Ch 8: Boneka Danbo (ungkapan perasaan)

259 64 75
                                    

Semakin dekat dan akhirnya dilihatnya dengan jelas. Seorang gadis dengan rambut panjang yang terurai masih terisak dan memeluk tubuhnya serta menundukkan kepalanya. Dari tubuhnya, sepertinya gadis itu sebaya dengannya.

"Kenapa kau menangis?" tanya Kenzo seolah-olah bertanya pada anak kecil. Gadis itu langsung menoleh dengan mata yang masih basah dan poni yang begitu acak-acak.

"Kau..." ucap Kenzo sedikit kaget. Gadis itu langsung menyeka air matanya dan beranjak dari duduknya.

"Kenapa kau menangis?" tanyanya sekali lagi, dan gadis itu hanya diam seribu bahasa.

Dalam benaknya, gadis itu sangat menyesal, seharusnya ia tidak menangis dan terlihat menyedihkan di dedepan laki-laki yang berwajah datar itu. Meskipun Lion bukanlah orang yang terbilang akrab dengannya dan yang membuat mereka saling kenal hanya karena mereka satu kelompok.

Kenzo tetap memandang Lion dengan wajah datarnya, entah dia ingin mengulangi pertanyaannya sekali lagi atau tidak.

Keadaan hening menghiasi suasana sejenak dan tanpa percakapan, Kenzo langsung melangkah dan melewati gadis itu, namun hanya beberapa langkah saja Lion kembali tersedu-sedu hingga membuat Kenzo berhenti dan berbalik mendekatinya.

"Kau bukan anak kecil lagi bukan?" ucapnya masih dengan wajah datar.

"Ibuku marah, jadi aku pergi dari rumah" ucapnya lirih dan gadis itu masih menunduk.

"Huh... Kalau begitu, ikut saja denganku" sahut Kenzo menghela napas. Lion langsung menoleh ke arahnya dengan wajah yang menggambarkan kebingungan. "Apa maksudnya?"

"Tapi..."

"Lagi pula, kenapa kau menangis di tempat seperti ini dan bisa saja orang jahat melihatmu," Lion hanya diam menatapnya. "Apa dia bermaksud menakutiku?"

"Kalau tidak mau ikut tidak masalah, lagi pula besok hari Minggu" Kenzo langsung berbalik dan melanjutkan langkahnya. Lion tidak punya pilihan lagi selain mengikutinya. Pikiran gadis itu benar-benar kalut, jika ia pulang ke rumahnya keyakinan akan amarah ibu tirinya yang akan diluapkan pada Lion selalu menghantuinya.

Dengan langkah yang begitu berat, ia mencoba untuk mengikuti Kenzo dan suasana perjalanan mereka begitu sepi hanya angin malam yang begitu dingin menemani perjalan pulang mereka.

***

Hari berganti begitu cepat, kini Lion tengah berada di rumahnya dan bersiap untuk ke sekolah. Sedikit kebebasan yang ia rasakan karena ibu tirinya sedang keluar kota dan hanya ada asisiten rumah tangga dan satpam yang menemaninya.

---

Setelah turun dari taxi, gadis itu langsung berjalan menuju kelasnya. Dilihatnya seseorang yang tengah berjalan di koridor, orang yang sangat ia kenal. Ia mempercepat langkahnya dan bermaksud menghampiri orang itu, namun tiba-tiba saja ia berhenti. Putri sudah bergandengan tangan dengan Sindy.

Lion hanya berjalan mengikuti mereka dan mereka sama sekali tidak menyadari keberadaan Lion. Sedikit perasan cemburu yang ia rasakan karena melihat sahabatnya yang semakin dekat dengan Sindy. "Tidak! Aku sama sekali tidak punya hak untuk melarang Putri dekat dengan siapapun, meskipun dia sahabatku tapi dia tetaplah dia" batinnya menenangkan diri.

Kini mereka tiba di kelas yang terlihat sudah ramai, sepertinya Lion yang paling terakhir memasuki kelas mereka.

"Ini apa?!" ucap Putri dari bangkunya seraya meletakkan tasnya. Dilihatnya sebuah kotak kecil yang dibungkus begitu rapi di atas mejanya.

Hidup Dalam Mimpi Where stories live. Discover now