06

81.4K 16.2K 319
                                    

"Esther," panggil Mark setengah berbisik saat mereka sedang di loker setelah jam pelajaran selesai.
 
 
Yang dipanggil acuh saja, memasukkan dan mengeluarkan barang-barang di tasnya.
 
 
"Oy, Choi Esther!" desis Mark lagi dari balik lokernya.
Ini sudah jam pulang sekolah, terlalu beresiko dekat-dekat dengan Esther dikelilingi tatapan adik kelasnya yang juga fangirl Mark.
 
 
Esther menutup pintu lokernya lalu berjalan ke luar tanpa menghiraukan Mark.
 
 
 
"Ish," Mark mendesis kesal lalu bergegas menyusul temannya itu, menghadangnya.
  
 
 
"Ngapain lagi sih?" tanya Esther malas saat tubuh tinggi Mark menghalangi jalannya. "Minggir."
 
 
"Heh, Choi Esther," Mark bergeming. "Kayaknya kuping lo minus ya."
 
 
"Kuping itu budek, bukan minus," Esther memutar bola mata. "Awas ah, gue ada kegiatan lain nih!"
 
 
"Sini dulu."
 
 
"Eit! No skinship," Esther menjauhkan lengannya yang nyaris dicengkeram Mark.
 
 
"Ish," gerutu Mark. "Ya udah makanya ikut aja sebentar, gue butuh lo. Kalo nggak mau, gue apa-apain loh."
  
 
Mata Esther menyipit sebelum akhirnya dia menghempaskan buku-buku yang ia bawa ke tangan Mark.
Dia berjalan ke luar ruang loker diikuti Mark yang tersenyum penuh kemenangan.
 
  
  
 

  

 

 
"Pantesan pinter tapi gila, tiap hari bacaannya beginian," gumam Mark sambil membuka buku-buku conspiracy theories milik Esther.
 
 
Mereka duduk berhadapan di sudut perpustakaan.

"Udah mau ngomong apa, cepetan," Esther merebut bukunya.
 
 
"Ah, iya, sampe lupa," Mark mengeluarkan kotak musik Esther dari saku blazernya. "Ini, emang lo udah nggak butuh lagi?"
 
  
Esther menghela nafas.
"Kirain apa," ucapnya. "Udah lama nggak gue pake. Tenang aja."
 
 
"Maksudnya ㅡwow, benda ini keren banget! Lo yakin mau ngasih ini buat gue?"
 
 
"Kalo nggak mau ya udah sini kembaliin," Esther mengulurkan tangan kanannya yang terbuka.
 
 
Mark menarik kotak musik itu ke pelukannya.
"Eits jangan dong~"
 
 
Lagi-lagi Esther hanya menghela nafas.
"Udah cuma mau ngomong gitu? Gue pergi ya."
 
 
"Eh sebentar," Mark menarik lengan blazer Esther.
 
 
"Apa lagi, Mark Lee fugly?"
 
 
"Gue harus tau dong gimana lo bisa punya benda sekeren ini," ujar Mark. "Jangan-jangan ini bahaya."
  
  
Esther menahan napas mendengar perkataan Mark yang tak terduga itu.
 
 

Ya, memang berbahaya.
  
 
 

"Ceritanya nggak masuk akal."
 
 
"Gue suka yang nggak masuk akal. Go ahead."
 
 
 
Esther kembali duduk di hadapan Mark.
"Dulu gue pernah kecelakaan, berhenti sekolah dua tahun. Keluarga gue perfeksionis dan semuanya harus nomor satu ㅡtermasuk sekolah."
 
  
"Terus?"
 
 
"Ya lo bayangin aja harus kejar materi dua tahun!" kata Esther.
 
 
"Dimana lo dapet benda ini?" selidik Mark.
 
 
Esther menerawang ke udara kosong.
"Waktu itu musim hujan tahun 2011. Gue berteduh di sebuah toko barang antik dekat Dobong-gu. Disana gue liat kotak musik itu, dan gue beli ㅡbarter tepatnya."
 
 
"Sama apa?" tanya Mark."
 
 
"Jepit rambut. Aneh kan?
Pemilik toko suka sama jepit rambut gue dan sebagai gantinya gue boleh ambil kotak musik ini."
 
 
"Terus sejak kapan lo tau ini bukan kotak musik biasa?"
 
 
"Waktu dicoba di rumah," jawab Esther. "Dan dalam mimpi juga. Pokoknya aneh deh."
 
 
"Lo bilang benda ini tau kan siapa yang butuh dia, emang lo butuh buat apa?"
 
 
Esther terkekeh.
"Lo pikir kenapa gue bisa sepintar ini? Gue pake benda itu untuk mencurangi waktu, ambil banyak kelas. Gue cuma mau orangtua gue bahagia."
 
 
 
"Oh..." Mark mengangguk-angguk. "Terus kenapa lo berhenti pake kotak musik ini?"
 
 
 
Esther tidak langsung menjawab. Ia menatap kosong Mark sambil memikirkan jawaban.
Sementara Mark menunggu dengan penasaran.

 
Apa Choi Esther si ambisius sudah berhenti menjadi ambisius? Pikir Mark.
 
 
 
 
 
"Hyung!" panggil seseorang di pintu perpustakaan ㅡyang langsung mengundang gerutuan para penghuni perpustakaan.
 
 
Lee Haechan.
 
 
 
"Ah, jemputan gue udah dateng kayaknya," Mark melihat ke arah Haechan yang sedang sibuk minta maaf.
 
 
"Bagus lah, akhirnya lo pergi juga," Esther menghela nafas lega.
 
 
"Dasar," cibir Mark. "Kita belum selesai ya, ketemu lagi besok ㅡeh, atau lusa."
 
 
"Nggak mau," ucap Esther sekenanya.
 
 
"Harus mau," paksa Mark.
 
 
"Hyung!" panggil Haechan lagi di kejauhan.
 
 
Kali ini bukan hanya protes dan omelan yang ditujukan pada Haechan.
 
"RAMBUT ANEH, KELUAR," Miss Jeon, penjaga perpustakaan, dengan murka mengusir Mark di tengah tatapan lusinan pasang mata.
  
 
 
Mark keluar dari perpustakaan sambil membungkuk minta maaf pada semua orang.
 
 
 
 
Sementara itu Choi Esther menikmati kejadian itu sambil tersenyum sendiri.
 
 
Dalam hati dia berharap Mark tidak akan bertanya lagi kenapa ia berhenti memakai kotak musik itu.
 
 
.
.
.
.
.
ㅡtbc

Backup ; mark lee ✔ [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang