12. Time

298 11 0
                                    

Dini hari pukul tiga, Angga terbangun dari tidurnya karena tubuh perempuan yang sengaja menjatuhi tubuhnya membuat Angga harus meringis menahan rasa ngilu.

Itu ulah Athaya. Ternyata perempuan itu ingin buang air, tapi ia terlalu takut bila tidak ada orang yang bangun di rumah ini selain dirinya. Maka dari itu karena Sena terlalu mustahil untuk dibangunkan, tentu Angga yang menjadi sasaran.

Masih dengan rasa kantuk yang kental, Angga memegang bahu Athaya. Sengaja agar tubuhnya tidak ambruk atau menabrak sesuatu karena ia sangat kantuk.

"Angga! Cepetan dong jalannya, gue kebelet nih!" Athaya mengomel sambil memukul wajah Angga agar laki-laki itu tersadar.

Setelah sampai kamar mandi yang ada di lantai bawah, Angga duduk kursi meja makan kemudian mengambil satu gelas air. Fyuh, Athaya memang selalu mempunyai banyak cara untuk menganggu tidurnya. "Udah belom, Ta? Jangan lama-lama, gue tadi liat putih-putih ikut masuk ke kamar mandi bareng lo."

"Angga ih!" Teriak Athaya dari dalam kamar mandi. "Sekali lagi lo ngomong gitu, gue lelepin nih di kolem ikan belakang biar lo di makan ikan patin sekalian!"

-----

"Sena!" Angga berteriak sambil menendang bola yang langsung di tangkap oleh Sena layaknya seorang kiper sungguhan.

Kedua anak yang satu berusia sembilan tahun dan yang satu sebelas tahun itu kemudian asik bermain bola di halaman belakang rumah keluarga Sena. Banyak adegan jatuh yang terjadi, namun masih hal yang wajar dalam permainan sepak bola.

"Ka Sen, Angga! Aku mau ikutan," suara itu muncul dari pintu dapur yang menghubungkan ke halaman belakang, bersamaan dengan munculnya seorang perempuan yang kelihatan sekali habis mandi sore karena bedak yang ia pakai tidak beraturan, juga karena aroma parfum stroberi yang menyeruak.

Angga dan Sena berhenti sebentar, sebelum melontarkan jawaban yang sama. "Engga! Ini mainan buat anak cowok!"

Athaya sukses mengerucutkan bibir di buatnya. Kedua anak laki-laki itu tidak tahu saja bagaimana Athaya yang diam-diam bermain bola milik Sena kalau ia sedang main di luar rumah. Merasa di remehkan, Athaya akhirnya ikut masuk ke dalam rerumputan tanaman gajah yang sekarang menjadi stadion dadakan bagi ketiga anak itu.

Tumbuh bersama dua orang anak laki-laki memang berpengaruh besar bagi kepribadian Athaya. Anak perempuan itu tidak pernah suka bermain barbie, mengumpulkan file-file Harvest, atau bermain masak-masakan pada sore hari di taman kompleks seperti teman perempuan seumurannya.

Maka dari itu, Athaya sangat tidak bisa bermain dengan teman perempuan seumurannya. Ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan sahabatnya, Angga, atau kakaknya, Sena.

Entah bagaimana hal tersebut terjadi, yang jelas teriakan Angga kemudian menjadi pusat perhatian Athaya dan Sena yang sedang asik menggiring bola. Angga disana, di dalam kolam ikan yang ada di sisi kanan halaman, dari cara Angga berteriak dan bajunya yang basah--meskipun tinggi air kolam tersebut hanya selutut--menandakan kalau itu bukan sebuah kesengajaan.

"Tata, Sena! Tolongin aku!" Teriak Angga lagi, mungkin laki-laki itu terlalu syok untuk menyelamatkan diri sendiri--dengan hanya memanjat sedikit pinggiran kolam yang di buat dari semen.

Athaya dan Sena menurut, tapi karena pinggiran kolam yang licin, Sena ikut tergelincir dan sukses membuat seluruh pakaiannya basah termasuk wajah Athaya yang kecipratan. Bukannya marah, Athaya malah tertawa kemudian ikut nyebur ke kolam. Melupakan fakta bahwa ia baru saja mandi, atau nanti ibunya akan mengomel. Athaya tidak perduli, kapan lagi ia nyebur ke kolam ini bersama Angga dan Sena kan?

Lantas, hal yang seharusnya tidak patut di syukuri ini malah membuat sorak-sorak tawa. Angga yang tadi wajahnya memucat, kini tidak lagi. Ketiganya sibuk menyipratkan air kolam meskipun bau amisnya sangat tercium. Mengalahkan parfum stroberi yang di pakai Athaya.

Permainan tersebut selesai karena Angga berteriak sangat keras. Sehingga memanggil ibu Athaya dan ibu Angga yang sedang asik mengobrol di ruang tengah. Ketiga anak kecil itu di angkat dari kolam, Angga menangis karena barusan kakinya di gigit oleh ikan--entah itu ikan yang mana.

Ibu Athaya menghela nafas berat melihat kedua anaknya yang sedang menunduk seakan meminta agar tidak di marahi.

-----

"Mana ikan patin-nya? Masih hidup?" Tanya Angga serius, sedangkan Athaya membenarkan baju tidurnya terlebih dahulu sebelum duduk di samping Angga.

Athaya menyeringai, "yeh dasar lo, dulu aja takut banget sama ikan patin sekarang gayanya begini. Gimana ya kalo gue kasih tau temen lo tentang lo yang kalo ngeliat ikan patin teriak-teriak sendiri?"

"Engga, gue udah ga takut! Itu terakhir pas kita masuk SMP." Bantah Angga. Sejak kejadian itu, ia memang jadi trauma kepada seluruh jenis ikan patin--apalagi ikan patin yang ada di rumah Athaya--sumpah, gigitannya itu sangat sakit. Tapi seiring bertumbuhnya Angga, ia sudah tidak terlalu takut. Meskipun, yah, sekarang kalau ia melihat ikan patin dalam hati ia masih ngeri.

"Oh gitu yah?" Tanya Athaya dengan nada meledek, kemudian memukul lengan Angga pelan sambil tertawa. "Iya Ga, gue percaya kok santai aja."

Angga tidak menyahut, melainkan malah berjalan menuju ruang tengah dan setelah sampai disana, laki-laki itu menyalakan televisi.

Stolen HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang