6

2.8K 245 15
                                    

Alina berlari cepat memasuki kamar Andriel, membuat Alfa yang saat itu tengah menemani Andriel bersama Axel menatap kearah pintu dan mendapati Alina yang tengah memasang wajah panik.

"Andriel?" Alfa menyingkir saat Alina yang entah sengaja atau tidak menyenggol bahu Alfa. Jika tidak ada Axel disampingnya, mungkin Alfa sudah terjatuh kelantai. Alina menyeka air matanya melihat kondisi terkini Andriel. Memang sudah tidak separah waktu Alfa dan Axel menemukannya. Namun sampai sekarang Andriel belum menunjukkan tanda-tanda akan bangun dari pingsannya. Padahal ini sudah dua jam terhitung dari Alfa dan Axel membawa Andriel pulang.

"Lo gak papa kan?" Alfa menggelengkan kepalanya dan kembali berdiri tegak saat sadar tubuhnya bersandar pada tubuh Axel. Alfa menghela nafas melihat Alina yang kini berbicara tidak jelas karna isak tangisnya lebih mendominasi suaranya.

"Ikut gue. Ada yang mau gue kasih tahu," bisik Axel. Lalu menarik lengan Alfa menuju balkon kamar Andriel.

Rencananya Axel akan memberitahu Alfa tentang surat yang ia temukan dibawah pohon saat menolong Andriel. Axel dengan ragu menyerahkan surat itu pada Alfa yang dibalas tatapan bertanya dari Alfa.

"Itu gue temuin dibawah pohon. Surat dari orang yang nyelakain Andriel," ucap Axel.

Alfa mulai membuka dan membacanya. Awalnya Alfa masih biasa saja. Namun setelah selesai membaca surat itu, alisnya bertaut. Alfa menatap Axel dengan wajah bingung.

"Selama beberapa hari ini, gue emang lagi nyari orang yang ngirim surat ke Andriel. Gue ngerasa ada yang aneh sama dua surat yang dikirim ke Andriel selama dua hari terakhir. Terus, sekarang apa coba motifnya orang itu nyelakain Andriel kayak gini? Gue ngerasa ini aneh. Setahu gue, Andriel gak pernah punya musuh." Ucap Alfa.

Axel menghela nafas. Menatap surat yang kini berada ditangan Alfa. Sedangkan gadis itu hanya merenung. Alfa melirik kearah Andriel yang masih memejamkan matanya dan Alina yang masih setia menggenggam tangan Andriel dan tangan kirinya mengusap lembut pelipis Andriel.

"Alina... lo gak curiga sama dia?" Tanya Axel, menunjuk kearah Alina yang sedang menangisi Andriel. Lebay sekali dia, Andriel itu Cuma sakit bukan mati.

Alfa beralih menatap Axel. ia kembali melirik kearah Alina dan menatap Alina dengan tatapan datar. Lalu menunduk dan menghela nafas. Jujur, Alfa sesak melihat sikap Alina yang terlalu mengkhawatirkan Andriel saat ini. Cepat sembuh Riel..

"ntahlah..."

***

Alfa mengerjap-ngerjapkan matanya. Tidurnya sedikit terusik akibat suara bising yang ditimbulkan dari bungkus makanan dan tv yang menyalah.

"lo udah bangun? Gue pikir lo nggak bakal bangun sebelum gue cium..," Alfa menyipitkan matanya. Dan perlahan pandangannya mulai jelas. Ia melirik kearah Andriel yang tengah duduk dan menikmati beberapa snack makanan ringan yang ada dipangkuannya dengan Tv yang menyiarkan siaran ulang film layar lebar heart.

"jam berapa?" Tanya Alfa bangun dan mengedarkan pandangannya keseluruh penjuruh kamar Andriel. Beberapa jam yang lali Alina dan Axel izin pamit pulang.

"10." Jawab Andriel tanpa menoleh. Dia masih sibuk memperhatikan adegan dimana Farel dan Rachel yang sedang memainkan bola basket. Namun ditengah-tengah mereka yang sedang main basket, ponsel Farel berdering menandakan ada telphone yang masuk. Dan disitu terlihat jelas kalau Rachel hanya menghela nafas pasrah dan tetap memainkan bola basket itu dengan asal.

Dan beberapa menit kemudian Farel datang dengan wajah berseri-seri, dia langsung memeluk dan memutar tubuh Rachel. Ia menceritakan bahwa yang tadi yang menghubunginya adalah Luna sang peri kecil. Farel juga mengucapkan banyak terimakasih karna berkat Rachel-lah maka Luna mau membuka hatinya untuk menerima Farel.

Alfandri Where stories live. Discover now