12 • Dia Kenapa Lagi Sih?

340 63 15
                                    

Ingga berbaring di kamarnya. Merasakan kepalanya yang terus pusing berkepanjangan. Meski wajahnya tak lagi pucat, namun jelas. Ingga sedang sakit. Suara ketukan terdengar di balik pintu kamar cewek itu.

"Papa masuk, ya?" pinta sang papa.

"Masuk aja, Pah."

Laki-laki berbewok itu melangkahkan kakinya ke arah sang anak yang berbaring di atas ranjang. Lemas anak gadisnya itu rasakan. Cemas laki-laki itu melihatnya.

"Gimana? Masih pusing kepalanya?" tanya papanya seraya mengelus kepala Ingga.

"Masih pah. Tapi nggak pusing kayak tadi kok," ujar Ingga seraya tersenyum.

"Apa mau ke dokter Temmy aja?" Laki-laki itu seolah menawarkan pilihan pada putrinya.

"Nggak perlu, pah. Sebentar lagi juga mendingan kok."

Papanya mengiyakan ucapan Ingga. Ia tahu betul, bahwa putrinya itu merasakan sakit yang tak pernah dirasakan dengan orang lain. Namun, begitulah dukungan sang papa yang harus menuruti kemauan anaknya, guna menjaga semangat Ingga.

Waktu juga perlahan mulai larut, papanya pun membiarkan sang anak untuk beristirahat. Laki-laki itu melangkahkan kakinya ke luar pintu. Sebelum itu, ia cium kening sang anak tercinta dengan rasa kasih sayang yang tulus. Berstatus single parent, laki-laki itu harus menjadi dua peran penting dalam hidup Ingga dan Angga. Laki-laki itu berlalu dari pandangan Ingga yang sayup. Tenggelam di balik pintu kamar.

Tiba-tiba, dering ponsel berbunyi. Ia raih ponsel di dekat lampu tidur di sampingnya. Sebuah pesan masuk dari seseorang yang belakangan ini memenuhi harinya.

From : Adit

"Gimana, Ngga? Udah mendingan?"

Sepasang pupilnya melebar setelah membaca pesan tersebut. Entah apa yang dirasakannya. Yang jelas, ia merasa aneh ketika mendapatkan pesan dari orang itu.

To : Adit

"Udah kok. Udah mendingan. Ada apa?"

Ia letakan kembali ponselnya. Merasakan kembali kepalanya yang tengah dilanda sakit. Tak sampai hitungan menit, ponselnya berdering pendek.

From : Adit

"Besok, kalau masih sakit nggak usah sekolah aja, ya. Istirahat di rumah."

Ingga sekedar membaca. Tak berniat membalas pesan tersebut. Tak lama, hanya hitungan detik, pesan dari orang yang sama masuk kembali.

From : Adit

"Jangan tidur malam-malam, ya.
Good Night, Ingga..."

Kembali hanya sekedar membaca. Lalu, ia menjauhkan ponselnya dari jangkauannya. Mencoba berbaring. Menutup matanya perlahan. Namun, hal yang paling ia benci saat ini. Wajah orang itu selalu muncul diingatannya.

Mencoba berlari dari kenyataan yang sekarang telah mengundangnya. Ingga tak dapat lari. Takdir mungkin telah mengisyaratkannya tentang dirinya dan cowok itu.

***

Keesokan paginya. Ingga telah siap berangkat sekolah. Tubuhnya merasa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sakit kepalanya sudah tak senyeri kemarin. Hanya saja hal yang membuatnya sedih kembali. Saat ia tengah berdiri di depan cermin. Merapikan rambutnya dengan sisir. Beberapa helai rambut terlihat menggumpal di benda itu. Nyangkut. Rambutnya rontok.

A dan I [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang