Kia Salv-Rarөi—Divisi Diamond, kursi keempat.

***

Waktu pengajaran telah selesai kurang lebih satu jam yang lalu. Selama satu jam pula Quon menunggu dekat gerbang Gihon, tapi laki-laki itu tidak juga tampak batang hidungnya. Apa Var sedang mempermainkannya? Apa ada orang yang berniat jahil dengan memasang tampang serius seperti itu? Quon pun makin cemberut melihat siswa-siswa yang bersliweran meliriknya aneh.

Banyak sekali siswa yang keluar dari Gihon saat ini. Kebanyakan mereka para gadis yang tentu saja tengah sangat mempersiapkan diri untuk pesta besok. Saat mereka melewatinya, Quon bisa mendengar mereka kebingungan memilih warna. Mereka juga saling membicarakan soal pasangan masing-masing.

Kalau ucapan beberapa hari yang lalu adalah sungguh-sungguh, Quon merasa amat senang bisa pergi dengan Var. Tapi jika laki-laki itu hanya bergurau, Quon bersumpah akan terus menerornya mulai besok.

Namun sampai sekelilingnya berubah sepi, Quon semakin ciut. Berulang kali dia mendesah kecewa dengan raut wajahnya yang berubah sedih. Saat itulah suara derap kuda dari kejauhan membuat alisnya saling bertaut. Quon mengerjap lalu menoleh. Gadis itu sedikit menyipitkan mata untuk melihat apa yang sedang berlari cepat ke arahnya.

Dua ekor kuda!

Quon terperangah melihat Var. Senyumnya lalu mengembang lebar. Dia bahkan tidak peduli sama sekali dengan wajah keruh laki-laki itu. Meski kelihatan sedang kesal, Var mengulurkan tangannya. Geraknya sama seperti saat mereka pergi ke hutan pinggiran sungai Tiberi dulu. Quon pun mengangkat tangannya, dan dalam sekejap tubuh mungilnya duduk di punggung Nii dan menempel pada dada Var.

Mereka tidak hanya berdua. Melewati lengan Var, Quon juga melihat Rife yang rupanya sedang membonceng seorang gadis.

Var semakin mengarahkan Nii supaya berlari kencang hingga Quon harus memeluk laki-laki itu erat.

Perjalanannya memakan waktu yang lumayan lama. Mereka sampai di sebuah tempat saat langit telah sepenuhnya gelap. Var turun lebih dulu lalu membantu Quon. Rife pun melakukan hal yang sama pada gadis yang dibawanya.

Quon mencoba menerka tempat apa yang mereka datangi kali ini, namun dia sama sekali tidak mendapatkan petunjuk. Di hadapan mereka berdiri rumah yang kecil dengan dindingnya terbuat dari kayu dan bambu.

"Selamat datang, Tuan Muda." Seorang pria dengan rambut dan cambang yang telah memutih menyambut mereka. Pandangannya terarah pada Rife. "Oh? Kau membawa temanmu?"

"Ya." Rife tersenyum tanpa beban seperti biasa. "Satu di antaranya sedang temperamen."

Kontan Var mendelik tajam. Tatapannya sempat bertemu dengan Quon sebelum berbalik pergi.

"Kau mau ke mana?" tanya Quon bingung. Var tidak menjawab, bahkan langsung menunggangi Nii lalu pergi meninggalkan tempat itu.

"Jangan khawatir, Quon," kata Rife menenangkannya. "Di sini hanya bukan tempat favoritnya. Kalian akan bertemu besok saat di Gihon. Khansa akan mengantarmu."

Baiklah. Quon sepertinya tidak memiliki pilihan selain menuruti semua kata-kata Rife sekarang. Dia menoleh, mendapati gadis yang bersama Rife sedang meliriknya. Jantung Quon jadi berdebar tegang. Bros yang tersemat di dadanya berlambang Cith. Apa dia juga akan mengenali jati diri Quon seperti Fiona dan Dalga?

"Hai, namaku Areah." Di luar dugaan, gadis itu justru mengulurkan tangan untuk menyalami Quon.

Syukurlah, batin Quon diliputi kelegaan. Sepertinya hanya orang-orang dengan kemampuan spiritual yang istimewa yang bisa mengenali sosok Quon yang sebenarnya.

Silver Maiden [Terbit]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin