11. Perasaan Aneh

560 29 0
                                    

Angga baru saja akan membuka gerbang rumah Athaya ketika ia mendengar deru mesin motor ada tepat di belakangnya.

Mata laki-laki itu menyipit, memandang tidak suka pada seorang laki-laki yang masih tersenyum ke arah Athaya yang sudah turun dari motor tersebut. "Makasih, Ka."

Beberapa saat Angga seperti menjadi pemeran antagonis karena tatapan matanya yang tajam di dalam kisah dua sejoli yang saling bertatapan sambil tersenyum.

"Maaf ya soal yang tadi." Laki-laki yang mengenakan hoodie berwarna hijau army itu menjawab.

Athaya masih terus tersenyum, dari pancaran matanya jelas sekali kalau ia sedang menahan malu sekaligus sedang senang. Hal yang dapat Angga lihat hanya kalau perempuan itu sedang menonton aksi aktor-aktor luar negeri. "Hati-hati ya, Kak."

Angga lantas mendecih, muak sekali melihat tingkah Athaya yang malah lebih mirip orang kebelet pipis. "Siapa dia?"

"Kalo gue jelasin, lo juga ga akan tau," jawab Athaya, langkah perempuan itu terbata-bata, juga sepatunya yang menghilang--digantikan sandal jepit berwarna hitam yang kekecilan cukup membuat fokus Angga teralih.

"Jatuh lagi?!" Angga berdecak sejadi-jadinya sambil membantu gadis itu berjalan. "Abis jatuh ke selokan ya? Pantes aja kulitnya item."

Apa yang dibicarakan oleh Angga adalah ejekan semata. Karena faktanya, kulit Athaya sangat putih hingga urat-urat yang ada di tangan ataupun kaki gadis itu terlihat. "Iya terserah lo Ga."

"Gws, Ta." Itu bukan suara milik Angga, melainkan milik Sena yang membukakan pintu rumah dari dalam. Wajah laki-laki itu terlihat lelah, dengan rambut yang lusuh. Dalam hati, Athaya ingin bertanya tapi ia terlalu gengsi.

"Bantuin kek, supir angkot!" Bentak Athaya sampai-sampai tubuh kakaknya terlonjak kaget.

Laki-laki itu mau tidak mau menurut, menggendong Athaya sampai ke sofa tengah. "Sama-sama," sindir Sena sebelum pergi ke dapur, setelah tidak mendapat ucapan dari adiknya.

Athaya malah nyengir, "tutup mulut lo, nanti ada nyamuk masuk terus berkembang biak disana, kan bahaya."

"ANGGA!" Teriak Athaya. Bila disandingkan dengan toak Masjid sekalipun, toak Athaya jauh lebih keras. Beruntung nenek-kakek Athaya tidak tinggal dirumah ini. Kalau ya, Angga tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

-----

Tidak seperti biasanya Angga berakhir di kamar Sena bersama pemiliknya, bukan di kamar Athaya. Waktu menunjukan pukul sebelas malam ketika Angga dan Sena selesai bermain FIFA, lalu Angga memilih untuk tidur disini. Meskipun sempat ditanya kenapa oleh Sena, Angga hanya mengangkat kedua bahunya.

Kepala Angga bersender pada kepala kasur, kedua kakinya sengaja ia luruskan. Sedangkan Sena, laki-laki itu sudah jatuh jauh ke dalam mimpi.

Suara Athaya tadi sore kembal terngiang, tentang bagaimana Athaya mengatakan kalau ia menyukai Ezra. Dari cara ia bicara, Angga memang tahu kalau apa yang Athaya bicarakan, benar.

Perempuan itu menyukai Ezra.

Ada perasaan gejolak panas di dalam hati Angga ketika mendengar cerita Athaya tentang Ezra, anak kelas sebelas IPA 5 yang mempunyai jabatan sebagai ketua ekskul sinematografi di sekolahnya.

Lagi, Angga masih memikirkan apa yang sebenarnya yang ia rasakan. Apakah hal ini wajar dalam sebuah persahabatan? Apakah ia hanya kaget, karena sebelum-sebelumnya Athaya tidak pernah menceritakan laki-laki lain sama dengan cara ia menceritakan Ezra? Apakah ia cemburu dalam batas persahabatan?

Dengan gusar, laki-laki itu akhirnya mengambil satu kotak rokok yang disimpan Sena di lemarinya. Ia langsung membuka jendela kamar, duduk di tepinya sambil mengepulkan asap dari mulut. Angga bukan pecandu rokok, hanya saja ia membutuhkan benda itu sebagai pengalihan emosi ketika ia sedang marah atau sedih.

Athaya tidak melarang Angga merokok, dengan syarat harus ada ia di sampingnya. Alasannya selain karena ia bisa mengontrol berapa batang yang Angga habiskan, juga karena ia tahu kalau Angga sedang marah atau sedih. Tapi untuk yang pertama kali, Athaya tidak ada disaat yang seperti ini.

Tidak ada yang menemani Angga sekarang, kecuali bintang-bintang di langit gelap yang setia melihat manusia patah hati itu duduk di tepi jendela. Huh, kenapa Angga terlihat sangat buruk sekarang?

Laki-laki itu mematikan batang rokok yang tinggal setengah, sudah hampir tiga yang ia habiskan. Angga memilih menutup jendela dan mencoba tidur. Kalau dilanjutkan, entah akan habis berapa batang rokok yang ia hisap ketika pertanyaan itu kembali muncul di otaknya.

Apakah ia sebenarnya jatuh cinta?

Stolen HeartWhere stories live. Discover now