Sedetik kemudian Chanwoo tersenyum. Yunhyeong menelan ludah, gugup. Ia tahu, itu adalah senyum palsu yang sangat dipaksakan. Yang entah mengapa sedikit menakutkan karena Chanwoo yang melakukannya.

"Ah, begitu... yasudah ayo masuk kelas."

Dan yang Yunhyeong tidak tahu, Chanwoo mengetahui semua alasan Yunhyeong tidak menemuinya kemarin. Ia tahu dari Mino bahwa kekasihnya itu duduk di tribun lapangan futsal, bahkan ikut menyemangati Junhoe. Chanwoo hanya ingin mengetes Yunhyeong, ia ingin mendengarkan apa yang akan keluar dari bibir Yunhyeong. Dan hati Chanwoo seperti tersayat ketika Yunhyeong tidak mengatakan yang sebenarnya.

•••••••

Junhoe tersenyum kecut, sudah tiga hari ini ia tidak bicara pada Yunhyeong. Mungkin memang seharusnya begitu, Yunhyeong lebih bahagia bersama Chanwoo dan ia hanya bisa menatap mereka berdua dari jauh sambil merutuki kebodohannya.

Junhoe memarkirkan motornya di dalam garasi rumahnya, melepas helmnya, dan masuk ke dalam rumah melalui pintu utama. Kemudian ia menghentikan langkahnya sejenak ketika mendapati Pengacara Kim sedang duduk di ruang tamu bersama sosok yang telah mengecewakannya yaitu Ibu kandungnya. Menyadari kehadiran Junhoe, kedua sosok yang sedang bercengkerama itu beralih menatap Junhoe. Namun, lelaki bersurai hitam itu mendesah malas, ia melanjutkan langkahnya melewati mereka berdua dan menaiki tangga.

"Tuan muda, ada sesuatu yang ingin dibicarakan oleh Nyonya Koo."

"Sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, Pengacara Kim."

"Tapi, ini mengenai perusahaan Tuan besar Koo, Tuan muda," seketika langkah Junhoe terhenti, "Nyonya Koo ingin mengambil alih perusahaan dan meminta Tuan Muda untuk menandatangani perjanjiannya."

Junhoe berbalik, melangkahkan kakinya mendekat ke arah mereka berdua.

"Wanita ini," Junhoe menunjuk Kim Jisoo dengan telunjuknya, "Sudah tidak berhak lagi mencampuri segala tentang perusahaan Ayah. Dia bukan lagi bagian dari keluarga Koo!"

"Jaga ucapanmu, Junhoe!" Kim Jisoo angkat bicara, ia merasa darahnya mendidih karena ucapan Junhoe.

"Apa? Bukannya kau sendiri yang mengatakannya?! Kau tidak mengakuiku lagi 'kan?!"

PLAK!!!


Junhoe memegangi pipi kanannya setelah mendapat tamparan dari Ibunya.

"Ehm, Nyonya, sebaiknya anda—" sebelum Pengacara Kim menyelesaikan kalimatnya, Kim Jisoo dengan cepat menyela ucapannya.

"Lebih baik kau keluar dulu, aku ada urusan dengan anak ini!"

"Baiklah. Kalau begitu, saya permisi," Pengacara Kim membungkuk hormat sebelum meninggalkan pasangan Ibu dan Anak itu di ruang tamu.

"Aku tidak akan membiarkan perusahaan Ayah jatuh di tanganmu!" Junhoe memberanikan diri untuk menatap Ibu biologisnya itu.

"Kau tidak berhak untuk apapun! Kau hanyalah anak kecil yang naif dan bodoh! Kau sama sekali tidak pantas!"

"Ayah mewariskan Koo Corporation untuk ku pimpin suatu saat nanti. Ayah berpesan bahwa perusahaannya tidak boleh jatuh di tanganmu!"

"Lalu, kau menuruti Ayahmu yang bodoh itu?"

"Pria yang kau sebut bodoh itu adalah suamimu! Dan tentu saja aku akan mengabulkan permintaan terakhirnya itu! Aku berani bertaruh, kau pasti akan menjual perusahaan Ayah setelah itu."

PLAKKK!!!

Sebuah tamparan lagi-lagi mendarat di pipi kanan Junhoe, kali ini lebih keras hingga mengeluarkan darah di sudut bibirnya.

Lelaki tampan itu mengeraskan rahangnya, "Itu adalah tugasku, untuk mempertahankan apa yang sudah menjadi tanggung jawabku. Dan kau, seseorang yang meninggalkanku dan Ayah selama bertahun-tahun, kemudian kembali lagi setelah Ayah meninggal untuk mengambil alih Koo Corporation, apa benar kau memang tebal muka?"

BUGH!


"Mulutmu itu memang harus diajarkan tata krama, Koo Junhoe!" wanita itu terus memukuli kepala Junhoe. Lelaki tampan itu sama sekali tidak memberontak ketika pukulan mendarat di kepalanya bertubi-tubi. Ia pikir dengan memukulinya begini dapat membuat Ibunya puas. Hingga akhirnya Junhoe duduk bersimpuh di hadapan wanita yang berstatus sebagai Ibu biologisnya itu.

"Eomma..." pukulan Jisoo di kepalan Junhoe terhenti, "Sudah lama aku ingin memanggilmu seperti itu lagi."

"Kau memanggilku apa tadi?"

"Eomma, biarkan aku memanggilmu begitu. Setidaknya mungkin ini akan menjadi terakhir kali aku memanggilmu begitu," Kim Jisoo bisa melihat bahu lelaki yang bersimpuh di hadapannya itu bergetar pelan.

"Sudah berapa kali kubilang?! Jangan panggil aku-"

"Eomma... tidak bisakah kau melihatku sebagai seorang anak biasa? Aku benar-benar tidak tahu apa kesalahanku hingga membuatmu meninggalkanku sendirian saat itu."

"....."

"Aku menyadarinya, semarah apapun, sekecewa apapun aku kepadamu tidak akan mengurangi rasa rinduku pada Eomma."

"....."

"Aku tidak meminta apapun darimu. Aku hanya ingin kau mengakuiku dan memelukku seperti layaknya seorang Ibu, itu sudah lebih dari cukup. Bisakah kau mengabulkannya?" Junhoe menutup kedua kelopak matanya, alisnya mengerut. Ia membiarkan air mata merembes dan melewati bulu matanya.

Suara derap langkah yang menjauh memenuhi indera pendengarannya, Junhoe kemudian membuka kelopak matanya. Sepasang kaki berhak tinggi itu sudah tidak ada, ia menoleh ke arah pintu yang sudah terbuka lebar. Ibunya itu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Junhoe tersenyum pahit. Ia masih duduk bersimpuh dengan tangan kanannya yang meremas helai rambutnya. Apa yang harus ia lakukan selanjutnya? Mungkin memang tidak ada hal yang bisa ia lakukan untuk memperbaiki semua kekacauan ini.









TBC~

11-12-2017

galaxyhair

Uncertain • JunHyeong •Where stories live. Discover now