, menatap kesal Nick didepannya yang kini sudah sepenuhnya berdiri tegak. “Kau yang gila mengajakku ke sana!” teriaknya kesal dan mendorong Nick kencang—sampai hampir limbung jatuh ke lantai—lalu berjalan cepat meninggalkan Nick yang menatapnya dengan tampang terbelalak heran.

Anna sudah cukup gila untuk mendapatkan hal-hal aneh semacam kejadian barusan. Sekolah ini gila! Hal-hal yang ada di sini gila! Semuanya gila! Bagaimana mungkin ruangan yang katanya tidak boleh dimasuki orang itu bisa menampakan mata melotot di celah pintu? Bagaimana mungkin ada yang tinggal di dalam ruang gelap tak terurus seperti itu? kecuali… kalau memang ada yang tinggal di sana…

Tapi itu tidak mungkin! Semuanya tidak masuk akal! Siapa pula yang mau hidup dengan tidak jelas seperti itu? tidak ada. Tidak dengan Anna yang bahkan hidupnya sudah mulai hancur untuk melihat hantu setiap harinya. Kepalanya terasa mau meledak memikirkan hal-hal tadi. sesuatu mungkin bisa mengalihkan pikirannya. Satu tujuannya. Kelas biologi. Pelajarannya kali ini.

---o0o---

Matanya menatap pada layar dan tubuhnya bersender pada kepala ranjang. Ponsel itu masih utuh hingga sekarang dengan baterai yang kian menipis. Dan mungkin beberapa jam lagi sudah akan habis. Begitu pula dengan kenyataan bahwa tiap-tiap kamar di Charters tidak disediakan stop kontak, satu pun tidak. Membuat Anna semakin tidak tahan tinggal di asrama itu.

Pintu kamarnya terbuka, menampakan Kelly yang masuk dengan tangannya yang sibuk dengan handuk dikepalanya—untuk mengeringkan rambut. Jelas beberapa puluh menit yang lalu gadis itu pamit untuk mandi.

“Kukira kau sudah tidur.” Katanya ketika melihat Anna masih setia di atas ranjang dengan mata yang belum terpejam.

“Sebentar lagi.” kata Anna pendek. Sementara Kelly sibuk di depan cermin dengan berbagai alat kecantikannya.

Anna menggeser posisi tidurnya agar lebih nyaman, dan mulai menonaktifkan ponsel.  “Malam, Kelly.” Katanya sambil menarik selimut sampai kepala, menutupi seluruh tubuhnya.

*

Satu tangan menjambak rambutnya kasar, menyentakannya dari tidur malam. Menyeret Anna yang kini memberontak, dan kembali menjambaki rambutnya kasar seakan yang dihadapinya hanya lah binatang tanpa harus memperdulikan teriakan-teriakan kesakita dari bibir mungil itu.

Alana masih menyeretnya keluar dari kamar dan masih memandanginya tanjang dengan penuh aura marah yang memancar. “Lepaskan aku, apa yang kau lakukan?!”

“Kau bocah tak berguna! Hidupmu menyusahkanku! Kau menghambat semuanya! Kau menghambat apa yang sudah kurencanakan!”

Alana masih menyeret Anna kasar tak berperikemanusiaan, bahkan untuk menuruni tangga pun tanpa hati-hati dia masih menyeret kasar tanpa memperdulikan betapa sakitnya tubuh itu terseret-seret di atas undakan tangga. Anna masih berteriak histeris kesakitan, dan sesekali berkata tolong meski tak yakin akan ada yang menolongnya.

“Lepaskan aku dasar psikopat!”

Tanpa memperdulikan permintaan Anna, Alana masih dengan kejamnya menyeret Anna dan kini memasuki gudang. “Apa yang kau lakukan?! Lepaskan Aku!” Anna memberontak dengan menarik-narik tubuhnya menjauhi Alana agar bisa kabur dari wanita itu, meskipun tubuhnya sakit dan cengkraman tangan-tangan kasar Alana membuatnya semakin sakit.

“Diam!”

Alana kembali menyeretnya memasuki ruangan di dalam gudang itu. Dan mendorong Anna kasar ke lantai tanpa memperdulikan Anna yang merintih kesakitan. Di sana, di sebelah Anna sudah ada koper besar yang bahkan besarnya melebihi dirinya. Anna berusaha bangkit meksi tubuhnya sakit dan penuh luka sana-sini, berusaha kabur dari wanita psikopat dihadapannya.

Tapi tetap saja, dengan semangat menyiksanya Alana berhasil menangkap Anna kembali dan kembali membantingnya ke lantai. Dia mulai mendekati gadis itu dengan sebuah suntikan di tangannya. “Mau kemana kau, hah? Urusan kita belum selesai, bocah. Aku hanya tinggal menyingkirkanmu, dan semuanya akan beres. Aku hidup bahagia, dan kau bahagia di neraka.” Ucapnya sambil tertawa sinis.

Anna memberontak, bahkan memukul dan mencakar Alana. Tidak peduli dengan Alana yang akan mendapat luka-luka akibatnya, yang terpenting adalah bagaimana cara dia untuk kabur kali ini.

Merasakan sakit disekujur badannya akibat dicakar dan dipukuli Anna, membuat Alana menampar gadis itu kencang. Menimbulkan kemerahan disekitan pipi gadis itu juga seberkas noda merah di sudut bibir Anna. Anna meringis kesakitan, matanya memanas, dan tanpa sadar air matanya turun, dan rasa perih dirasa ketika air matanya meluncur melewati bagian pipinya yang memerah bekas tamparan.

Lagi. Hal itu tak menyulutkan niatnya untuk terbebas dari cengkraman wanita psikopat. Anna masih memukuli Alana dengan kekuatannya yang tersisa. Juga dengan tangisnya yang pecah.

“Kau tahu, Laura? Andaikan kau mau mengikuti semua permintaanku mungkin hasilnya tak akan begini, kita masih bisa bersama, dan kau akan ku angkat sebagai anak gadisku yang manis. Namun sayangnya kau memilih jalan lain, jadi terima saja jalanmu ini. Selamat tinggal…” ucapnya disertai senyum kemenangan ketika berhasil menancapkan suntikan pada lengan Anna. Mengirimkan cairan di dalam suntikan tersebut ke tubuh Anna.

Sedetik kemudian, tubuh Anna serasa melemas tak berdaya. Seakan tak memiliki kekuatan lagi untuk terus mencakar wanita yang sersenyum di depannya. Pelan-pelan matanya menutup dan ambruk ke lantai. Sekujur tubuhnya mati rasa. Yang ia rasakan hanyalah tubuhnya yang seperti terlipat-lipat dan pasokan udara yang semakin menurun. Membuatnya sesak dan kehabisan napas.

 yang ini lebih panjangan dari yg kmrn haha

I'm Laura [Charters School]Where stories live. Discover now