14 • Ingga Azzahra

309 50 4
                                    

Cewek berambut panjang itu semakin pucat sedari pulang sekolah. Kepalanya semakin nyeri tak tergambarkan. Wajahnya juga semakin pucat pasih. Beberapa kali ia mengeluarkan peluh di sekitar wajahnya. Menahan rasa sakit yang amat mendalam. Sesekali ia menggeram kesakitan di balik kamarnya. Laki-laki paruh baya yang baru saja pulang kerja mendengar geraman lirih seseorang di lantai atas. Langsung saja Yudha menaiki anak tangga dengan tergesa-gesa menuju kamar Ingga.

"Ya Tuhan! Ingga!" pekik laki-laki itu menghampiri putrinya yang menampakan kesakitan yang begitu parah.

"Kepala Ingga sakit banget pah," ujar Ingga lirih mengernyit kesakitan.

"Ayo, kita ke rumah sakit sekarang."

Laki-laki itu segera membawa Ingga ke lantai bawah. Beberapa pasang mata memasang wajah cemas. Bi ijah selaku asisten dan pengasuh Ingga sejak kecil terus menampakan wajah cemasnya yang terbilang berlebih bak ibu kandung. Ada laki-laki lain di sana, Pak Jono, supir setia Ingga yang sama khawatirnya.

"Non Ingga kenapa, pak?" tanya Bi Ijah cemas.

"Kepalanya kesakitan. Saya mau bawa dia ke rumah sakit. Pak Jono, siapin mobil sekarang," ujar Yudha, papa Ingga.

"Baik, pak," papar Pak Jono sigap.

Tak ingin membuang waktu terlalu banyak. Papanya pun segera membawa Ingga ke rumah sakit. Dengan wajah cemas yang begitu parah, ia terus memeluk sang anak di belakang mobil. Membuat kekuatan yang seolah ingin membuat anak gadsinya kuat juga.

Cukup lama berada di jalan. Mereka pun sampai di salah satu rumah sakit dikawasan Jakarta. Sesegera mungkin Yudha membawa anak gadisnya ke dalam rumah sakit.

"Ingga kenapa?" tanya seorang dokter yang telah merawat Ingga sejak lama.

"Kepalanya pusing, dok," sahut Yudha.

Kemudian, Ingga segera di bawa ke ruang ICU guna melakukan pemeriksaan mendalam. Dua laki-laki di luar terus mencemaskan seorang gadis di dalam ruang ICU itu. Yudha, laki-laki itu seringkali ketangkap basah tengah bergelut dengan air matanya.

"Pak, mending kita solat dulu, pak. Sudah isya, pak," papar Pak Jono.

Di sebuah musola yang masih berada dalam kawasan rumah sakit itu. Dua laki-laki itu menghadap ke sang khalik. Meminta segala yang terbaik bagi gadis yang mungkin sedang sekarat di ruang ICU.

"Ya Allah, berikan kesembuhan pada anak hamba, ya Rab. Hanya kepada-Mu aku memint, hanya kepada-Mu aku memohon, ya, Rab. Aamiin," ujar Yudha diselingi air mata.

Selepas menunaikan ibadah solat isya. Mereka segera kembali menuju ruang ICU. Mereka masih terus menunggu. Belum ada kabar apapun perihal Ingga. Tak lama kemudian, seorang dokter menjajaki kaki ke luar ruangan.

"Gimana, dok, anak saya?" tanya Yudha dengan sangat cemas.

"Kita harus bicara, Pak Yudha. Mari ikut ke ruangan saya," papar sang dokter.

Mereka pun pergi meninggalkan ruang ICU. Pak Jono sesekali menatap ke arah dalam ruangan. Tubuh perempuan itu kini telah dipenuhi alat-alat medis.

Dua laki-laki tengah serius mengobrol perihal keadaan Ingga. Yudha, orang tua pasien begitu mengkhawatirkan putrinya. Sangat mengkhawatirkannya.

"Gimana, dok?" tanya Yudha.

"Perkembangan sel kanker dalam tubuh Ingga begitu cepat, pak. Kita harus melakukan kemoterapi kembali," papar Dokter Temmy.

"Kemo? Tapi, beberapa waktu lalu, Ingga baru saja melakukannya. Bagaimana bisa ia harus melakukan kemo dalam waktu yang berdekatan," ujar Yudha sedikit elakan.

"Yang sekarang harus kita lakukan hanya kemo, pak. Guna memperlambat perkembangan kanker Ingga."

Yudha terlihat stres. Ia kelabakan. Air matanya sudah terlalu sering menjatuhkan tetesan air nelangsa.

"Baiklah. Lakukan apapun demi kebaikan putri saya, dok. Saya mohon."

***

Beberapa orang tengah sibuk menangani perempuan di dalam ruang ICU. Dokter dan beberapa perawat begitu apik melakukan hal tersebut kepada Ingga. Menyuntikkan beberapa obat ke tubuh Ingga. Tak lama kemudian, Dokter Temmy ke luar dari ruangan tersebut. Wajahnya menampakan senyum tanpa ragu.

"Tubuh Ingga merespon obat-obatan dengan sangat baik," ujar dokter yang berhasil membuat dua orang di hadapannya membuat lengkungan indah di bibirnya.

"Alhamdulillah." Yudha bersyukur perihal Ingga, "terus, Ingga sekarang gimana, dok? Apa saya boleh masuk?" sambung Yudha.

"Ingga masih belum siuman efek dari obat bius. Boleh saja. Kalau gitu, saya permisi, ya, pak." Dokter pun segera meninggalkan dua laki-laki itu.

Yudha segera menghampiri putrinya yang berbaring lemah dengan infus yang menusuk di tangan kanannya. Sedikit memancarkan kecemasan di wajah Yudha. Namun, tak jarang ia begitu bersyukur atas putrinya yang benar-benar kuat menghadapi semuanya.

"Papa tau, kamu kuat Ngga. Papa yakin, kamu akan cepat sembuh. Papa sangat-sangat percaya, kamu bisa melawan semuanya," ujar papanya seraya mencium tangan Ingga dengan kehangatan.

***

Reina duduk di kantin seorang diri. Sahabatnya, kembali absen sejenak untuk tak bersamanya. Meski sudah sering seperti ini, rasanya Reina merasa lengang. Tiba-tiba, ponselnya berdering. Ia terkesiap ketika sebuah nama nampak dilayar ponsel berukuran 5 inch itu.

"Ingga?" gumam Reina sumringah.

"Halo, Ngga? Gimana lo?" tanya Reina cemas.

"Ya nggak gimana-gimana," sahut perempuan di seberang telepon dengan lirih namun masih bisa menciptakan tawa kecil.

"Yeeh... cepet balik dong, kangen nih."

"Iya, doain aj---"

Belum selesai Reina mendengar kalimat di seberang sana. Tiba-tiba, ponselnya berpindah tangan. Seseorang meraih ponsel yang menempel di telinga Reina tanpa permisi.

"Eeh-eeh... Lo mau ngapain?" Reina terkesiap mencoba meraih ponselnya. Namun, orang itu mengelak. Menaruh jari telunjuknya dibibirnya sendiri. Menitahkan Reina untuk diam. Mau tak mau, rela tak rela, Reina mengikuti titah laki-laki tersebut.

"Halo?" Suara besar laki-laki mengisi celah-celah ponsel yang kini ia pegang.

Di balik ponsel tersebut, seseorang terkesiap mendapatkan suara yang tiba-tiba terdengar.

"Adit?" tanya Ingga sedikit tergugu-gugu.

Sebuah lekungan menghiasi bibir laki-laki yang masih meletakan ponsel di telinganya. Dan Reina, ia menatap laki-laki yang tengah melebarkan senyumnya dengan tatapan benci. Tatapan tak suka. Ia benci laki-laki itu.
.
.
.
.
Finally, update juga. Nih, buat kalian yang kangen sama Adit. Yang sayang sama Ingga. Udah update chapter terbaru A & I. Telat update? Sibuk woy. Project work belum selesai. Dalam waktu dekat sidang. Pusing pala Dilan. Wkwkwk. Enjoy with this chap. Well, jangan lupa vote dan comment. Alright.

A dan I [Complete]Where stories live. Discover now