Part 21

3.5K 224 9
                                    

Cuaca tidak mendukung kepergian Dea sore ini, namun dia tetap pergi dan kini duduk manis ditengah kedua orang tuanya. Duduk diam menatap dua gundukan tanah dengan rumput hijau diatasanya ditambah hiasan bunga warna warni yang baru saja Dea taburkan. Dua nisan saling berjejer dengan nama Fernando dan Laudia. Nama kedua orang tua Dea.

Berdoa untuk mereka seadanya karena dia bukan mukmin yang taat terhadap agama.

"Ayah, Bunda maafin Dea ya? Entah maaf yang keberapa Dea ga peduli. Dea ga pernah bosen minta maaf sama kalian. Semua salah Dea. Mungkin ini karma karena Dea telah menjadi anak nakal. Makanya Dea ga pernah bahagia."

"Ayah, Bunda. Dea mau move on lagi. Doain Dea yah? Doain biar berhasil karena pesona si brengsek emang ga ada bandingannya. Bikin Dea ngiler kalo liat dia. Astagfirullah. Udah ah. Dea ga mau curhat si brengsek lagi."

Lama Dea mencurahkan isi hatinya tentang cinta, kuliah, sahabatnya, sampai dunia kerja yang bikin sakit kepala.

Hari ini dia bolos kulih, bolos kerja, bolos jenguk Vano. Eh maaf ya, yang terakhir itu ga penting banget. Coret pokoknya!

Vano si bocah anak setan dan setannya itu Nara. Ini gila. Cowok brengsek macam nara ga boleh ada dalam pikirannya lagi. Nara udah mati. Yang ada sekarang Fallan dengan wajah sama tapi busuk. Vano enggan ditinggal kemarin malam, setelah membujuk dirinya akan datang lain waktu, baru Vano mengizinkan dea pulang. Lagian siapa sih yang mau duduk seruangan sama brengsek Fallan? Gak ada! Dan pulang adalah satu satunya jalan biar Fallan tidak lagi ada dibola matanya.

Pagi hingga siang untuk bermalas malasan dan sore ini dia memutuskan untuk bertemu kedua orang tuanya.

Mentari semakin turun. Gelap semakin menyelimuti. Dea memutuskan untuk pergi setelah pamit kepada dua makam orang tuanya.

>>

Ruangan putih bersih dengan bau bauan obat khas rumah sakit. Ruangan dengan satu ranjang dan sofa besar dilengkapi fasilitas lengkap. Jenna masih terbaring koma diranjang, operasi berhasil tapi matanya belum juga terbuka hingga tiga hari ini.

Vano duduk manis disamping mamanya, mengelus jemari lembut yang belum juga bergerak membalas sentuhannya.

Vano marah pada wanita yang duduk di sofa sana. Wajah pura pura yang biasa dia berikan bikin mual. Menyebalkan lagi karena wanita itu bakal jadi Ibunya.

Lebih marah lagi pada Dea yang masih belum datang hingga sekarang. Janjinya palsu bikin Vano semakin marah.

Setelah perdebatan Dea dengan Fallan kemarin, mereka hanya saling tatap dan tak ada lagi kalimat keluar dari keduanya. Tatapan tajam yang terputus saat mendengar suara perut Vano yang bergerumuh meminta makan. Dan diakhiri oleh Fallan yang meminta pergi.

"Ayah.. " meski takut tengan Ayahnya setelah kejadian kemarin, juga ketakutannya pada Sheila yang memiliki tatapan menakutkan. Vano memberanikan diri bertanya karena hanya Ayahnya satu satunya orang yang mengenal Dea. " Vano boleh minat nomer ponsel Ka Dea engga? Vano pengen ketemu. Ka Dea janji mau jenguk mama sama Vano lagi. "

Lama berfikir, akhirnya Fallan mengotak atik ponselnya, mencari nomor yang Vano tanyakan. "Ini. Telvon sama ponsel ayah saja."

Dengan gerakan pelan Vano mengambil ponsel Fallan, berjalan sambil melirik Sheila yang bahkan sudah memberikan tatapan tajamnya.

Vano segera pergi keluar ruangan melihat nomor ponsel bertuliskan 'Boncel Bawel'  nama yang menurutnya memang pas untuk perempuan yang dia temui kemarin. Tanpa ragu Vano menghubungi Dea, hingga beberapa kali tidak ada sahutan dari sana.

Didalam sana terjadi perdebatan kecil antara Fallan dan Sheila yang membahas siapa Dea yang dimaksudkan oleh Vano. Fallan hanya diam tanpa menjawab sedikitpun.

I'm (Not) Teaser #Laluna1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang