Sampai ke titik paling dalam alam sadarnya.

***

Tubuh Quon mematung. Jari-jarinya bergetar meski badannya diam. Bungkusan kue yang dipegangnya sudah lebih dulu merosot jatuh dan menumpahkan sebagian isinya ke tanah.

Begitu menghampirinya, Var langsung mendorong gadis itu hingga terhempas ke belakang, lalu bersandar dengan terbaring di dekapannya. Baik Var dan Rife mengamati bagaimana Quon mendadak bergeming syok. Matanya menyorot nyalang, disusul bulir-bulir air yang tumpah ke pelipis.

"Apa yang terjadi?" Var bertanya bingung. Sejauh yang dia rasakan, tidak ada orang selain mereka yang berada di sekitar sana. Ataukah Quon telah melihat sesuatu? Memangnya apa yang dia lihat sampai-sampai syok seperti itu? Saking ketakutannya, dia nyaris tidak bergerak.

"Itu yang sedang kucari tahu." Var mengernyit melihat Rife menekan jari-jarinya di ulu hati dan perut Quon. Jarang sekali laki-laki itu terlihat amat tegang. "Ini sama sekali tidak baik."

"Apanya?"

Rife menatap Var lurus-lurus. "Bawa dia sejauh mungkin dari sini—sejauh yang kau bisa. Seseorang menanamkan benang guna-guna dalam tubuhnya. Ini sangat mematikan. Pertama, kau harus membantuku mengulur benang itu sepanjang mungkin supaya kutukannya melambat."

"Seseorang berniat membunuhnya?"

"Tepat sekali," balas Rife gusar. "Aku akan mencari benangnya lalu memutusnya. Berdoalah aku bisa mencarinya meski harus mengitari seluruh Gihon." Kecil kemungkinan pengendalinya berada di Zaffir. Rife mungkin harus benar-benar menyelinap di Cith atau Emerald atau juga Ruby. Dan kalau sampai ketahuan menyelinap di sana malam-malam, hukuman berlapis akan menantinya.

Rife memberikan instruksi yang tiba-tiba sehingga membuat benak Var berpikir secara runyam.

"SEKARANG VAR!" bentakan Rife seketika menyentak Var.

Menggertakkan rahang, laki-laki itu mengangkat tubuh Quon sebelum melompat tinggi ke udara. Var sempat menoleh lagi ke belakang sebelum dia benar-benar keluar dari Gihon. Rife membakar bungkusan kue yang dibawa Quon karena tahu makanan itulah sumber awalnya.

Var agak kesulitan mencari tempat untuk berpijak karena suasana malam yang gelap lumayan menghalangi penglihatannya. Nyaris saja laki-laki itu melubangi atap sebuah rumah hanya untuk mengambil ancang-ancang melompat kembali. Var memang bisa melompat dengan kesan seakan-akan terbang, namun hal itu cukup membuat degup jantung memompa liar. Nyaris pada batasnya, laki-laki itu pun mendarat di atas sebuah menara.

Di sisi lain Rife mengedarkan pandangannya ke sekeliling—nyalang.

Kutukan benang hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki kekuatan besar. Itu merupakan cara yang paling ampuh melenyapkan seseorang tanpa meninggalkan jejak. Jika antara pengendali benang dan targetnya lumayan dekat, kematian akan segera menjemput. Namun jika korbannya dilarikan sejauh mungkin, itu akan cukup merentangkan benangnya sehingga bisa memperlambat tarikan. Kalau sampai kutukan ini berhasil, tubuh targetnya akan langsung rebah—seperti pingsan biasa, namun organ di dalamnya akan rusak.

Satu-satunya kesulitan untuk memutus benang yang tersambung itu disebabkan karena rentangannya tidak kasatmata. Hanya pengendalinyalah yang bisa melihat. Rife benci mengakui kalau besar kemungkinan pertolongannya akan terlambat bila tidak kunjung bisa menemukannya.

Rife selesai menyisir asrama Cith. Dia tidak menemukan benang sumbernya—hanya mengandalkan kepekaan indera. Giliran asrama Emerald, Rife menghentikan langkah saat seseorang mencegatnya. Dia tidak mengenakan seragam sehingga Rife tidak bisa mengetahui dari divisi mana dia.

Yang paling mencolok ialah iris mata hijau laki-laki itu.

Rife pun mendesah keras, mengira langkahnya telah dicekal hanya dalam waktu singkat.

Kia masih menatap Rife lekat-lekat. Rife kontan bergerak mundur saat Kia maju selangkah sambil mengangkat tangannya—tepat di depan wajahnya sendiri. Namun tanpa peringatan apa pun, mendadak saja sesuatu menyayat telapak tangan Kia dan memunculkan luka kecil di sana. Padahal Rife tidak melihat apa pun yang berada di depan laki-laki itu.

Jangan-jangan..

***

Ren kontan membeliak terkejut melihat benangnya terputus saat itu juga. Alisnya bertaut. Tubuhnya bergeming kaku di atas kursi yang menghadap mesin kayu yang digunakan untuk memintal. Saat Ren memutar roda pemintal, dia pun hanya bisa merasakan benangnya kembali tanpa memberikan hasil apa pun.

Laki-laki itu tetap mematung. Dari luar, dia tampak tenang padahal dalam hatinya berkecamuk.

Siapa? Dia membatin marah.

Quon amatlah beruntung kali ini karena dia bisa lolos dengan mudah. Tapi Ren tidak akan membiarkan kegagalannya terjadi lagi. Untuk selanjutnya, Ren hanya bisa berencana untuk memasang jebakan yang jauh lebih besar dari ini.

***

Dari atas menara Var menunggu—apa pun—tanda dari Rife jika laki-laki itu telah selesai melakukan tugasnya. Dari kejauhan, bangunan megah Gihon terlihat angkuh berdiri. Malam semakin larut dan hawa dingin makin menyergapnya. Var lalu menoleh lagi pada Quon yang berbaring. Tubuh gadis itu dibalut jubah Var dan baru sesaat lalu matanya memejam seperti tertidur.

Banyak hal seolah berdengung di benak Var. Kenapa ada seseorang dari Gihon yang mencoba membunuh Quon meski gadis itulah yang sering menimbulkan kekacauan? Apa ada kemungkinan gadis itu yang justru sengaja mencelakakan diri sendiri? Apa ini masih ada kaitannya dengan berlian yang Quon miliki? Tapi untuk yang satu itu, Var merasa sangat yakin telah memusnahkan semuanya.

Var menghampiri lagi Quon, lalu berjongkok persis di sebelah gadis itu.

Siapa sebenarnya gadis ini? Hati Var bertanya-tanya. Namun sebelum pikirannya melayang lebih jauh, Var tertegun karena baru menyadari sesuatu yang lebih gawat.

Quon tidak bernapas!

Buru-buru direngkuhnya tubuh gadis itu sambil diguncang-guncangkan.

"Quon! Quon!" Var memanggil, tapi tidak menerima reaksi apa pun. Berdecap, dia meletakkan kepala gadis itu lagi di atas lantai yang dingin. Var menaikkan dagunya sambil menahan leher Quon.

Buka matamu! Tanpa sadar Var membatinkannya frustasi. Laki-laki itu menghirup udara banyak-banyak ke paru-parunya dan kemudian menyatukan bibir keduanya—memberi akses supaya udara masuk ke rongga mulut Quon.

Bibir Var yang hangat, bertemu dengan bibir dingin Quon yang terlanjur membeku.

Tubuh keduanya saling mendekap di bawah titik-titik salju yang mulai berjatuhan.

.

.

.

"Could I be near my love

By trading away this life

Even death might seem a simple choice"

Silver Maiden [Terbit]Where stories live. Discover now