15. The Hidden Pain

104 77 27
                                    

Hari demi hari berlalu begitu saja tanpa sesuatu yang menarik. Kaki Emma sudah membaik. Sore ini ia akan pulang ke rumah.

"Untuk sementara ini kau jangan menggunakan heels dulu." ucap Nyonya Stellere menasehati putrinya.

"Nanti malam aku ada acara dengan teman-temanku. Biarkan aku menggunakan heels untuk malam ini. Aku benci terlihat pendek."

Emma menatap ibunya memohon tapi Nyonya Stellere menggelengkan kepalanya tidak setuju. Ibunya ini memang susah untuk dibujuk. Ia hanya bisa memanyunkan mulutnya.

"Jam berapa Alfa akan kemari?"

"Dia sedang dalam perjalanan."

Nyonya Stellere mengangguk mengerti. Ia memiliki banyak jadwal operasi jadi tidak sempat untuk mengantar putrinya pulang. Sedangkan suaminya masih sibuk dengan urusan perusahaan.

"Ibu, aku ingin menanyakan sesuatu padamu." ucap Emma hati-hati. Emma tidak tahu harus menanyakan hal ini atau tidak kepada ibunya. Entah ibunya sudah tahu atau belum mengenai hal ini.

"Tanyakan saja." Nyonya Stellere tampak menaruh perhatian kepada Emma.

"Malam itu, aku melihat ayah Alfa bersama seorang wanita. Aku tidak tahu siapa dia tapi wanita itu tampak sangat dekat dengan ayahnya. Apa dia berencana untuk menikah lagi? Tapi Alfa tidak pernah mengatakan apapun tentang wanita itu. Dan sepertinya sekarang Alfa menjauh dari ayahnya."

"Apa Alfa tidak pernah menceritakan apapun kepadamu tentang ayahnya?"

Emma menggeleng pelan. Semenjak kematian ibunya, Alfa tidak pernah mau berbicara mengenai keluarganya. Ia pasti menghindar. Bahkan Emma tidak pernah ke rumah Alfa lagi semenjak Nyonya Xander meninggal dunia.

Nyonya Stellere menghela nafas panjang. Sepertinya Alfa begitu menutup dirinya. Akhirnya Nyonya Stellere menceritakan segalanya tentang ayah Alfa yang mulai suka bermain dengan para wanita. Alfa sangat kecewa dengan perbuatan ayahnya. Tuan Xander banyak menghabiskan waktunya diluar hingga sering melupakan anaknya yang saat itu masih kecil.

Emma terdiam mendengar semua cerita dari ibunya. Alfa sama sekali tidak mengatakan apapun soal hal ini. Tiba-tiba ponsel Emma bergetar. Sebuah pesan masuk dari Alfa yang mengatakan dirinya sudah sampai dan menunggu Emma di depan Rumah Sakit. Nyonya Stellere tampak begitu mengerti dan menyuruh putrinya untuk segera keluar.

Sebuah senyuman bahagia terukir diwajah Alfa saat melihat Emma yang mendekat kearahnya. Emma masih merasa bingung. Dilihatnya Alfa yang memegang ice cream dikedua tangannya. Emma hanya bisa tersenyum lemah lalu mengambil salah satu ice cream dari tangan Alfa.

"Dari mana kau belajar hal seperti ini? Menungguku sambil memegang ice cream?"

Alfa hanya tertawa mendengar komentar Emma. Ia tidak biasanya melakukan hal yang kekanakan seperti ini. Gadis ini memang merubahnya.

"Aku berusaha menjadi romantis untuk gadisku." Ucapan Alfa begitu menggetarkan hati Emma. Tawa lembut keluar dari bibir Emma. Pria ini benar-benar sangat mempengaruhi dirinya.

"Kau tahu hal apa yang menyenangkan saat keluar dari Rumah Sakit?" ucap Emma yang membuat Alfa sedikit bingung.

"Apa?"

"Mendapat perhatian lebih. Karena setelah menjadi seorang pasien, orang-orang disekitar kita pasti akan melakukan sesuatu yang tidak seperti biasanya. Seperti ini."

Alfa tertawa pelan. Sebenarnya agak sedikit memalukan melakukan hal ini. Tapi sepertinya Emma menyukainya. Jadi tidak masalah bagi Alfa. Membuat Emma terjatuh dari tangga benar-benar membuatnya kacau. Ia tidak berhenti mengkhawatirkan gadis ini.

Cambridge Classic Story  (Complete)Where stories live. Discover now