Chapter 4

729 114 81
                                        

Yunhyeong mengerutkan keningnya, pagi itu saat baru saja duduk di mejanya, lagi-lagi ia mendapati sekotak bekal dan susu kotak di atas mejanya dengan secarik memo yang menempel di atasnya. Yunhyeong kemudian membaca tulisan pada memo itu,

Lagi-lagi kau melewatkan sarapanmu. 
Jangan sampai telat makan, Yun!♡

Kata-katanya selalu sama. Tidak ada nama atau inisial di memo tersebut. Yunhyeong penasaran, siapakah pengirimnya? Mengapa ia tahu kapan saja Yunhyeong melewatkan sarapannya dirumah? Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas, teman-teman sekelasnya beraktifitas seperti biasanya, tidak ada yang mencurigakan.

"Hai!" tiba-tiba Junhoe datang dan menduduki kursi di depan Yunhyeong yang kosong, duduk menghadapnya.

Yunhyeong menatap Junhoe heran, bisa-bisanya ia tersenyum idiot seperti itu. Seolah-olah tidak ada apa-apa. Insiden sabtu kemarin seperti bukan apa-apa bagi Junhoe. Ia menganggapnya seperti angin lalu.

Yunhyeong memicingkan matanya menyelidik, curiga dengan Junhoe yang kini masih setia menunjukkan senyum menjijikkannya.

"Kau... tidak berbuat hal yang aneh-aneh, kan?"

"Memangnya aku berbuat apa?" Junhoe malah balik bertanya.

Yunhyeong menengadahkan telapak tangannya di depan Junhoe, "Coba sini ku lihat tanganmu!"

Junhoe mengerti maksud Yunhyeong, ia menunjukkan lengan kirinya, "Lihat! Aku tidak melukai tanganku lagi."

Yunhyeong memegang tangan kiri Junhoe, mengamatinya lekat. Tidak ada bekas luka baru, walaupun luka sayatan yang ia buat setahun lalu masih membekas. Yunhyeong tertegun, ia mengingat bagaimana dirinya menangis saat mengobati luka Junhoe waktu itu.

Yunhyeong menghela napas, "Hm, baiklah."

Junhoe tersenyum menang. Ia melirik kotak bekal di atas meja Yunhyeong, "Lebih baik sekarang kau makan bekalmu saja."

Yunhyeong menurut, ia membuka kotak makan—yang entah pemberian siapa—itu. Isinya; nasi, telur mata sapi, daging sapi panggang dan kimchi. Yunhyeong mulai memakannya dengan lahap. Junhoe terus saja menatapnya sambil tersenyum.

Yunhyeong kemudian terdiam, merasa masih ada yang mengganjal dalam hatinya. Ia menghentikan kegiatan sarapannya itu setelah suapan ke delapan dan buru-buru meminum susu kotaknya.

Kemudian ia beralih menatap curiga Junhoe yang masih duduk di depannya, "Kemarikan tangan kananmu!"

"Ne?"

Yunhyeong menengadahkan telapak tangannya, "Kemarikan, Koo Junhoe!"

"Memangnya ada apa?"

"Sudah, perlihatkan saja padaku!"

"Tangan kananku tidak apa-apa, Song."

"Kalau begitu perlihatkan tangan kananmu kalau memang tidak apa-apa!"

Yunhyeong berdiri dari duduknya, memajukan badannya dan mencoba meraih tangan kanan Junhoe yang selalu berhasil di tepis oleh lelaki bermarga Koo itu. Mereka berdua tidak sadar sudah menjadi pusat perhatian seisi kelas.

"Cepat kemarikan, Junhoe!"

"Tidak mau!"

"Yak! Cepat perlihatkan tanganmu atau kau ku bunuh, Koo!"

Dengan gesit, Yunhyeong menjauhkan tangan kiri Junhoe, menahan bahunya, lalu menangkap tangan kanan Junhoe dan menariknya.

Kemudian, apa yang ditangkap oleh mata Yunhyeong membuatnya tercengang. Ia menatap prihatin lengan kanan Junhoe yang kini dihiasi luka sayatan dengan bekas darah yang mengering dan masih terlihat baru. Dulu, yang ia tahu Junhoe hanya menyayat tangan kirinya, kemudian berjanji pada Yunhyeong untuk tidak melakukannya lagi. Namun, Junhoe kembali membuat luka sayatan lagi di sepanjang pergelangan tangan kanannya. Hati Yunhyeong kembali merasakan perasaan yang sama seperti setahun yang lalu ketika pertama kali mengetahui Junhoe melukai dirinya sendiri. Ia memejamkan matanya dan menghembuskan napas kasar.

Uncertain • JunHyeong •Where stories live. Discover now