BAB 1 : Harapan

412 52 31
                                    

Musim panas, Tahun 162.

Suara pedang yang saling bertabrakan terdengar dimana-mana. Semua jerih payah yang mereka lakukan sebelum maju di medan perang akan di uji disini. Hidup dan mati semua tergantung pada seberapa besar kekuatan.

Jeritan-jeritan tanpa henti diteriakan para prajurit dan penyihir yang saling membunuh satu sama lain.

          Tidak ada kata ampun dalam peperangan.

Langit menjadi gelap oleh asap hitam yang membumbung tinggi ke langit. Asap hitam itu berasal dari kebakaran yang terjadi dimana-mana. Tidak ada satupun yang tersisa!

Bahkan tanah telah berubah warna menjadi merah akibat darah yang berceceran dimana-mana.

Peperangan ini telah masuk ke babak akhir! Kekalahan tidak terelakan.

~oOo~

Di tengah kekacauan itu seorang pria paruh baya berlari dengan raut wajah yang tidak bisa ditebak.

Dia hanya terus berlari di tengah kekacauan yang terjadi. Dia tidak mempedulikan luka-luka yang ada di sekujur tubuhnya. Dengan nafas terengah-engah dia tetap berlari dengan kecepatan terbaiknya.

Pria paruh baya itu berlari menuju rumah yang berada di Tengah Clan Alexi.

Rumah itu adalah kediaman Kepala Clan Alexi. Rumah yang bisa di bilang kuno itu tetap berdiri dengan kokoh dan tak goyah sama sekali.

Dibalik tuanya rumah itu tersimpan sejarah-sejarah yang menjelaskan tentang Clan Alexi, mulai dari awal mula terbentuknya Clan ini sampai sejarah kepemimpinan Clan. Semuanya terukir di dinding-dinding kayu rumah tersebut.

Terdapat banyak prajurit dan penyihir yang berjaga di sekeliling rumah ini, karena rumah ini adalah titik vital dari Clan Alexi.

Para prajurit biasanya mengenakan baju zirah lengkap dari ujung kaki sampai ujung kepala mereka. Baju zirah ini biasanya terbuat dari lempengan besi baja yang kuat.

Sedangkan para penyihir biasanya menggunakan sebuah jubah panjang yang menutupi badan hingga kakinya, sedangkan untuk kepala biasanya mereka menggunakan topi kerucut.

Dibalik visor-helm penutup muka yang terbuat dari plat besi- dan topi kerucut yang mereka kenakan terdapat wajah yang penuh dengan kecemasan.

Mereka tidak tahu apa yang terjadi di medan perang. Dalam hati para prajurit dan penyihir terdapat harapan agar peperangan ini di menangkan oleh mereka.

Setelah melihat orang tua itu mereka yang berjaga-jaga di rumah ini semakin cemas dan ketakutan. Dengan melihat seberapa terlukanya orang tua itu mereka tahu bahwa kabar darinya sudah pasti kabar buruk. Tapi, dalam hati kecil mereka masih berharap peperangan ini di menangkan oleh mereka. Tapi itu hanyalah sebuah harapan ....

"Kalian semua tidak perlu lagi menjaga rumah ini, pergi dan selamatkan diri kalian! Beritahu juga yang lain untuk melakukan hal yang sama." Penyihir tua itu langsung berteriak setelah dia tiba di halaman rumah tersebut.

"Apa kita kalah?" Kata seorang prajurit tanpa menggubris kata-kata penyihir tadi.

"Kita sudah tidak bisa menahan mereka lebih lama lagi, mereka terlalu banyak dan kuat, jadi selamatkan diri kalian masing-masing." Kata penyihir tua itu dengan nada menyesal.

The Deadly Clans (18+)Where stories live. Discover now