32. Water Crystal

Start from the beginning
                                    

"Isinya daging. Seseorang dari kastil mendapatkan rusa semalam. Jarang-jarang kita bisa makan daging." Si Pelayan tersenyum. Silvana mengingat wajahnya. Dia orang yang sama dengan seseorang yang menyuapinya sebelum Silvana membanting mangkuk lalu mengarahkan ujung tajam serpihannya ke leher.

Silvana tidak langsung memakannya. Dia tetap mengamati roti kukus itu takjub. Matanya berjarak amat dekat dengan permukaan roti yang lembut, demi melihat kepulan uap. Sesekali dia menghirup aromanya, juga memencet-mencet roti itu hingga jempolnya tercetak di sana. Saat Silvana memakan satu gigitan, pelayan tadi berucap lagi.

"Apa kau sudah benar-benar sembuh? Kurasa kau sudah sehat hingga tidak perlu dikurung begini. Berapa umurmu? Sepertinya kau masih sangat muda."

Silvana hanya berkedip menatapnya. Gadis itu nyaris tidak pernah bicara pada siapa pun. Juga tidak ada yang tahu jika dia hanya melontarkan kata-katanya pada Var.

"Ah, lihat gaunmu, sampai jadi cokelat begitu.. Bagaimana kalau kumandikan? Mumpung tuan yang galak itu sedang pergi. Kurasa dia akan pergi lama."

Silvana membiarkannya berceloteh sementara dirinya menghabiskan roti kukus jatahnya. Dia tidak memperhatikan saat wanita pelayan itu pergi. Rupanya pelayan itu tengah bernegosiasi pada prajurit yang berjaga demi mengeluarkan Silvana dari bangsal meski cuma sebentar. Wanita itu menyogoknya dengan semangkuk bubur kacang merah hangat yang lezat. Dia pelan-pelan menyukai tingkah aneh Silvana karena teringat anak perempuannya yang meninggal karena gizi buruk beberapa tahun lalu.

Silvana masuk ke dalam kolam yang kecil berisi air hangat. Wanita itu dengan sabar menggosok tubuhnya lalu mencuci bersih rambut legamnya yang indah. Terakhir, dia lalu memakaikan Silvana gaun putih polos yang bersih meski warnanya agak kusam. Saat gadis itu keluar dari belakang kastil, para prajurit yang melihatnya langsung terpaku.

"Hei." Salah satu dari mereka menyikut yang lain. "Kau yakin gadis itu seorang budak? Tuan yang galak itu bisa-bisa langsung menjadikannya istri atau selir."

"Kira-kira darimana dia menemukannya? Aku mau ke sana juga. Siapa tahu aku bertemu gadis sepertinya."

Di saat yang sama, Rife keluar dari kastil. Dia mengerjap saat melihat sosok Silvana melangkah dituntun seorang pelayan di luar bangsal. Gadis itu tiba-tiba melepaskan pegangan. Mereka semua terkesiap, mengira Silvana hendak kabur. Tapi ketika pada akhirnya dia masuk ke istal seperti mencari-cari sesuatu, napas Rife mencelus.

"Biarkan dia," kata laki-laki itu yang meski pelan, namun terdengar oleh mereka semua. "Gerbang benteng ini tertutup. Dia tidak akan ke mana-mana."

***

Sama seperti Kia yang menemani Cyde, Fiona juga kembali ke Raveann menemani Dalga. Ragu-ragu, gadis itu membuka pintu dengan teramat pelan. Tubuhnya menghimpit pada bingkai pintu. Hanya mata kanannya yang melihat Dalga yang sedang berdiri memunggunginya. Laki-laki itu menunduk menghadap meja lebar yang ada di hadapannya.

Fiona menelan ludahnya kemudian menghirup napas yang dalam sebelum memberanikan diri masuk. Langkahnya nyaris tidak bersuara. Setelah cukup dekat, Fiona bisa melihat Dalga tengah memusatkan perhatiannya ke sebuah peta yang menggabarkan medan Raveann.

"Dalga.." Fiona memanggilnya pelan.

Dalga mengangkat wajah. Matanya mengerjap-ngerjap sesaat lalu setelahnya berbalik menghadap Fiona. Meski getir, laki-laki itu memberikan seulas senyum. Ronanya tampak lelah. Dalga merupakan salah satu orang yang sangat loyal pada kerajaan ini, jadi masalah yang menimpa Ranezarr juga Negrissar berimbas untuknya.

"Ada apa?"

"Kau tidak memakan apa pun pagi tadi. Jam makan siang juga sudah lewat. Istirahatlah." Fiona menatapnya cemas.

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now