39. Wounds Heal

Mulai dari awal
                                    

Dengan bahu yang naik turun, Cyde beralih mendekati tempat Silvana berbaring. Noda kemerahan mengotori bantalan yang jadi alas kepalanya. Tangan Cyde menangkup wajah pucat gadis itu.

"Jelaskan padaku," tuntutnya tajam pada tabib.

Sang Tabib menelan ludah. Wajah menyeramkan Cyde ketika marah hampir mirip dengan Var.

"Lehernya disayat. Lukanya hampir mengenai arteri. Saya sudah berusaha menekan pendarahan. Sekarang kita hanya bisa menunggu. Jika tadi terlambat sedikit saja, dia mungkin sudah mati."

Cyde bangkit berdiri. Dia melemparkan tatapan tajam pada Var, lalu beralih memandang Fiona.

"Dia harus kembali ke Vighę," kata laki-laki itu. Saking kalutnya, dia mungkin akan langsung melontarkan kalimat sumpah serapah jika seseorang berusaha berkompromi, apalagi menentang keputusannya.

Kia hadir di saat yang hampir bersamaan. Raut tanpa ekspresi yang dia miliki, membuat laki-laki itu terkesan tenang. Untungnya Cyde terlalu gusar untuk menyadari reaksi Kia yang aneh padahal mereka bisa melihat kondisi Silvana. Cyde melangkah ke balkon. Dia bersiul nyaring memanggil Didasilė-burung hantu miliknya.

Namun sebelum Cyde menerbangkan Didasilė untuk mengirim pesan, seorang prajurit menerobos masuk dengan tergesa-gesa. Var mengernyit.

"Tuan Varoscar, ini memang bukan kabar resmi tapi.. Yang Mulia Raja sedang dalam perjalanan ke sini."

Seakan disambar petir, Var, Cyde, Kia dan Fiona kontan membelalak. Tentu saja ada kemungkinan jika kedatangan Ghaloth dikarenakan ingin mencari tahu kejadian semalam yang kabarnya menyebar heboh ke mana-mana. Banyak prajurit tewas karena kejadian itu. Meski mereka akhirnya menemukan sarang perompak, Ghaloth tidak akan senang karena jumlah prajurit yang tewas tidak sedikit. Namun terlepas dari masalah itu sekarang...

"Kenapa harus di saat seperti ini?" Fiona menggigit bibir-panik.

"Apa ada kemungkinan dia tahu soal Silvana?" Lagi-lagi pandangan tajam Cyde mengarah ke Var, menyudutkan laki-laki itu. Var memang belum menemukan cara supaya Cyde menerima dalih yang dirinya buat. Tapi demi apa pun, kapan dia akan berhenti menghujami Var dengan tuduhan-tuduhan spontan?

"Putri harus dibawa pergi secepatnya!" kata Fiona.

"Aku akan membawanya dengan kudaku," balas Cyde di detik yang sama. Kepanikan meliputi mereka, tidak terkecuali Kia.

"Tidak."

Mereka kontan menoleh ke arah yang sama di mana Var mendadak berucap tidak setuju. Mata Cyde menyipit, sedangkan Fiona dan Kia memandang laki-laki itu penuh arti.

"Aku bisa membawanya pergi jauh lebih cepat dari kuda mana pun di dunia ini," klaim Var yang seketika memancing kembali emosi Cyde. Dia bahkan bergeming saat Cyde mencengkeram kerahnya lagi.

"Apa yang kau lakukan lebih dari cukup," geram Cyde. Segala hal yang ada pada Var meruntuhkan kepercayaannya tanpa sisa. Tidak disangka-sangka Kia menepuk pundaknya pelan. Mengerjap, Cyde menemukan raut memohon dari Kia. "Apa?" Cyde mengernyit.

"Biarkan Var membawanya."

Mereka dikejutkan lagi oleh satu orang yang hadir. Masih dalam keadaan terluka dan langkah yang bergerak tertatih, dia berusaha untuk berdiri tegap dibantu oleh tangan kirinya yang menumpu pada bingkai pintu. Dilihat sekilas, penampilannya masih kacau balau. Pembebat menutup lukanya di sana-sini. Noda kemerahan pun tercetak jelas menembus pembebat putih di bagian dadanya.

Bukan hanya Var, Cyde dan Fiona pun tercengang. Padahal dengan luka separah itu, seharusnya dia sudah mati! Tabib pun menyerah mengobatinya, jadi bagaimana bisa..

Silver Maiden [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang