Chapter 6 - Orang tua

Start from the beginning
                                    

"Tidak perlu, tidak usah repot-repot mengurusi hidupku," Alexander menatap kedua orang tuanya dengan tatapan tidak senang, dia tidak suka hidupnya kembali diatur-atur sesuai keinginan mereka, sejak kecil mereka hanya mengatur ini itu, membebankan banyak hal padanya, menuntutnya menjadi calon pewaris yang sempurna tanpa memberinya kasih sayang yang diinginkannya hanya kesepian dengan setumpuk mainan yang tidak ia inginkan, lalu sekarang mereka kembali hanya untuk repot-repot kembali mengaturnya bahkan tentang pendamping hidupnya, sesuatu yang harusnya hanya ia yang akan menentukannya.

"Mau tidak mau, kau harus menerima calon dari kami kalau kau belum juga menemukan calon yang cocok dan sesuai untuk menjadi seorang menantu keluarga Alzelvin dalam waktu dekat ini," putus Gerald dengan tegas. 

Alexander memutar kedua bola matanya dengan malas, ayahnya benar-benar seorang diktaktor --yang tanpa Alexander sadari mewarisi sifatnya, ia sendiri seorang diktator-- "terserah," ucapnya acuh tak acuh lalu kembali ke kamarnya dan menulikan telinganya pada teriakan marah ayahnya.
Setelah mengambil kunci mobil dikamarnya dia kembali melaju meninggalkan rumahnya menuju  kembali ke rumah sakit dimana adik Davian dirawat, di perjalanan dia sempat berhenti untuk membeli kopi dan makanan cepat saji, dia belum sempat makan malam dan tadi ketika dirumah selera makannya hilang begitu saja ketika tahu kedua orang tuanya ada disana ditambah dengan pembicaraan perjodohan yang membuatnya sangat jengkel.

Dengan langkah lesu Alexander melangkah dikoridor rumah sakit, ketika sampai didepan ruang rawat Samantha dia melihat Georgio yang baru saja keluar dari sana dan menutup pintunya perlahan.

Georgio sedikit terperanjat kaget melihat Alexander yang kembali dengan wajah kusut, "ada apa Tuan?"

"Rumahku sedang tidak nyaman."

Georgio langsung mengerti, ketika Alexander berkata seperti itu artinya kedua orang tuanya sedang ada dirumah dan mungkin saja terjadi sesuatu yang membuatnya lebih buruk, "anda mau menginap dirumah saya?" Memang ketika orang tua Alexander pulang, Alexander kadang-kadang menginap dirumah Georgio untuk menghindar.

"Tidak perlu, aku akan menginap disini. Kau pulanglah dan istirahat," Alexander menepuk bahu Georgio.

"Tapi-"

"Tidak ada tapi-tapian."

Georgio tersenyum maklum tahu bahwa memang Alexander sama sekali tidak bisa dibantah, "baiklah," ia hendak melangkah pergi namun kembali berbicara, "Tuan Davian sudah tertidur, tadi Dokter memberinya obat penenang karena demamnya kembali tinggi dan tekanan darahnya meningkat dikarenakan stres," jelas Georgio melaporkan keadaan tanpa ditanya terlebih dulu oleh Alexander, Georgio tahu bahwa Alexander juga ingin mengetahui situasi tersebut. Setelah berpamitan Georgio akhirnya pulang.

Alexander melangkah memasuki ruangan yang hening itu, mendapati kedua pasien yang ada disana tengah tertidur pulas, dia menaruh makanan dan kopi yang ia bawa dimeja lalu melangkah mendekati salah satu ranjang disana.
Alexander menatap wajah Davian yang tertidur, lalu tangannya terulur untuk membelai pipi Davian dengan punggung tangannya dan mendapati suhu tubuh yang panas pada pipi pemuda itu, "sepertinya perjanjian kita sangat membuatmu stres," Alexander lalu menyapukan ibu jarinya pada bibir tipis dan lembut namun pucat milik Davian, "tapi aku sudah memilihmu untuk menghibur kehidupanku yang membosankan, dan kau harus bisa," Alexander mengecup bibir Davian sekilas lalu kembali menjauh dan duduk disofa sebelum sesuatu diselakangannya terbakar, kalau dia sampai meniduri Davian sekarang itu akan menyalahi janjinya beberapa jam yang lalu untuk membiarkan pemuda itu bebas dari 'tugas-tugasnya' sampai adiknya membaik.
Pria tampan itu dalam keheningan menyantap makanan cepat saji yang ia beli lalu menikmati kopinya setelah itu terlelap diatas sofa untuk sejenak melupakan kedua orang tuanya yang membuat dia dalam mood yang buruk.

************

Burung berkicau dengan riang dipagi yang cerah, sinar matahari pagi yang hangat menyusup diantara celah tirai, Davian perlahan membuka matanya dan menyesuaikan dengan bias-bias cahaya yang masuk ke retinanya, dia mendudukan tubuhnya yang terasa lebih baik pagi ini.
Awalnya dia mengira orang yang berbaring dan tertidur di sofa adalah Georgio namun setelah dia menajamkan penglihatannya dia terkesiap, itu Alexander.
Davian berpikir apakah sebegitu takutnya pria itu kalau dirinya akan kabur sampai-sampai dia sendiri yang harus berjaga disini semalaman?
Davian menghela nafas, pagi ini dia ingin sedikit menenangkan pikirannya namun melihat pria yang menjadi sumber masalahnya ketika dia membuka mata pagi ini sama sekali tidak bisa melegakan pikirannya barang sedikutpun. Davian bangun dari ranjangnya, dengan tubuh yang masih terasa lemas dia berjalan kearah jendela lalu membuka tirainya kemudian membuka  jendelanya lebar-lebar membiarkan cahaya pagi yang hangat dan udara pagi yang sejuk memasuki ruangan itu, davian lalu menghirup udara pagi yang segar untuk memenuhi paru-parunya yang seolah sesak sambil menatap langit pagi yang biru cerah tanpa awan. 

Cahaya matahari pagi yang menyerbu kedalam ruangan ketika Davian membuka jendela ruangan itu mengganggu tidur Alexander, pria itu menggosok matanya sebentar lalu ketika membuka mata mendapati sosok pemuda kurus itu tengah berdiri didepan jendela. Alexander bangun lalu berjalan tanpa suara kearah Davian. Setelah sampai dibelakang Davian, dengan segera Alexander melingkarkan tangannya di perut Davian dan memeluk pemuda itu dari belakang, menyandarkan dagunya diatas kepala Davian dan merasakan surai lembutnya.
Alexander merasakan kalau tubuh davian terlonjak kaget lalu kaku dalam pelukannya, "ini hanya aku bukan hantu," candanya.

'Justru kau lebih menakutkan dibanding hantu,' jerit Davian dalam hati, tangannya mengepal kuat, dia masih sangat amat takut dengan sentuhan pria tampan nan arogan itu, "bisakah.. bisakah kau melepaskan pelukanmu?" Pinta Davian takut-takut.

"Tidak."

Mulut Davian seolah kelu, dia tidak berani bertanya lagi karena takut membuat pria iblis itu marah dan berbuat yang lebih buruk padanya, matanya melirik kebawah, kearah tangan kekar Alexander yang melingkar diperutnya.
Davian seketika terkesiap merasakan tangan itu bergerak membelai perut ratanya, "Tu-tuan, ingat janji anda," cicitnya takut.

To be continue..

Terima kasih untuk vote dan komen juga dukungan AlexanderxDavian lover ^^
Dukungan kalian memberiku semangat buat terus ngelanjutin Allure.
Chapter depan kemungkinan bakalan aku privasi lagi hehe..
Makin banyak vote/komen makin cepat aku update

[BL] Allure (Complete)Where stories live. Discover now