Kalo kalian ada disini, kalian bisa liat ekspresi terkejut gue. Sialan, gue malah mengagumi ni cewe sampe lupa apa yang dia tanya dan kanvret nya tapi vian jawab apa??? Hahh.. gue ga budeg kan pas vian bilang gue putranya

"O..ohh jadi akhirnya kamu menikah juga . Hihi... diam-diam nih"

Gue liat wanita didepan gue ini kayaknya terkejut juga. Termasuk cowo bule bernama alex disampingnya, sementata marsya sibuk bermain dengan mainan dan boneka baru dia

"Syifa, aku pengen ajak marsya sama aku dan mungkin menginap untuk beberapa hari"

Gue bisa liat syifa sama alex saling menatap satu sama lain. Seperti berbicara lewat tatapan mata. Sa ae lah lu

"Gimana yah.. marsya kan harus sekolah"

"Ayolah syif, kita kan udah janji kalau ga bakal rebutan soal hak asuh marsya. Kita jaga marsya bareng-bareng, dan kini giliran aku. Nanti aku yang nganter dia kesekolah eh"

Alex kembali menoleh pada syifa dengan kepala menggeleng. Sebenernya ada apa sih ini? Hak asuh antara syifa dan vian. Apa mungkin si vian ini mantan suami si syifa lalu si syifa tekdung dan jadilah marsya

"Vian, ikut aku dulu"

Vian pergi mengikuti syifa entah kemana. Mungkin mereka ada hal yang mau diomongin berdua, disini gue jadi kaya nyamuk.. alex main sama marsya dan gue liatin mereka sambil sesekali senyum karena tingkah lucu marsya

"Jadi kamu putra tirinya vian"

Gue agak gugup kalo diajak ngobrol orang asing. Takut salah ngomong

"Mm...i..iya"

Percuma gue bilang 'bukan' karena tadi si vian udah ngomong kalo gue itu anak tirinya. Gue agak gugup awalnya tapi kayaknya bule bernama alex ini orangnya humble dan ngajak gue bercanda juga
.
.
.
.
Aku mengikuti syifa dan berhenti setelah syifa menemukan area yang pas untuk berbicara. Aku tahu syifa ingin berbicara empat mata denganku

"Vian.."

"Iya" jawabku cepat

"Kamu sudah nikah dengan dia?"

Aku mengangguk sebagai tanda 'iya'

"Kapan?" Tanya syifa

"Pas aku keluar, kami menikah di Belanda"

"Sekarang kamu serumah sama orang itu?"

Aku mengangguk lagi. Ke--napa syifa sepertinya serius sekali saat ini

"Vian, maafkan aku soal aku yang tidak ingin marsya tinggal denganmu"

Aku tidak langsung membalas ucapannya

"Kau tahu kan marya itu hanya gadis kecil yang tidak tahu apa-apa"

Aku mengangguk lagi

"Aku tidak bisamembiarkan marsya kesehariannya hidup dilingkungan yang buruk. Maksudku.... mm maaf, tapi... kau menikah dengan pria, vian. Dan marsya nanti pasti akan bertanya  hal itu ga baik buat marsya"

Aku menatap wanita yang pernah menjadi istriku ini. Ada rasa sakit saat dia mengatakan seolah kalau berada disekitar kehidupanku itu tidak baik untuk marsya

"Vian, maafkan aku. Kamu jangan tersinggung. Aku tahu kamu menyayangi marsya begitupun juga denganku, kau bisa mengajak marsya bermain tapi tidak untuk membawa marsya tinggal denganmu. Kau tahu, aku salalu memikirkan hal ini.. dan itu.."

"Aku mengerti"

Ya, aku mengerti apa yang dimaksud syifa, aku gay dan hal buruk untuk psikis marsya jika tahu papa nya menyukai lelaki lagi. Mungkin marsya belum tahu apa-apa, tapi tetap saja itu buruk. Ya, aku mengerti.. sangat mengerti.

"Vian.."

"Oh ya, soal uang bulanan marsya aku telat mengirimnya. Nanti sore aku kirim ya"

"Vian.. jangan tersinggung"

Syifa sepertinya tidak enak. Dia terus meminta maaf padaku padahal disini aku yang salah. Dari dulu dia tak berubah, gadis baik yang terpaksa harus menikah denganku

"Tidak.. harusnya aku yang meminta maaf dan aku berterima kasih padamu karna kau sudah merawat marsya dengan baik. Tidak seperti aku, aku bersyukur karena ibu marsya itu kamu"

"Vian maafkan aku.. hiks... andai saja..."

Syifa mulai menangis. Aku segera menghapus air matanya

"Hey syifa. Kenapa menangis, sudahlah aku tak apa.. aku masih bisa bertemu marsya kan. Aku tidak tersinggung ko jangan khawatir"

Syifa masih saja menangis. Aku memeluk wanita ini dan membiarkan bahuku basah oleh air matanya

"A..aku dan mas alex akan pindah ke australia"

Aku terkejut dan memegang bahu syifa yang masih bergetar karena tangisnya

"A..ada apa? Ke..napa pindah?"

Syifa mengusap air matanya

"Kasihan mas alex kalo terus-terussan bolak-balik australia dan indonesia. Pekerjaan mas alex ada disana jadi aku harus ikut dengannya"

"Marsya juga.."

"I..iya, aku juga pasti akan membawa marsya. Karna ga mungkin aku nitipin marsya ke ayah dan ibu. Aku masih bisa ngerawat marsya"

Seketika aku merasa jadi papa yang ga berguna

"Ta..pi kau masih bisa berbicara dengan marsya. Kau tahukan teknologi sekarang itu sangat modern"

"Kapan kau akan pergi?"

"Minggu depan dan mungkin aku akan menjadi warga australia untuk selamanya. Keluarga mas alex juga ada disana"

Aku menghela nafasku. Sedih rasanya saat tahu kalau aku akan berjauhan dengan darah dagingku sendiri. Tapi, ini mungkin yang terbaik untuk marsya

"Kau ibunya, aku percaya padamu. Apapun keputusanmu, kau pasti juga memikirkan marsya dan melakukan yang terbaik juga untuk marsya"

Saat aku menentukan jalan yang aku pilih
Pasti akan ada saja yang harus dikorbankan
Termasuk keputusanku untuk terbuka soal orientasi sexualku
Aku harus jauh dengan orang tua dan anak ku
Aku jauh dari keluarga. Ini demi kebaikan mereka
Orang sepertiku yang sudah memutuskan jalanku sendiri saat ini hanya bisa menerima karena akan percuma jika aku memaksakan keadaan atau menyalahkan takdir. Karena jelas disini aku pelakunya

TBC

23 September 2017 21'48 WIB

Maaf karena sekarang ada beberapa chapter yang di private. Baik dan buruk nya aku serahkan pada readers , tolong jangan ada yang mengcopy dan mengaku kalau ini adalah karyanya. Cerita ini nyata hasil dari pikiran/imajinasiku sendiri serta dari beberapa pengalaman.

WANTEDजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें