Ameena

24 3 2
                                    

Nuansa orang muda. Lebih berwarna, pastel yang teduh. Rumah itu ditingkahi tangan perempuan. Fatima memiliki kawan bercengkrama soal dunia kaumnya sejak Ameena lahir ke dunia 13 tahun silam. Dia memastikan anak perempuannya ini bergejolak "perempuan". Kakak-beradik Muhammad dan Khalid lebih dulu lahir, yang didominasi didikan suaminya, Murad.

Anak laki-laki ini, dikenalkan sarung tinju, sepak bola, angkat besi dan ternak sapi. Sejak mereka baru pandai berlari, Murad melibatkan dalam latihan dan pertarungan. Tidak sia-sia. Keluarga mereka tidak bisa lepas dari cengkraman pusaran olaharaga.

Ameena, putih lentik menawan. Dari sisi manapun, dia tidak punya bakat meneruskan ambisi bapaknya. Fatima mendekap anak itu kuat-kuat. Baiknya nasib Ameena, ia dibesarkan dalam kecukupan. Ia tak sempat bersusah diri dalam kemiskinan. Muhammad dan Khalid bercerita-cerita kehebatan mencari kayu bakar di hutan. Apa hebatnya, kata Ameena. Dia tidak mengerti, kondisi yang sangatlah heroistik menyejarah. Pekerjaan rutin Ameena sehari-hari, mengurusi ladang virtual, Farm Vill aplication. Itu hebat! katanya.

"Hei, tolong like postinganku", ujar Ameena pada Khalid yang baru saja pulang.

"Boleh. Asal bermutu!", Khalid manyun menanggapi anak itu. Anak ingusan, cerurut genit. Khalid lelah menjelaskan kepada fans, sosok Ameena kepada publik. Dia bukan tipe yang membuka ruang privasi guna unjuk sensasi.

"Lihat foto terbaruku", kali ini dia menunjukkan gambar dirinya di taman kota, "Aku berhasil menyembuhkan jerawatku."

"Menyembuhkan atau menyembunyikan? Siapa pun tahu itu hasil editan", ucap Murad menertawakan anak gadisnya.

"Pokoknya like", teriak Ameena, "ini perintah!"

Kali ini tumblr, setelah tadi puas mengunggah foto terbarunya tanpa jerawat (editan) di akun instagram. Khalid tidak melihat ibunya.

"Mana ibu?", katanya.

"Di kamar", jawab Ameena tanpa beralih dari layar tumblr, "seperti biasa, membaca kitab suci"




"Di kamar", jawab Ameena tanpa beralih dari layar tumblr, "seperti biasa, membaca kitab suci"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Yeah... Dan kau, disini? Begini?" Khalid mengintip ke layar tumblr yang diburu notifikasi. "Dengar ya! Waktu seumur kau, aku tidak absen membaca Al-Qur'an"

"Sulit, Khalid..... Please! Jangan suruh aku"

"Kau harus, Ameena!"

"Aku tidak bisa"

"Ya Tuhan, umurmu 13 tahun, dan kau berkata tidak bisa?!"

"Aku malas", Ameena bersungut. Kini menatap Khalid minta dikasihani. "Ya, tidak bisa... dan malas"

Terdengar bunyi 'eeek' dari kamar ibu mereka. Murad menontoni obrolan kakak adik itu tanpa komentar. Fatima datang, belum melepas selendang hitam bermanik-manik sewarna.

"Kau tidak bisa karena malas. Ya kan, Sayang?", Fatima menyahut tanpa diminta. Dia tersadar, barangkali akibat terlalu memanjakan Ameena. Rasa cinta mendangkalkan alam pikir seseorang. Melumerkan manusia.

"Baiklah,..." Ameena bersungut parah. Dia anak paling kecil yang dianggap kecil. Jadi, ya sudahlah. "Ya, aku salah. Si pemalassss"

"Kau harus belajar, Ameena. Bukan cuma pelajaran umum di sekolah" ujar Khalid. Dalam benaknya muncul satu ide brilian. Jitu. Kenapa aku bisa secerdas ini sekarang? Kenapa cocok begini? Baiklah, ini permainan takdir.

"Kau ikut aku pekan depan. Kau harus belajar di tangan yang tepat. Kau tidak bisa macam-macam", Khalid menyeringai. Senyum kemenangan. Dia membaca jalan takdir. Sungguh cerah. []

The Title [Dwilogy Of Nurmagomedov]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang