Ch 18: Rahasia

111 20 97
                                    


Perjalanan Kenzo dan kedua temannya menuju tempat tujuan mereka, dipenuhi dengan berbagai ekspresi dari masing-masing raut wajah mereka. Laki-laki itu mengendarai mobil Vitra melewati jalan yang lalu lalang.

"Apa kau bisa lebih cepat, Kenzo?" Vitra membuka pembicaraan, wajahnya melukiskan ketidak tenangan, pikirannya dipenuhi oleh tanda tanya, dan hatinya ingin segera dipuaskan oleh seluruh jawaban yang membuatnya sangat penasaran.

Kenzo yang merupakan sasaran pertanyaan, hanya diam, pikirannya memerintah fisiknya untuk segera melajukan mobil yang ia kendarai.

Beberapa menit kemudian, laki-laki itu membelokkan mobilnya menuju arah pantai, dan tak lama kemudian mereka berhenti di halaman sebuah rumah minimalis yang sudah tua. Sebagian halaman rumah masih berisi oleh beberapa jenis alat permainan anak-anak yang tampak sudah berkarat.

Beberapa tanaman hias seperti bunga asoka dan kaktus batang yang sudah tak terawat lagi. Ayunan serta jungkat-jangkit yang karatan serta rumput yang tumbuh begitu subur.

Ketiga orang itu langsung turun dari mobil. "Kau yakin ini tempat tinggal istri Pak Roi?" tanya Lion memastikan, gadis itu memperhatikan seluruh halaman rumah itu.

"Ini adalah satu-satunya rumah yang paling dekat dengan pantai, dan awalnya rumah ini adalah panti asuhan..." jawab Kenzo.

"Panti asuhan?" Lion memalingkan pandangannya.

Laki-laki itu mengangguk, "aku pernah tinggal di tempat ini enam tahun yang lalu."

"Basa-basinya nanti saja. Bukankah kedatangan kita kemari untuk mengetahui rahasia Paka Roi." ketus Vitra, gadis yang sedari tadi memperhatikan suasana. Vitra melangkah mendekati rumah itu, sontak Lion dan Kenzo segera menyusulnya.

TOK...TOK...TOK

Kenzo mengetuk pintu tua itu, pintu yang mengingatkannya akan masa lalunya. Beberapa kali mereka bergantian mengetuk, namun sama sekali tidak ada respon.

"Mungkin istri Pak Roi sudah pindah?" Lion berargumen, gadis yang tampak letih itu langsung terlihat ingin segera kembali.

"Aku yakin rumah ini masih berpenghuni. Kemungkinan saja pemiliknya sedang keluar." Vitra meyakinkan mereka.

"Kita tunggu sebentar lagi..." kata Kenzo, dan kedua gadis itu mengangguk tanda setuju.

TOK...TOK...

Kenzo kembali mengetuk pintu...

Krek...

Gagang pintu itu berputar, dan seorang wanita paruh baya dengan rambut sampai bahu muncul dari pintu itu.

"Selamat siang, Bu. Apa benar ini rumah Bu Ratika Nadya?" sapa Kenzo sopan.

"Iyah, saya sendiri," jawab wanita itu. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Emmm..., apa kami boleh menanyakan beberapa hal tentang Pak Roi?" Ucapan Kenzo lebih sopan lagi, ia mencoba untuk memperbaiki setiap ucapannya.

"Oh, su-suami sa-ya?" wanita itu sedikit terkejut.

"Iyah...," balas Kenzo. Dan wanita itu diam sejenak. "Bu?" Kenzo menyadarkan wanita itu dari lamunannya.

"Ehh, apa kalian adalah muridnya?" tanya wanita itu.

"Iya, Bu."

"Silakan masuk." tanpa basa-basi lagi, wanita itu langsung mempersilakan ketiga orang itu.

"Vitra memperhatikan seisi ruang dalam rumah itu--- beberapa foto keluarga yang tampak harmonis, serta berbagai hiasan yang unik dan terlihat tua. "Pak Roi tidak pernah menceritakan tentang anaknya." Vitra membatin.

Ketiga orang itu langsung duduk di sofa panjang.

"Saya ambilkan minum dulu, yah," kata wanita itu. "Ehh, tidak usah repot-repot, Bu. Lagi pula kami hanya sebentar." Kenzo menghentikan wanita itu dan akhirnya ia duduk di salah satu sofa di samping mereka.

"Apa yang ingin kalian ketahui tentang suami saya?" wanita itu bertanya dengan suara lembutnya.

"Apa Anda sudah mengetahui tentang kasus yang menimpa suami Anda?" Kenzo tetap menjaga ucapannya, ia tidak ingin membuat wanita paruh baya itu tersinggung.

"Su-suami saya sudah ditangkap, 'kan?" ucapan wanita itu membuat ketiga orang itu kaget. "Apakah ia mengetahui semua tentang Pak Roi?" Kenzo membatin.

"Suami saya sudah menitipkan pesan untuk mengatakan semuanya pada kalian. Ia tahu bahwa kalian pernah menyelidiki kasus. Dan sebelum ia tertangkap, malam itu ia menelpon saya dan menitip pesan. Dan semua rahasianya tentang kasusnya..." wanita itu menghentikan ucapannya.

"Maaf jika kami tidak sopan, dan maaf jika membuat Anda tersinggung." Kali ini Vitra yang bicara.

"Tidak apa-apa, lagi pula saya sudah menunggu kedatangan kalian untuk mengetahui tentang suami saya." wanita itu menyemangati dirinya.

"Suami saya membunuh temannnya sendiri. Dia juga membunuh salah satu siswi di sekolah kalian, 'kan?"

"Apakah mereka merencanakan semua ini? Vitra membatin, tangannya tidak tenang, dan wajahnya tampak geram.

Lion yang menyadari reaksi Vitra langsung memegang tangannya, ia mencoba untuk menenangkan Vitra.

"Kau adalah gadis yang bernama Vitra, 'kan?" wanita itu menatap Vitra.

"Ba-bagaimana Anda bisa tahu nama saya?" sahut Vitra bingung.

"Suami saya sudah mengatakan banyak hal, dan saya akan mengungkapkan semuanya," ucap wanita itu dengan wajah datar, dan ketiga orang itu diam seribu bahasa.

"Suami saya membunuh Jim, dan gadis yang bernama Alica Clara, karena...," wanita itu menjeda ucapannya----berpikir kembali akan beberapa kalimat atau bahkan sebuah cerita yang akan dikeluarkan dari mulutnya--- mengumpulkan segala keberanian dan membunuh perasaannya untuk sentara waktu.

TBC

Tunggu part brikutnya yah.
N mampir jg ke critaku yg lain (RESETTLE)

17/170917

Thanks to:

FourthToFourth kurisu_akaba = mampir ke karya mereka yah...
Santxpark03 HadzaSayamurru

Santxpark03 HadzaSayamurru

ओह! यह छवि हमारे सामग्री दिशानिर्देशों का पालन नहीं करती है। प्रकाशन जारी रखने के लिए, कृपया इसे हटा दें या कोई भिन्न छवि अपलोड करें।
Hidup Dalam Mimpi जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें