Aku bahagia melihat tawamu

1.4K 84 3
                                    

"Seketika aku berpikir bagaimana jika nanti aku tidak ingat dirimu lagi? Wajahmu, dan tawamu? Aku tidak ingin itu terjadi"

Ren masih termenung di kamar rawat inapnya dimana ia harus menghabiskan waktu dan hari-harinya diatas ranjang. Ia mulai bosan, Wavi dan Reza belum menjenguknya lagi.

"Mungkin mereka sibuk, sekarang tanggal berapa sih?"

Lelaki itu mengotak-atik layar ponselnya untuk melihat kalender.

"25.. Hah? Oh ya hari ini kan ujian Bahasa. Panteslah mereka nggak dateng."

Ren menghela nafas, tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Dona tertera menghiasi layar ponselnya.

"Hallo! Sayang akhirnya lo jawab juga. Lo nggak tau sih gimana khawatirnya gue pas lo nggak bisa dihubungi.. Sekarang lo dima.."

Ren menjauhkan ponselnya dari telinganya dan melemparnya ke kasur.

"Apaan sih!"

Ren menggerutu tak ada habisnya, ponselnya berbunyi lagi. Meski ia enggan untuk mengangkatnya namun lelaki itu tetap mengambil ponselnya.

"Sayang! Kok dimatiin sih? Aku kan belum selesai ngo.."

"Siapa sih yang lo panggil sayang?"

"Lo kok jutek banget sih? Nggak kayak biasanya."

"Denger ya, kita udah putus ngapain sih lo masih aja panggil gue sayang? Jijik tau nggak dengernya!"

"Kasar banget sih mulut lo! Kapan kita putus? Lo nggak pernah bilang putus ke gue."

"Nggak usah hubungi gue lagi deh, kita udah putus ya udah."

"Gue nggak terima! Lo masih pacar gue, kita nggak pernah putus!"

"Serah lo deh, gue nggak peduli."

Ren menutup pembicaraan mereka dengan kasar hingga wajah lelaki itu memerah.

Beberapa kali Joo menghembuskan nafasnya panjang-panjang. Gadis itu selalu melirik jam tangannya, ia begitu gelisah. Ia melirik kearah Geo dan menghampirinya.

"Eh Geo, lo mau ikut gue nggak?"

"Sakit bego, mau kemana sih?"

"Ke rumah sakit."

"Rumah sakit? Lo kenapa? Lo sakit?"

"Bukan gue yang sakit, gue mau jenguk te.. Kak Ren."

Joo membalikkan badannya dan membalikkan bola matanya berulang-ulang. Ia menghela nafas lagi dan lagi.

"Kak Ren? Dia sakit?"

"Nggak kayak biasanya deh, Geo nggak seantusias dulu."

"Gimana? Lo mau ikut?"

"Sejak kapan lo.. deket sama Kak Ren!" Bentakan Geo membuat Joo terperanjat.

"Sumpah lo Geo bikin gue kaget aja. Lo mau ikut nggak? Kalau nggak sih ya..."

"Gue ikutlah! Nggak akan gue biarin lo berdua doang sama Kak Ren!"

Seketika hati Joo berbunga-bunga saat Geo mengatakan hal tersebut. Terasa senyum diwajahnya mulai mengembang.

"Bisa bahaya secara Kak Ren itu milik gue!"

Seketika juga senyum diwajah Joo musnah. Hatinya hancur berkeping-keping, wajah cerianya berubah menjadi kusam.

"Seharusnya gue tadi nggak berharap. Bodohnya gue.."

Joo melirik tajam kearah Geo dan beranjak pergi. Hati gadis itu benar-benar hancur, Geo hanya bisa tersenyum melihat tingkah Joo.

"Eh Joo, lo disuruh ke ruang BP."

"Oh oke.. Thanks Rafa."

Joo berjalan menuju kearah ruang BP dan bertanya-tanya kenapa ia dipanggil. Ia hanya berharap tidak melakukan hal yang fatal.

"Selamat siang pak, ada apa ya?"

"Duduk dulu Junea, begini saya mau tanya mobil yang diparkirkan diparkiran sekolah itu milik kamu bukan?"

"Iya pak."

"Kamu tau peraturan sekolah kan? Tidak ada yang boleh datang ke sekolah membawa mobil. Ingat ini bukan sekolah elite. Selain itu, parkiran kita ini tidak luas, mobil kamu memenuhi parkiran sehingga banyak motor para siswa yang harus diparkirkan diluar sekolah."

"Saya tau pak saya minta maaf, saya tadi terburu-buru jika saya tidak mengendarai mobil maka saya akan sangat terlambat jika harus menunggu bis."

"Baiklah saya mengerti, ini peringatan yang pertama dan terakhir untuk kamu. Saya harap kamu tidak melakukannya lagi."

"Baik pak, terima kasih."

Joo keluar dari ruang BP dan menghela nafas, ia tidak pernah mendapatkan sanksi atau teguran dari pihak sekolahnya dulu. Ini pertama kalinya ia mendapatkan teguran sekaligus sanksi.

Tepat sepulang sekolah mereka menjalankan rencana yang telah mereka rencanakan tadi.

"Lo mau kemana Joo? Kan kearah sini."

"Gue bawa mobik Geo, masa iya ntar mobilnya ditaruh dalem bis?"

"Hahhaha bisa aja lo gitu."

"Omegat gue nggak sebodoh itu please."

Sedan putih Joo melaju kearah rumah sakit dimana Ren dirawat. Sesampainya mereka langsung menuju ruang rawat inap Ren. Joo membawa sekantong plastik buah-buahan yang ia beli tadi di toko buah pinggir jalan. Mereka memasuki ruang rawat inap Ren, lelaki itu terkejut melihat Joo.

"Joo?"

"Hai kak, gimana keadaannya?"

"Udah mendingan, lo kok bisa.."

"Nggak inget? Kan gue yang bawa lo kesini." Sekilas Joo melirik kearah Geo.

"Hah? Jadi lo telat.. Ohh sekarang lo nikung gue ya?"

"Apaan sih, udah deh lo jangan ngerusak suasana."

Geo hanya tertawa melihat ekspresi Joo yang cemberut. Ia mengacak-acak rambut Joo yang membuat gadis itu memukulnya.

"Kalian deket banget ya? Gue cemburu nih."

"Sama gue kan ya? Bukan sama lo Joo jangan baper dulu deh."

Ren hanya tertawa mendengar perkataan Geo. Joo yang sedaritadi membenarkan rambutnya yang berantakan juga ikut tertawa.

"Iya deh serah lo aja."

"Btw makasih ya lo udah bawa gue ke rumah sakit dengan selamat sentosa setidaknya badan gue nggak ada yang luka. Makasih juga lo udah semaleman jagain gue disini, gue baru inget haha."

"Gue baru inget sekarang.. Lo bilang pas ninggalin gue di pameran gara-gara urusan penting? Jadi ini urusan pentingnya? Gue nggak nyangka lo nikung gue Joo.."

Wajah Geo yang cemberut dan sedih membuat Ren dan Joo tertawa terbahak-bahak. Kemudian Geo juga ikut tertawa.

"Makasih banget kalian udah dateng kesini, gue jadi nggak bosen."

"Iya kak sama-sama, kita balik duluan ya. Cepet sembuh kak!"

Joo dan Geo berpamitan dan melangkah pergi meninggalkan ruang rawat inap Ren. Beberapa saat yang lalu Ren menghabiskan waktunya untuk tertawa, tidak seperti biasanya kali ini ia bisa tertawa begitu lepas seperti tanpa beban. Namun setelah suara tawa itu menghilang, kesunyian melanda ruang rawat inap Ren lagi.

To be continued...

Our - Don't Forget Me (Completed)Where stories live. Discover now