Sexy Teacher -- 2

Começar do início
                                    

Saat berdiri mataku bertatapan dengan seseorang yang menciumku kemarin malam. Aku tersenyum dia pun membalasnya. Tak ada sapaan romantis karena dia langsung mengalihkan wajahnya pada setumpuk kertas.

Aku berlalu dari ruang guru dengan perasaan hampa. Mungkin dia lupa padaku, tiba-tiba pundakku bertabrakan dengan seseorang.

"Sandra! Kau kah itu? Sialan! Kau benar-benar semakin cantik", seru perempuan berambut coklat lurus.

"Aku lupa siapa kau, maaf", ujarku mengiba.

"Aku Annie, bagaimana sudah ingat?".

Aku menepuk keningku dan memeluk perempuan dihadapkanku ini. Annie menyeretku kembali ke ruang guru. Ya ampun aku baru saja akan pergi kenapa harus ada teman lama sih?.

Annie bercerita tentang suami dan juga anak kembarnya. Aku hanya tersenyum kecil dan menanggapi dengan anggukan. Lagi-lagi wajah Latin berhadapan denganku. Aku meremas kedua tanganku dan kembali fokus pada temanku. Dia duduk di kursinya di dekat Annie.

"Apa kau sudah menikah Sandra?". Aku tidak suka dengan pertanyaan itu. Danny tak sengaja juga menatapku setelah Annie bertanya. Seolah ia ingin tahu banyak tentangku. Aku berdehem menyegarkan tenggorokan.

"Belum, aku belum ingin", ujarku pasti.

"Ah sayang sekali padahal kau cantik", ucapnya keras. Seakan ingin seluruh ruangan ini mengetahui bahwa aku perawan tua.

"Mmm...Bu Bennet tadi kudengar Pak Lawson memanggilmu", Danny menyela pembicaraan kami.

Apa dia baru saja menolongku kalau iya aku akan berterima kasih. Annie mengerjapkan matanya berkali-kali.

"Baiklah aku harus pergi, kau harus datang reuni bulan depan atau kau aka di depak dari keanggotaan perpustakaan!", seru Annie dengan senyuman. Aku hanya mengangguk dan melangkah pergi.

Danny menarik lenganku dan akupun menoleh. "Apa kau akan datang malam ini?", tanya Danny. Aku mengernyitkan dahi tapi dasar kepalaku mengangguk setuju. Ia tersenyum puas, "Baiklah silahkan melanjutkan harimu, Nona Sandra". Aku menarik tangannya dan berucap terima kasih dengan pertolongannya. Lalu matanya mengerling, kerlingannya benar-benar menggodaku.

Aku sampai dengan selamat di depan toko-ku. Karena hampir sepanjang perjalanan aku memikirkan bibir tipis milik Danny. Ah ya sepertinya tadi kulihat Adrian melihatku dan Danny. Kuharap ia sadar dan menjauh dariku.

Aku mengerjakan pesanan dari pelangganku. Tak lupa juga kusampaikan pesanan dari sekolah Alex pada Jonathan. Ia sedikit kecewa dengan pesanan Bu Andrews. Tapi apa boleh buat kami harus tetap membuat.

"Hai, maaf aku sedikit menguping pembicaraan kalian", Drew datang menghampiri kami. Kebetulan toko sedang sepi jadi dia bisa mampir ke dapur.

"Kemarilah Drew kami sedang membicarakan pesanan dari Metro High School", aku mendorong kursi untuknya. Drew juga kecewa sama denganku tapi mau bagaimana lagi setidaknya mereka masih sopan dalam memesan.

Jonathan membersihkan peralatannya ketika aku akan mematikan lampu toko terlihat bayangan di depan toko. Jonathan mencium pipiku dan berpamitan. Kulirik jam dinding menunjukkan pukul 9.30 malam.

Aku sedikit was-was dengan orang di depan tokoku. Aku mengambil semprotan merica di laci kasir dan menyimpan di tasku.

Kubuka pelan-pelan pintu depan kepalaku menoleh ke semua arah, barangkali aku menemukan dia lalu menyemprotkan semprotan merica. Mulutku terbuka lebar mendapati Danny bersandar pada tembok toko.

"Hai, aku tidak melihatmu di kerumunan orang-orang disana jadi aku menghampirimu. Apakah kau sudah mau pulang?", tanyanya dengan menatapku lekat.

"Ya aku akan pulang sekarang. Tapi kalau kau mau jalan-jalan aku masih banyak waktu", ajakku dengan sikap biasa padahal jantungku seakan mau keluar.

Dia tersenyum dan terlihat belahan di dagunya. Kami pun berjalan mendekati kerumunan. Ia bercerita tentang masa kecilnya yang bahagia. Ibunya juga seorang penari dan ayahnya meninggal dalam kecelakaan saat usia Danny masih enam bulan.

Aku menatap matanya lekat saat dia bercerita, entah karena sesuatu hal dan itu membuatku mendekatkan bibirku pada bibirnya. Dia tersentak dengan sikapku.

Tangannya memegang tengkukku agar aku tidak banyak bergerak. Tanganku memegang lengannya, ototnya terasa pas di telapakku aku memijat pelan. Ciumannya semakin menuntut dan keras.

Kewanitaanku berkedut, jangan keluar di sini kumohon. Kedua tanganku merangkul lehernya dengan erat. Ya Tuhan dia pencium yang hebat. Seakan sadar dengan situasi yang ada aku segera menarik kepalaku.

Aku menjilat bibir bawahku dan menggeleng lemah. "Maaf aku harus pulang", ujarku segera beranjak dari bangku taman kota.

"Kau mau ke apartementku tidak jauh hanya satu blok dari taman", Danny memandang dengan tatapan memohon. Aku merapikan anak rambut ke belakang telingaku dan mengangguk pelan.

Ya Tuhan kami berjalan layaknya remaja yang baru pertama kali bercinta. Entah dengan Danny apa ini untuk pertama kali atau untuk kesekian kali. Dia terkesan malu-malu saat kami berhenti di depan minimarket untuk membeli sesuatu. Dan aku yakin dia membeli pengaman.

Suasana semakin sepi dia menggenggam jemariku dan berjalan lebih dulu. Sepertinya apartmentnya masih ramai di jam sebelas malam. Danny menyapa tetangganya yang masih berada di depan tangga. Semua mengenalnya, aku kagum dengannya.

Kami sampai di depan pintu apartementnya, dia menggiringku menuju sofa dan menutup pintu perlahan. Kuedarkan pandangan ke seluruh sudut ruangan, tak kutemukan pakaian dan juga botol-botol bir berserakan. Dia benar-benar bersih.

Pipiku terasa dingin saat Danny menempelkan kaleng cola. Aku hanya tertawa melihat kelakuannya.

"Aku berganti kaus dulu, tunggulah sebentar", Danny melepas dan menunjukkan perutnya yang six pack. Aku menahan napas sekejap dan mengalihkan pandanganku ke sebuah pigora.

Aku berjalan mendekati dan membaca, jadi ia lulus dari jurusan pendidikan. Apakah ia seorang guru, aku membatin sembari terus membaca tulisan yang tertera di piagam.

"Ibuku yang menyuruhku untuk mengambil jurusan pendidikan, ia ingin aku meneruskan cita-citanya", aku tersentak dari rasa ingin tahuku lalu kembali duduk.

"Kau tidak meminum colamu?", tanya Danny. Aku tersenyum dan mengulurkan tanganku pada kaleng berwarna merah.

Ia duduk dengan menekuk kakinya dan bersedekap tangan. Matanya terus menatapku membuat tubuhku menegang.

Pandangannya seperti ingin menyerangku dan membawaku di bawahnya. Aku meneguk ludah pelan dan jantungku berdegub.

"Apartmentmu bagus tertata rapi dan bersih, aku suka laki-laki mandiri", ujarku basa basi. Matanya berubah menjadi sayu lalu terbit senyum merekah.

Ia berpindah duduk di dekatku dan pundaknya menyenggol pundakku. Kami saling memandang tangan Danny membetulkan krah kemejaku. Oh tidak ini tidak benar, bibirnya mendekati wajahku.

°°

Jederr...huaaa kenapa setiap bikin adegan dewasa jatuh-jatuh nya malah malu...ya sudahlah maaf kalo masih minim kalimat berkualitas...

Sexy Teacher (Complete)Onde histórias criam vida. Descubra agora