Chapter 11 - Teman lama

54K 3.3K 179
                                    

Ketika pagi menjelang namun masih gelap, Davian berjalan lunglai dan tertatih memasuki kamarnya -dirumah Alexander- ia melempar jas Alexander yang tersampir ditubuhnya dengan sembarang menampakan gaun putih yang ia kenakan, kini gaun itu sudah robek dibeberapa tempat dan sangat kusut dengan banyak kerutan, ia juga meraih wig panjang yang masih terpasang dikepalanya, keadaan wig itu juga tak kalah kusutnya lalu nasib wig panjang itupun sama, Davian lempar sembarang wig itu dengan kesal.
Dengan tatapan kosong Davian terus  berjalan memasuki kamar mandi dan berdiri dibawah shower, riasan wajah yang ia kenakan sudah nampak acak-acakan dengan banyak jejak air mata, noda lipstick tampak keluar dari garis bibirnya dan bahkan bibir tipisnya juga terdapat luka robek karena gigitan, keadaan pergelangan tangan Davian juga tidak lebih baik, kedua pergelangan tangannya memerah dan lecet bahkan dibeberapa bagian terlihat berdarah, ditubuhnya juga terdapat beberapa luka memar yang membiru, itu semua karena ia terus melakukan perlawanan ketika Alexander menidurinya didalam mobil namun semua perlawannya sia-sia.
Sperma bercampur darah mengalir turun dipaha putih Davian, Davian menyalakan shower lalu air dingin segera menyerbu membasahi tubuhnya.
Davian bersandar pada dinding kamar mandi, perlahan tubuhnya merosot turun hingga terduduk dilantai kamar mandi yang dingin, Davian kemudian memeluk lututnya, air mata kembali meleleh yang segera berbaur dengan aliran air yang terus jatuh dari shower, Davian meremas rambutnya dengan kuat lalu menjerit pilu, berteriak keras menumpahkan segala rasa marah, sedih dan segala beban dihatinya.

Setelah cukup lama berada dibawah guyuran dingin air dari shower hingga tubuhnya menggigil, Davian segera membersihkan tubuhnya, menggosok bagian-bagian tubuhnya   yang seolah masih merasakan sentuhan dimana Alexander menyentuhnya, menggosoknya dengan kuat hingga kulitnya terasa perih dan memerah.
Setelah selesai mandi, sepanjang pagi hingga siang Davian hanya berbaring diam diatas tempat tidur, sekalipun ia belum tidur dari kemarin namun ia tidak bisa tidur, rasa kantuk sama sekali tidak datang menyerang matanya yang terlihat lelah, sembab dan bengkak.
Semakin ia berada disana semakin ia merasa penat, Davian akhirnya memutuskan untuk keluar rumah. Awalnya ia ingin mengunjungi Samantha tapi ia urungkan karena Davian tidak mau adiknya melihat keadaannya yang menyedihkan, akhirnya ia hanya berjalan kaki dan menolak tawaran supir -yang Alexander siapkan khusus untuknya-, berjalan tanpa tujuan terus menjauh dari rumah Alexander kemudian memasuki sebuah minimarket.
Dalam kondisi kalut seperti itu, orang lain mungkin akan memilih untuk membeli bir dan meminumnya sampai mabuk untuk melupakan masalah mereka tapi tidak dengan Davian, ia malah hanya mengambil beberapa kotak susu dan sandwich hangat.
Davian bukan seorang peminum, ia tidak bisa mentolelir alkohol dalam tubuhnya, itu semua hanya karena kebiasaanya yang tidak suka meminum minuman beralkohol. Davian berpikir ia orang miskin hidupnya sangat susah, daripada menghamburkan uang yang ia peroleh dengan susah payah hanya untuk hal yang tidak berguna seperti bir atau minuman beralkohol lainnya lebih baik ia membeli susu yang jelas-jelas bisa memberikan manfaat dan membuat tubuhnya lebih kuat. Pikiran yang memang sangat naif namun tidak salah sama sekali.
Karena Davian yang berjalan seperti raga tanpa jiwa dan hanya melamun sepanjang waktu akhirnya tanpa sengaja ia menabrak seseorang menyebabkan keranjang belanja yang Davian bawa jatuh dan isinya berhamburan dilantai.
Davian yang kaget segera berjongkok membereskan belanjaanya sambil meminta maaf pada orang yang telah ia tabrak.

"Maaf. Maafkan saya, saya benar-benar tidak sengaja," tangan Davian dengan cekatan memasukan belanjaannya kembali kedalam keranjang.

"Davian? Davian connor?" Begitu terdengar suara berat seorang pria memanggil namanya, gerakan tangan Davian terhenti.

Davian mendongakan wajahnya dan menatap orang yang memanggil namanya, orang itu kini berdiri dihadapanya, Davian yakin kalau orang itu adalah orang yang ia tabrak tadi.

Melihat Davian yang hanya terdiam sambil menatapnya, orang itu tersenyum, "tidak mengingatku?"

Davian kembali berdiri dengan membawa keranjang belanjaannya lalu kembali menatap orang dihadapannya, ia sedikit merasa kaget dengan pertanyaan orang itu yang bisa diartikan bahwa keduanya saling mengenal. Davian mengamati penampilan orang itu, seorang pria tinggi mengenakan setelan jas mahal, wajahnya tampan dan ramah apalagi kini wajah itu tengah tersenyum padanya. Davian berusaha mengingat-ingat siapa kiranya pria dihadapannya itu. Setelah beberapa saat, sebuah senyuman merekah diwajah Davian, "Ben? Benjamin Jacob?" Tanya Davian untuk memastikan ingatannya, pria tampan itu terkekeh lalu mengangguk sebagai jawaban, "astaga!" Pekik Davian senang lalu memeluk Benjamin, teman lamanya.

Kini kedua teman lama yang tidak sengaja bertemu itu duduk dikursi didepan minimarket, memutuskan untuk mengobrol dan melepaskan rasa rindu sedikit lebih lama.

"Kau berubah begitu banyak, aku sampai hampir tidak mengenalimu. Kau lebih tinggi, lebih tampan dan terlihat dewasa," puji Davian dengan tulus dan polos.

Benjamin tertawa dengan renyah mendapat pujian dari Davian kemudian menatapnya, "kau malah tidak berubah sama sekali Dav. Seolah sama sekali tidak menua sedikitpun. Kau minum air awet muda ya?" Godanya.

Davian menyikut lengan Benjamin, "hei, aku memang belum tua," ia kemudian ikut tertawa.

Davian dan Benjamin adalah teman lama, mereka berdua bertemu ketika masih bersekolah disekolah menengah pertama. Umur Benjamin dua tahun lebih tua dari Davian, ketika Davian baru duduk dikelas satu menjadi siswa baru, Benjamin sudah duduk dikelas tiga.

Pada saat itu Davian baru memasuki sekolah menengah pertama, penampilannya yang manis dan mungil menarik perhatian beberapa senior pria, dan pada siang itu didalam toilet Davian mendapat pembullyan dari beberapa senior prianya, mereka memaksa membuka pakaian Davian dengan dalih untuk membuktikan bahwa Davian itu seorang pria atau wanita.
Davian mendapat beberapa pukulan karena terus menolak dan melawan, ketika tenaganya sudah hampir habis dan Davian merasa putus asa, seorang senior lain memasuki toilet, Davian kira ia adalah satu komplotan dengan para senior yang membullynya namun tidak Davian sangka orang itu malah menolongnya dan membanya ke UKS.
Tanpa Davian duga sebelumnya, ternyata orang yang telah menolongnya adalah Benjamin Jacob, seniornya yang sekarang sudah duduk dikelas tiga. Ia adalah seseorang yang populer dan terus menjadi pembicaraan apalagi oleh para siswi disekolah itu karena ketampanannya, kekayaanya dan perestasinya juga sikapnya yang ramah. Benjamin Jacob adalah anak laki-laki yang mendapatkan predikat pangeran sekolah.

Setelah kejadian itu Benjamin menjadi teman Davian, Davian sendiri tidak habis pikir bagaimana orang sepopuler Benjamin mau berteman dengannya, murid miskin yang biasa-biasa saja dan hanya mengandalkan beasiswa.
Orang-orang mulai menatapnya dengan iri dan bahkan tidak sedikit yang membencinya, tidak ada yang berani bersuara dihadapan Benjamin namun terhadap Davian mereka dengan sembunyi-sembunyi -dari Benjamin- sering mengatainya bahwa ia adalah gay yang menjijikan namun Davian tidak pernah ambil pusing karena ia sendiri bukan gay dan hanya menganggap Benjamin sebagai teman dan Davian yakin Benjamin pun sama, tidak mungkin anak laki-laki tampan yang populer dikalangan wanita sepertinya akan menyukai sesama laki-laki terlebih anak laki-laki biasa seperti Davian.

"Apa yang kau lamunkan?" Benjamin melambaikan tangan didepan wajah Davian.

Davian terkesiap, "ah tidak, hanya teringat masa lalu," setelahnya ia terkekeh.

"Masa lalu? Ah.." senyuman menggoda muncul diwajah Benjamin, "kau pasti sedang berpikir, aku yang sekarang pasti jauh lebih keren dari aku yang dimasa lalu, ya..walaupun dimasa lalu aku tetaplah keren," Benjamin menaik turunkan alisnya sambil menatap Davian dengan menggoda.

"Apa? Hahaha...rasa percaya dirimu semakin parah, kau benar-benar tidak tertolong," Davian tertawa terbahak-bahak, baru kali ini ia bisa kembali tertawa lepas dan melupakan masalahnya, ini semua berkat teman lamanya, Benjamin Jacob si pangeran sekolah.

Setelah empat tahun berlalu tanpa pertemuan, akhirnya Benjamin bisa melihat tawa Davian yang ceria lagi.
Benjamin tersenyum menatap wajah manis Davian, hatinya menghangat, kerinduan yang menggunung kini pecah dan membuncah menjadi kebahagiaan.
Tanpa Davian tahu, sebenarnya Benjamin sudah menaruh perhatian dan rasa suka padanya sejak pertaman kali Benjamin melihatnya diupacara penerimaan murid baru, rasa suka itu semakin tumbuh besar seiring mereka bersama menjadi sepasang teman, tapi tidak dalam hati Benjamin, Davian baginya lebih dari sekedar teman. Davian Connor adalah cinta pertamanya.

Tanpa Davian dan Benjamin sadari, tidak jauh dari mereka ada seseorang yang mengawasi mereka dari dalam mobil, matanya memerah karena amarah dan tanpa sadar sudah terbakar api cemburu.
Alexander memukul setir mobilnya dengan keras,
"Sial!!!"

To be continue..

Pasti banyak yang bersorak senang nih lihat Alexander kebakaran jenggot hahaha..
Para readersku tercinta, jangan lupa follow ya, vote & comment juga, share pun boleh ^^
Dan aku juga minta dukungan kalian pada storyku yang baru, judulnya Runaway, salam hangat dari Gantara x Ruarendra yang menunggu kalian disana ^^

[BL] Allure (Complete)Where stories live. Discover now