Kesalahpahaman

1K 73 0
                                    

"Keberadaanmu meyakinkanku bahwa semua akan baik-baik saja"

Joo masih menangis tersedu-sedu dalam ruangan tersebut. Ren menyadari bahwa gadisnya tak ada dibelakangnya, kemudian ia mencari keberadaan gadis itu. Ia melangkahkan kembali kakinya menuju taman namun tak ditemukannya. Hingga langkahnya terhenti setelah mendengar suara tangisan dari sebuah ruangan. Langkahnya mulai perlahan mendekati ruangan tersebut, ia hanya berharap bahwa gadisnya tidak berada disana. Namun perasaannya tak terbalaskan karena ia menemukan gadisnya yang sedang menangis disana.

"Sayang.. Kamu kok disini?"

Joo hanya terdiam, ia menyeka air matanya dengan kedua tangannya. Ren mulai mendekati gadis itu namun ia berjalan mundur. Ren bingung dengan keadaan sekarang ia melihat gadisnya menangis dan memeluk erat sebuah bingkai foto dalam dekapannya. Nafasnya masih belum bisa terkontrol, berkali-kali ia menghembuskan nafasnya dan mulai tenang. Sesak dalam dadanya masih terasa begitu menyakitkan. Bayangan akan kejadian yang akan terjadi mulai melintas dalam benaknya.

"Aku mau tanya satu hal sama kamu, ini.."

Ia menyerahkan bingkai foto tersebut kepada Ren, lelaki itu mengamati foto yang telah ada dalam tangannya. Kerut dalam keningnya mulai muncul, ia memejamkan kedua matanya. Ingatan akan kejadian menyakitkan itu melintas dalam benaknya. Ren menguatkan pegangannya pada bingkai foto tersebut hingga kedua jari-jarinya memerah.

"Kenapa foto ini ada disini? Jawab! Kenapa foto kakakku ada disini?!"

"Kakakmu? Jadi.. Karel, kakakkmu?"

Ren terbata-bata menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulut gadis itu. Tangannya gemetar hebat, matanya terlihat sangat bingung lelaki itu menggigit bibir bawahnya. Ren mulai menatap kedua bola mata Joo yang masih berair. Tangan Ren masih bisa ia tahan untuk tidak memegang Joo, ia mengerti apa yang sedang gadis itu pikirkan. Dalam keadaan seperti ini jika Ren memeluk, memegang ataupun menyeka air mata yang ada pada kedua pipinya maka gadis itu akan semakin marah dan berontak.

"Aku akan jelasin semuanya, jadi kamu harus tenang."

"Tenang? Menurut kamu aku harus tenang? Coba kamu pikir, jika seseorang yang telah menyebabkan kematian kakakmu ada dihadapanmu dan kamu bilang aku harus tenang?"

"Apa maksudmu? Jadi kamu pikir aku penyebab kakakmu meninggal? Sesempit itukah jalan pikiranmu?"

"Jadi aku harus percaya dengan apa yang kamu katakan sekarang? Setelah sekian lama aku menunggu kesempatan untuk bertemu dengan pembunuh kakakku dan sekarang.. Dia ada dihadapanku! Apa aku masih harus tenang?"

"Akan kuberitahu satu hal padamu, aku bukanlah pembunuh kakakmu. Bukan aku orangnya, selama ini kamu salahpaham."

"Apa aku harus percaya?"

"Tentu saja! Untuk apa aku berbohong? Aku bakalan cerita semuanya, jadi.. 2 tahun yang lalu aku, kakakmu dan teman-teman yang lain pergi ke kost salah satu teman kita yang namanya Rendy. Malam itu kita ada pesta dan salah satu teman kami ada yang bawa miras dan narkoba, awalnya kami menolak namun kakakmu.. terus saja memaksa untuk meminum apapun yang telah disediakan. Malam itu aku nggak ikut minum, aku keluar cari udara segar bareng salah satu temenku namanya Gerry. Dan saat kita kembali semuanya udah berantakan, semuanya terkapar nggak berdaya. Sampai ketika aku lihat kondisi satu persatu dari mereka, kondisi kakakmu paling mengenaskan. Busa udah keluar dari mulutnya, dia kejang-kejang hebat. Aku sama Gerry bingung dengan situasinya, kita nggak bisa hubungi polisi. Kalau kita hubungi polisi maka semuanya bakalan ketangkep dan masuk penjara. Jadi kita bantu Karel sebisa mungkin tapi nyawanya nggak bisa ditolong lagi. Maaf Joo, aku nggak bisa tolong Karel."

"Siapa yang bawa narkoba itu? Siapa!!"

"Dia Rendy, tapi dia udah lama meninggal Joo.."

"Jadi please, kamu harus bisa ikhlasin semuanya. Yang udah berlalu, kamu boleh salahin Rendy tapi semuanya akan percuma kan? Dia udah meninggal kita nggak bisa apa-apa dengan orang yang udah meninggal. Jadi kamu harus ikhlas."

Joo tak henti-hentinya menangisi kenyatan pahit yang garus diterimanya. Selama ini ia telah salahpaham terhadap kekasihnya. Pemikiran akan pembunuh kakaknya adalah Ren kini mulai dihilangkannya.

"Nama kalian sama sih Rendy, Ren. Ya.. Gimana aku nggak mikir juga apalagi foto ini ada disini. Maaf ya sayang aku udah nuduh kamu."

"Udah, nggakpapa. Toh kamu juga lagi dalam keadaan emosi jadi aku ngerti."

Joo mengangguk pelan, ia menyeka air matanya. Ren memegang kedua pipi Joo dan tersenyum. Lelaki itu merangkul Joo dan membawanya kembali ke dalam rumah.

"Aku punya sesuatu buat kamu."

Ren berlati kecil menuju kamarnya. Ia kembali ke meja makan dengan membawa sebuah kotak. Ia menyerahkan kotak itu kepada Joo, gadis itu membukanya.

"Woahhh lucu banget, beli dimana?"

"Minggu lalu, kebetulan ada yang jual gelang ukir ini dijalan jadi aku beli deh sepasang. Kamu pake yang nama aku ya."

Ren memasangkan gelang itu dipergelangan tangan Joo. Ia tersenyum kearah gadisnya, beberapa kali ia mengela nafas panjang. Selama 2 bulan ini ia telah melalui banyak hal.

Ia harus menjalani berbagai macam pengobatan. Lelaki itu tidak pernah cerita kepada Joo. Ia tidak ingin gadisnya khawatir dan terganggu konsentrasinya dalam belajar. Ren sangat menyesali perbuatannya sewaktu dulu ketika ia tidak mau mengobati dirinya sendiri.

Dengan keadaan sakitnya ini bahkan membuat Relyn harus mengundurkan jadwal pernikahannya lagi dan lagi. Lelaki itu kini telah memiliki kesadaran sendiri dalam memilih tujuan hidupnya.

"Meski belum semuanya tercapai, setidaknya gue nggak akan sia-siain hidup gue lagi. Sebelum semuanya terlambat."

Malam cepat berganti, Ren duduk termenung di balkon rumahnya. Ia masih menulis semua kenangannya dalam sebuah file. Semua perjalanan hidupnya ada dalam file tersebut. Ia mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.

"Jangan terlalu pikirin gue, lo juga harus pikirin kebahagiaan lo. Sebelum akhirnya gue nggak ada nanti lebih baik lo melangsungkannya akhir bulan ini. Oke?"

Ren menutup telponnya dan meletakkannya di meja. Ia mematikan laptopnya dan masuk kedalam rumah. Relyn yang masih terdiam seribu bahasa masih tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan oleh adik laki-lakinya itu. Ia mencoba menjernihkan pikirannya dan mencerna kata-kata yang telah terucap dari bibir Ren.

"Gue ngerti sekarang. Apa itu amanahnya?"

To be continued...

Our - Don't Forget Me (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang