END

5.4K 323 49
                                    


Dua minggu kemudian.

***

Semuanya akan berakhir ketika Andriel membaca apa yang ia tulis di dalam kertas-kertas yang terdapat didalam celengan itu. Namun, sedikit banyak Alfa merasa lega. Setidaknya nanti Andriel akan tau apa yang dia rasakan selama ini, apa yang membuat dia menjaga jarak dan menghindari kontak langsung dengan Andriel.

Alfa sadar, hubungannya dan Andriel tidak akan pernah lebih dari SAHABAT. Garis takdir mereka sudah di tentukan dan diatur oleh garis takdir dari Tuhan.

Alfa mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru aula tempat sekolah mengadakan pesta perpisahan, matanya meneliti satu persatu cowok di aula itu berharap dia bisa menemukan Andriel dan mengakhiri drama memilukan ini. Tetapi bukannya bertemu dengan Andriel dia malah melihat Alina lari tergesa-gesa kearahnya dengan pipi berlinang air mata.

"Fa, Alfa, ayo Fa. Kita harus temui Andriel di rumah sakit." Alina terisak dengan menarik-narik tangan Alfa agar mengikuti langkahnya keluar dari aula itu. Mereka berdua menghiraukan semua tatapan aneh dari pengunjung, bahkan Alfa hanya diam membatu mengikuti kemana pun Alina membawanya. Alfa terlalu terkejut untuk mendengar info bahwa Andriel sedang berada di rumah sakit. Ada apa sebenarnya? Kenapa Andriel berada di rumah sakit? Apa pria itu baik-baik saja?

"Ada apa dengan Andriel?" tanya Alfa datar. saat ini dia dan Alina sedang  berada di mobil yang akan membawa mereka ke rumah sakit.

"Dia berantam dengan Axel, di...dia jatuh d...ari tangga ru...mah gue, hiks." jelas Alina terbata-bata, tangis gadis itu kembali pecah ketika mengingat kondisi Andriel yang krisis.

Alfa terkejut bukan main ketika mendengar nama kekasihnya Axel dibawa-bawa, dia memutar badannya hingga kini posisinya berhadapan langsung dengan Alina yang menangis terisak.

"Apa maksud lo? Sekarang tolong jelasin sama gue sebenarnya apa yang terjadi." pinta Alfa tegas, dia berusaha untuk tidak menangis meraung mendengar kabar kondisi Andriel yang krisis.

Alina berusaha menetralkan suaranya, air matanya dia hapus dengan punggung tangannya. Matanya balas menatap Alfa dengan sorot penyesalan.

"Sebenarnya Axel itu kakak gue, dia memiliki penyakit jiwa yaitu Bipolar.  Emosinya akan meledak-ledak dalam waktu bersamaan." jelas Alina memulai, mata gadis itu kembali berkaca-kaca ketika mengingat penyakit sang kakak. Sementara Alfa hanya bisa memasang wajah terkejut yang tidak bisa ia tutupi. "Penyakit kejiwaanya semakin parah ketika Mama dan Papa bercerai. Papa kawin lagi dan membawa aku ikut bersamanya, sementara Axel ikut sama Mama yang juga kawin lagi. Belakangan ini aku mengetahui bahwa suami Mama sering memukul Axel hingga babak belur, bahkan suami Mama tega membunuh Mamaku didepan mata Axel. Hiks." tangis Alina kembali meledak, ia meraung-raung mengingat mamanya mati mengenaskan di tangan suaminya.

"Semenjak itu Axel semakin berubah, dia akan membunuh semua hewan yang berada di sekitarnya, menyakiti siapapun yang berani melawan perintahnya. Hingga Papa kembali memutuskan untuk pindah ke sini, mengambil ahli merawat Axel. Tapi semuanya masih sama, bahkan Axel tidak segan-segan menyakiti Bunda demi melampiaskan kemarahannya." Alfa hanya terdiam mendengar penjelasan Alina, pikirannya menggeleng tidak percaya bahwa Axel memiliki sifat mengerikan seperti itu. "Namun semuanys berubah, Axel berubah menjadi sosok baru ketika ia berdekatan dengan lo. Dia sering merhatiin lo, ngikutin ke mana pun lo pergi. Dia terobsesi dengan lo, Fa. Namun lo malah semakin sibuk dengan dunia lo dan Andriel, maka dari itu dia nyuruh gue buat dekati Andriel agar lo dan Andriel mejauh. Bahkan Axel-lah yang selalu mengirim Andriel surat ancaman, bahkan Axel-lah yang telah memukuli Andriel di belakang sekolah." ujar Alina menjelaskan.

Alfa tidak menyanggah atau pun memotong ucapan Alina. Kali ini pikirannya semakin sibuk berkelana membayangkan sosok Axel yang dia kenal memiliki sifat baik ternyata adalah jelmaan iblis.

"Lalu apa yang terjadi dengan Andriel?"

"Andriel dan Axel berkelahi di rumah gue ketika Andriel akhirnya mengetahui siapa sebenarnya gue dan apa hubungan gue dengan Axel."

"Kalian berdua menjijikkan." jelas Alfa mendesis tajam, matanya memerah menahan tangis yang siap pecah. Axel, Andriel.

"Maaf." Lirih Alina.

"Sekarang gue tanya, apa selama ini perasaan lo sama Andriel itu benaran atau cuma kepura-puraan?" tanya Alfa.

"Gu...gue--

"Cih, bahkan lo juga memainkan perasaan Andriel yang tulus sama lo." maki Alfa tajam. Bibirnya bergetar.

Setelah mobil berhenti didepan rumah sakit, Alfa langsung berlari meninggalkan Alina. Dia menanyakan pada suster di mana, Andriel dirawat. Namun semuanya terasa begitu sakit, ketika matanya menemukam Mama-Yani menangis histeris di pelukan suaminya, sosok Mamanya yang juga menangis dan terakhir sosok Axel yang di tarik paksa oleh beberapa perawat.

Alfa melangkah pelan kearah ruangan Andriel, matanya bisa melihat dengan jelas sosok yang di tutupi kain putih.

Tidak!!!! Tuhan tidak mungkin sekejam ini kepadanya! Tuhan tidak mungkin memisahkannya dari sahabat hidupnya.

Alfa menjatuhkan celengan hati pemberian Andriel hingga celengan itu hancur berkeping-keping, kakinya melangkah pelan. Badannya gemetar, bibirnya terisak, dan kepalanya menggeleng-geleng menolak kenyataan pahit ini. "Ma, Ma Andriel kenapa Ma!!! Andriel kenapa?! Kenapa sama Andriel!!!" Alfa menagis histeris menyakan apa yang terjadi. Dia meraung-rauang meluapkan emosinya. "Andriel, A...Andriel ke...napa?! APA YANG TERJADI DENGAN ANDRIEL!!!" teriak Alfa histeris ketika tidak ada satupun yang menjawab pertanyaannya.

Alfa melangkah cepat masuk keruangan Andriel, membuka kain putih itu. Tangisnya kembali meledak ketika sosok Andriel dengan luka kecil di wajah pria itu serta kulit yang memucat.

Tidak!!!Tuhan tidak mungkin sekejam ini!! Tuhan tidak mungkin menyiksanya.

"A..ndriel, sayang. Lo kok di sini sih? Wajah lo kok pucat banget. Riel, hei Riel buka mata lo, katanya lo mau tau apa yang gue sembunyiin selama ini, katanya lo mau baca semua yang gue tulis!!! Heiii!!! Bangun bangsat, bangguunn, Riel, bangun." Alfa histeris, dia meraung-raung kesetanan hingga papanya memeluk tubuh Alfa yang limbun.

"Sabar nak, iklaskan Andriel." bisik papanya.

Alfa menggeleng, dia memukul-mukul dada papanya. "Nggak Pa!! Alfa nggak akan iklas, Alfa nggak akan iklas Pa!!! Rieeeell!!! Lo tega ninggalin gue Riel, lo  tega Riel..." suara Alfa melemah, fisiknya terlalu lelah menerima kenyataan bahwa Andrielnya telah pergi.

***

Semuanya tampak begitu cepat, dia mengira bahwa kejadian beberapa jam lalu hanya mimpi hingga matanya menyaksikan dengan jelas tubuh Andriel di makamkan, hingga di mana, dia melihat batu nisan yang bertulisan nama Andriel.

Satu persatu pelayat pergi hingga menyisakan dirinya, kedua orang tuanya dan orang tua Andriel.

"Alfa mau bicara sama Andriel untuk yang terakhir kalinya." pinta Alfa pelan, air matanya masih menetes membasahi pipinya. Seolah mengerti, kedus orang tuanya dan Andriel melangkah pergi meninggalkannya sendiri.

"Riel, lo kok tega ninggalin gue Riel, lo kok tega giniin gue. Gue iklas Riel kalau lo emang sukanya sama Alina, tapi gue nggak iklas liat lo pergi ninggalin gue Riel. Gu...gue cinta lo, gue cinta lo RIEL!! DAN LO PERGI NINGGALIN GUE!" Alfa kembali histeris, dia memeluk batu nisan Andriel, menangis tersedu-sedu di sana."Gue sayang lo, dan gue berharap lo tenang di sana. Dan ini semua isi dari celengan gue yang semuanya ungkapan perasaan gue sama lo, gue tanam di sini. Gue cinta lo Riel, tapi Allah lebih cinta lo, gue harap lo tenang di sana."

#END

Alfandri Where stories live. Discover now