7. Berpikir

577 38 0
                                    

Aku pikir, mencintai mu itu semudah membuat mu marah.
Aku pikir, mencintai mu itu tidak memerlukan banyak tenaga seperti saat aku bermain sepak bola.
Namun, aku salah.
Mencintai mu sama saja berlari di tengah gurun pasir yang tidak tau ujung nya, tidak semudah membuat mu marah, dan lebih banyak membutuhkan tenaga.

-Angga Pradana (Stolen Heart)

****

"GOAL!" Gemuruh para siswa yang sedang menonton pertandingan antara kelas X IPA 3 dan X IPA 5 jelas terdengar. Bukan Alvaro Morata atau pun Mesut Özil yang menjebol gawang X IPA 5, melainkan salah satu fans dari kedua pemain berkelas tersebut, Angga.

"AYAFLU ANGGA!!!!!!!!!" Perempuan yang duduk di barisan bawah tribun lapangan outdoor sekolah berteriak, sesekali merapihkan rambut nya yang sengaja ia kuncir kuda.

Angga tersenyum mendengar teriakan Athaya yang seratus kali lipat lebih menyenangkan dari biasa nya.

"DITO JANGAN LEMES!" Teriak perempuan berambut keriting di sebelah Athaya, nama nya Hani, teman sekelas Athaya yang mengerti banyak tentang sepak bola.

Sementara Sekar, perempuan itu justru salah fokus dari pertandingan kali ini. Ia malah fokus melihat Sena yang lebih tampan berkali-kali lipat dari sebelum nya saat berkeringat. "Astaga Ka Sen," ujar Sekar dengan kagum.

"Sena udah punya pacar Kar," ujar Athaya mengingatkan.

Sekar pun menatap Athaya dengan tajam, sementara Athaya hanya bisa nyebir lebar tanda bahwa ia tidak akan mengulangi kesalahan ini. "Biarin gue berimajinasi Ta."

Obrolan Athaya dan Sekar terpaksa terhenti karena mendengar ringisan dari kotak penalty IPA 3. Di sana, terbaring striker andalan IPA 5 yang mengaduh kesakitan bersama beberapa orang yang mengerumuni, beberapa menit menunggu akhirnya sang striker--Malik--dapat bermain kembali dengan hadiah satu tendangan penalty.

Athaya dapat melihat raut perubahan wajah dari Angga dan teman sekelas nya, ia memaki Kakak nya dalam hati. Itu lah alasan mengapa Sena terkadang di pilih menjadi wasit karena keadilan laki-laki itu. Tidak peduli bahwa teman nya, Angga ada di tim mana.

Dan benar saja, dugaan Athaya benar, tendangan penalty yang di eksekusi Malik apik menjebol gawang Fahri. Kedudukan pun berubah menjadi 5-4 untuk kelas IPA 3.

Sepuluh menit waktu tersisa. Kedudukan sudah berubah menjadi 5-5. Athaya menggigit jari nya takut, dari tadi ia melihat Angga yang sudah kehilangan konsentrasi nya.

"ANGGA SEMANGAT!" Teriakan itu terdengar di telinga Angga. Laki-laki itu kembali menatap perempuan yang sedang tersenyum ke arah nya.

Angga sangat menyukai sepak bola, apalagi bila melihat perempuan itu duduk menonton nya di tribun lapangan.

Gerakan Angga kembali normal, sebagai striker andalan, keberadaan Angga memang sangat di butuhkan disini.
Lima menit kemudian keadaan kembali berbalik. Kedudukan menjadi 6-5 berkat goal dari Gema.

Penonton dari kelas IPA 3 sudah bisa merasa lega, berbanding terbalik dengan penonton lawan nya. Belum sempat Athaya mengumpulkan tenaga untuk kembali berteriak, keadaan sekarang mendorong Athaya untuk kembali berteriak dengan heboh.

"ANGGAAAAAA!!!!" Teriak nya sembari berdiri, satu menit kemudian pluit panjang di tiupkan oleh Sena tanda pertandingan selesai dengan skor akhir 7-5 untuk kelas X IPA 3.

Angga langsung berlari ke arah Athaya yang berdiri di tribun paling bawah. Tangan Athaya kemudian membersihkan keringat di wajah Angga dengan handuk yang ia bawa. Karena Athaya berdiri di atas tribun, perempuan itu bisa dengan mudah membersihkan wajah Angga yang tinggi nya hanya sepinggang Athaya.

"Keren lo," ujar Athaya lalu mengacak-acak rambut Angga.

"Kan biar anak-anak kita nanti keren juga," balas Angga sembari tersenyum menyeringai.

"Tai," gumam Athaya pelan, kemudian perempuan itu memberi sebotol air meniral yang tidak dingin kepada Angga. "Ga boleh yang dingin," ujar nya kemudian.

Saat Angga meminum air mineral yang entah mengapa rasa nya sangat manis, mata nya tidak sengaja menatap laki-laki yang berdiri di bawah pohon lapangan atas. Laki-laki itu tersenyum meremehkan ke arah Angga.

Angga dengan kasar membuang botol itu lalu tangan nya menggendong Athaya dan menurunkan perempuan itu di hadapan nya. Sejurus kemudian, Angga sudah memeluk eras Athaya. Seakan berkata kepada laki-laki di atas sana agar tidak bermain-main dengan nya lagi.

Angga tidak akan diam bila taruhan nya adalah perempuan di dalam dekapan nya. Angga akan mengorbankan apa yang ia punya untuk perempuan ini.
Dan detik ini Angga sadar bahwa mencintai Athaya tidak semudah yang ia kira.

"Bau kan keringet gue?" Ujar Angga kemudian melepas pelukan nya. Tangan Athaya yang gemas kemudian memukul-mukul seragam sekolah Angga yang sudah basah.

"Dasar lo tai."

"Tai-tai gini tapi sayang kan."

****

Haiiiii

Aku kembali dengan satu konflik wkwkw

Semoga kalian suka!

Stolen HeartWhere stories live. Discover now