36. Tantrums

Mulai dari awal
                                    

"Peta ini.." Silvana berucap pelan sambil mengarahkan telunjuknya. "Kapan dibuat?"

"Kenapa kau menanyakannya?" Var balik bertanya.

"Itu peta terbaru," sambung Rife. Sebenarnya laki-laki itu sedikit merasa aneh karena baru kali ini mendengar Silvana bicara, meski dengan nada yang sengaja dipelankan. Var tidak tampak terkejut, jadi Rife simpulkan jika Silvana hanya mau bicara padanya. Padahal orang-orang kastil lain sepakat berpikir kalau gadis itu tidak bisa bicara. "Kenapa memangnya?"

Dahi Silvana berkerut. Dia bergiliran memandang Var juga peta itu.

"Ada apa?" tanya Var untuk kedua kali.

Silvana tampak ragu menjawab. "Ini sama seperti peta yang pernah kubuat, tapi ..."

Var dan Rife saling bertukar pandang. Apa katanya tadi? Membuat peta?

Umurnya baru delapan tahun kala itu, ketika Argent menghadiahinya sekotak besar berisi krayon dalam berbagai warna. Tidak lupa Argent juga menyertakan kanvas-kanvas dengan berbagai ukuran supaya Silvana tidak bosan berada dalam paviliunnya-sebutan halus untuk sangkar yang telah mengurungnya selama bertahun-tahun. Namun Silvana rupanya tidak membutuhkan kanvas-kanvas tersebut. Dia memenuhi lantai paviliun dengan krayon tadi sampai habis tak bersisa.

Silvana tidur karena lelah setelah menyelesaikan gambarnya. Argent datang, dan pria itu mematung hanya di langkah ketiga setelah melewati ambang pintu. Bagaimana mungkin seorang anak yang tidak pernah melihat dunia luar bisa menggambar peta Oltra-bahkan tidak melewatkan detil gunung-gunung, sungai dan perbukitan?

"Ada satu yang hilang di sini..," ucap Silvana pelan. Sambil tetap menatap Var, dia menangkup tangan kanan laki-laki itu, kemudian mengarahkan telapaknya ke bagian laut barat. "Di sini.." Silvana menekan telunjuk Var di satu titik kosong di tengah-tengah lautan terbuka. "Seharusnya ada pulau kecil di sini."

Var tertegun sementara Rife tercengang.

"Tidak ada apa pun di sana," kata Var dengan pandangan menyelidik yang menghujam Silvana. Gadis itu pasti sedang mengada-ada.

"Aku tidak berbohong..," balas Silvana. "Aku pernah melihatnya."

Var mengernyit. Perhatiannya beralih lagi di titik di mana Silvana menekan telunjuknya barusan. Letaknya masih ada di barat Kith, hanya saja apabila sebuah kapal berangkat dari bentengnya, maka kapal itu akan terkesan mengarah ke selatan-seolah-olah menuju ke Raveann.

Rife tentu saja meragukan Silvana, namun tampaknya Var punya pertimbangan lain.

"Kalau benar ada pulau di sana, kenapa tidak ada orang yang tahu?" Silvana harus memberikan alasan yang kuat supaya Var bisa sepenuhnya percaya. Laki-laki itu memang sedang bersungguh-sungguh ingin memercayainya.

Silvana mendekat dengan matanya yang terarah lekat pada Var. pandangannya berfokus ke satu titik, namun di saat yang sama, sebagian sorotnya mengambang membayangkan.

"Kabut yang tebal.. angin yang tidak berhembus.." Dia berbisik menggambarkan apa yang pernah dia lihat. Deskripsinya sama persis dengan yang dialami Var ketika mereka memberangus kapal-kapal perompak. "Seseorang memasang perisai-sebagai pelindung juga jebakan. Seseorang yang mampu mengakali pergerakan udara, serta satu lagi seseorang yang punya niat yang jahat melalui kekuatannya yang besar."

Claodius Dan-Ĝael dan Aipy-Laém bukanlah nama yang terlintas dalam benak Silvana. Dia bisa melihat, tapi tidak cukup sampai mendorongnya menduga.

Var yakin gadis itu tidak berbohong. Rife mengernyit melihatnya kemudian berbalik pergi tanpa berkata apa pun. Oh, jangan bilang jika Var bisa percaya semudah itu. Rife meneleng pada Silvana yang balas mengerjap. Silvana tidak tahu apa pun, jadi dia belum bisa memperkirakan ke mana Var akan memutar kendali kapal.

Silver Maiden [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang