Pecah

1.1K 140 33
                                    

Wayo sudah sanpai ke parkiran mobil yang ditunjuk maxim tadi. Tanpa sadar sudah sampai saja disana, tidak ada sosok maxim disana.

[Wayo]

Lalu tiba tiba, maxim menarik tanganku, membuat sedikit tubuh ku terseret. Terlemparkah aku ke dadanya yang kekar. Maxim memelukku erat dan mengunci ku disana. Membuat jantungku lemah, keringat dingin, perasaan lama itu meleleh mengalir ke lubuk hatiku yang paling dalam. Tangan maxim merangkulku dengan posesif, tangannya menarik daguku ke atas, agar aku memfokuskan diriku ke dirinya. Tubuhku menerima dan menolak. Aku seperti masukan jebakan maxim yang sudah pasti akan sulit aku hindari.

"Berani sekali kamu sayang selingkuh di belakangku, huh?!"

"Aku bukan sayangmu lagi Pi, jadi stop memanggil itu."

"Kamu mulai berani menentangku. Dimana wayo polosku?!"

"Wayo polosmu hilang Pi, sejak kejadian malam itu."

Maxim menarik daguku keatas atas, aku bisa mendengar geramannya, tersenyum menyindir dan meyakini bahwa aku akan luluh padanya. Dan itu benar, tubuhku menyambut sentuhannya.

Aku menelan ludah, tatapan cintanya yang ambisius, menembus manik mataku disana. Jujur aku merasa tersanjung, sekaligus gugup, dan sedikit panik. Memang dia adalah maxim mantan kekasihku, selalu unggul, mengenal ku lebih baik, mengetahui titik kelemahanku dan dia tahu aku bisa goyah.

"Katakan sayang, kamu tisak mencintaiku lagi dan katakan kamu mencintainya." kata maxim mulai marah.

Waya melengos membuang muka, "Aku tidak mencintaimu.", maxim menaril daguku lagi, "Katakan itu dan lihat lekat ke mataku." langsung wajahku ini terfokus lagi mengarah ke arah maxim.

"Aku sangat mencint....hhhmmphf."

Maxim melumat bibirku dengan nafsu, marah, menggigit bibir bawahku disitu aku merasa kesakitan, aku tidak menolak, dan tidak juga memundurkan kepalaku. Aku menutup erat erat bibirku agar dia tidak bisa menerobos kedalam.

Percuma aku melawannya dengan tenaga, sudah pasti aku akan kalah. Tolak maxim dengam cara halus. Aku sudah lelah dengan semua ini. Seperti aku tidak pernah lepas dari cengkraman maxim. Aku tidak mau masuk ke teritorial masa laluku. Biarkan aku melepas semuanya, dan aku mau merasakan sesuatu yang baru dan membuat ku bahagia. Beramaa maxim aku memang bahagia, tapi bukan bahagia yang bisa bikin aku tenang. Lebih banyak tersiksanya.

Maxim melihat mataku yang melebar, maxim mencoba menerobos dan tidak berhasil, maxim terengah melepas ciuman yang penuh paksaan. "Sudah diapakan saja kau sama dia?!''

"..."

"Katakan!"

"Aku yang menciumnya lebih dulu."

"Ada apa dengan mu! Kau bisa berubah secepat ini!" geram maxim. "Apa dia mendoktrinmu! Kau tidak memikirkan perasaanku sama sekali."
Lanjut maxim.

"Lalu apa Pi tidak berfikir perasaanku, disaat kamu menyentuhnya, menikmati tubuhnya apa Pi terbesit sebentar saja, mengingat wajahku?"

"A-ku saat itu khilaf, aku mabuk dan aku tidak sadar."

"Tidak sadar tapi terjadi dua kali Pi, itu namanya keenakan bukan khilaf lagi."

"A-ku janji jika kau memilihku, aku janji akan membahagiakanmu."

"Terlambat Pi." pecah sudah, kalimat itu akhirnya terlontar juga dari mulut ku. Ada rasa lega, sekian lama aku menahannya. Memang belum ada kata putus dengan jelas dan sebenarnya, dan hari ini aku menegaskan didepan maxim, sudah tidak akan ada lagi harapan untuk kita. Bukan kita tapi aku dan dia.

Koala KuntetKde žijí příběhy. Začni objevovat