2. Telur Lover

832 50 0
                                    

"Ibu aku mau nasi uduk nya dua porsi, pake telur dadar, telur di sambelin, semur telur, sama kentang. Oiya bu sama gorengan nya tahu ya."

"Buset, itu pesenan apa gerbong kereta? Panjang bener," ujar Angga kagum.

"Panjangan jalan tol dari sini ke Bandung ya Ga," bantah Athaya langsung. "Iya terserah mu Athayi."

"Gue bilangin Mama gue ni lo ganti-ganti nama gue!"

"Bodo amat," jawab Angga acuh, setelah itu Athaya dibuat gemas karena sikap Angga yang hanya diam.

"Ga jangan diem aja!" Keluh Athaya sembari memukul pelan kepala Angga dengan sendok di tangan nya.

"Ih Ta, gue tuh cape, gue laper, kehilangan banyak energi abis gendong badak tadi," jawab Angga dengan hiperbola.

"B G S T!"

"Idih Tata ngomong nya kasar sekarang, Angga males ih temenan sama Tata."

"B G S T!"

"Nih nasi uduk nya," ujar Bu Nami sembari membawa nampan berisi tiga porsi nasi uduk. Satu untuk Angga dan dua untuk Athaya.

Mata Athya berbinar melihat makanan di hadapan nya. Apalagi banyak berbagai sajian telur. "Bisulan lo makan telur mulu."

"Bodo amat, orang gue suka," jawab Athaya acuh.

"Dasar telur lover."

Tidak banyak percakapan yang terjadi karena Athaya dengan cepat melahap makanan nya, sementara Angga makan lebih lambat karena separuh waktu nya malah ia habiskan untuk memperhatikan Athya makan yang kadang membuat nya tersenyum geli.

Dari dulu, cara makan Athaya tidak pernah berubah. Berantakan, dan aneh nya Angga suka itu.

"Ga sumpah ya kejsfhskbsisnzkabso."

"Telen dulu baru ngomong," Athaya pun menelan makanan yang ada di mulut nya di bantu air teh tawar hangat yang di sugukan oleh Angga.

"Kemarin, lo di cariin Pak Hasan, kata nya masa udah tiga minggu ga ikut remedial."

"Besok kalo gue di tanyain lagi jawab aja gue males, soalnya mau berapa kali gue remedi juga ga akan tuntas. Biarin Tuhan yang nuntasin nilai fisika gue."

"Tuhan juga males kali nuntasin nilai fisika lo! Kalo lo ga ikut remed minggu depan nilai lo ga di naikin juga."

"Ya ampun, kemarin kan gue ga masuk juga gara-gara sakit kan? Yauda minggu depan gue remedi."

"Lo tuh males ketemu Pak Hasan Ga, bukan sakit." Ralat Athaya cepat.

Sena: ga, tata sama lo?

Angga mengecek pesan yang baru masuk di ponsel nya, kemudian memperlihatkan pesan itu kepada Athaya. Bermaksud agar perempuan itu saja yang membalas pesan dari Kakak nya, namun Athya malah menyuruh Angga yang membalas.

Angga P: iya Sen

Angga P: lagi makan nasi uduk bu nami

Sena: oh oke

Sena: mama nyariin soal nya

Sena: dia makan berapa porsi Ga?

Angga P: ya kayak biasa

Angga P: dua porsi penuh pake semua jenis masakan telur

Sena: gue sumpahin bisulan tuh anak abis ini

Angga P: gue juga mau nya gitu Sen

Angga P: ngabisin duit gue nih anak

Angga P: sebagai kakak yg baik abis ini lo gantiin duit gue yg di pake adek lo ya

Sena: OGAH

Sena: bukan adek gue lagi dia

Athaya kembali menatap tajam Angga yang tertawa sambil mengetik sesuatu di layar handphone nya. "Pasti lo ngomomgin gue kan sama Sena!"

"Iya."

"Ayu balik, Mama lo nyariin," ajak Angga kemudian memasukan ponsel nya ke saku celana.

Athaya mengangguk sembari melahap satu telur yang memang sengaja ia tinggalkan untuk di makan terakhir kali. "Gausah gendong gue lagi Ga, gue pasti berat."

Angga mendecih pelan, "tumben nyadar." Ujar nya kemudian.

Setelah membayar semua makanan, Angga berjalan di depan sembari memperhatikan Athaya yang mencoba berjalan, ia bisa tetapi sangat lama.

"Astaga Ta, lama banget."

"Ga tangan lo Ga!" Angga berjalan mendekat ke arah Athaya. Perempuan itu langsung mengamit lengan kiri Angga dan hasil nya Athaya bisa berjalan lebih cepat dari sebelum nya meskipun tidak seperti biasa nya.

Selama perjalanan, Angga dan Athaya menjadi pusat perhatian orang-orang yang berolahraga di komplek nya--yang kebanyakan lanjut usia. Angga yang hampir akrab dengan hampir semua lansia itu, menyapa mereka satu-satu tanpa keraguan. "Nanti gue mau jadi kayak Opah Tarjo ah, umur nya udah tujuh puluh lima tapi main badminton nya masih jago."

Athaya menoleh sekilas, menatap mata Angga yang terlihat seperti menerawang masa depan nya sendiri--meskipun tidak bisa. "Yaelah, paling kalo lo mah umur segitu udah sekarat di kasur."

"Di ajarin siapa ngomong kayak gitu?" Angga berujar tegas, mengikuti gaya bicara Papa Athaya dan sial nya mirip. Hal yang memicu Athaya untuk tertawa.

"Di ajarin Angga, Pa."

Stolen HeartWhere stories live. Discover now