Part Justice [Happiness For Me]

5.9K 331 8
                                    

16 April,

Satu itu, pada suatu sore. Saat mendung menutup cerahnya cakrawala. Dingin menembus tulang, rinai hujan mulai membaur menjadi satu dengan berbagai riuh pikuk kendaraan berputar-putar.

Namun jejak kakinya tepat berhenti disebuah halte bus sepi, bersemayam bersamaan dengan payung merah serta tas belanjaan yang memenuhi tangan kiri. Kepalanya menengadah menatap mendung yang masih membingkai lekat. Seolah tak ingin lepas dari kekasih hati. Ia mengendus beberapa saat sebelum tangannya bergerak menengadah air hujan.

Wajah cantik itu sedikit terkena percikan air, namun wajah cantik itu tak akan pudar. Tetap memancarkan kecantikan luar biasa bahkan saat mendung menutup cahaya untuk menerangi wajah tersebut. Napas ia tarik dalam-dalam, sesak menerjang katup jantung sesaat. Kedua bola maa terpejam cukup erat hingga sesak berangsur menghilang.

Bayangan pesakitan masa lalu membuatnya tercekik sesaat. Bayangan di mana ia di tempatkan pada posisi paling buruk. Posisi yang tak begitu bagus untuk seorang istri hingga ia mengalami keguguran dan mengalami ketidakadilan, jujur saja, ia merasa tidak adil sampai saat ini. Namun saat melihat perlakuan manis pria itu, bibirnya tertarik untuk melengkung manis. Sama seperti saat ini.

Tepat saat mobil hitam metalik berhenti di depannya. Keluar menangkup diri dalam lengan tertutup. Senyumnya begitu manis, bahkan sangat manis. Napasnya tertarik dalam saat melepaskan beban sesak. Mengganti kenangan terburuk dengan kenangan manis, namun kenangan buruk itupun masih ia simpan. Enggan untuk membuka maupun membuang. Sayang, bukan?

"Kenapa kau menjemput?" Im Na Young merengut kesal, meski bahagia dalam pendar mata indah itu tak dapat dipungkiri. Jeon Jung Kook merengkuh tubuh mungil itu ke dalam pelukan hangat, menyisipkan rambut Na Young yang berantakan tak tertata rapi. Deru napas Jung Kook seperti alunan musik kesukaan Na Young, mampu membuat jiwa wanita itu melayang jauh, terlebih kupu beterbangan di dalam perut begitu menggelitik.

"Bagaimana dengan Naomi? Apa dia sudah berangkat?"

Na Young bercicit, lagi, ia begitu antusias. Ingin mendengar bagaimana suara kesukaannya mengalun indah. Terdengar begitu merdu bagai suara burung pagi hari. Ia tak menampik pula, bagaimana perasaan lega menyeruak saat wanita itu telah meninggalkan Korea beberapa jam lalu. Ia tak begitu khawatir saat ini, bukan?

Jung Kook mengangguk, menatap dalam manik hitam senada dengannya. Menghembuskan napas meniup anak rambut Na Young hingga menyisih. "Kau suka dia tidak di sini?" Na Young terkejut, sejujurnya saja jika bisa mengatakan lebih, Na Young suka, tapi ramah suka bahkan. Namun ia urung mengatakannya.

Menggeleng kecil, Na Young menenggelamkan kepala pada dada bidang Jung Kook. Lantas merengut sembari memeluk rakus sang suami. "Aku tidak akan mengalah lagi." Na Young menggeleng manja, tanda ia tidak main-main dengan ucapannya. Pun Jung Kook tahu, ia kemudian mengelus rambut panjang Na Young. Tersenyum manis menatap sekitar dan menyadari sesuatu bahwa hujan telah berhenti mengguyur.

"Aku akan tetap di sini. Aku memilihmu, aku tidak akan mengecewakanmu. Dan juga.."

Na Young mendongak melepaskan pelukan. "Calon anak kita." Senyum manis Jung Kook, elusan tangan Jung Kook pada perut Na Young yang telah membesar membuat getir perasaan Na Young kembali tumbuh. Entah mengapa hatinya begitu tak rela saat mengingat senyuman itu hanya untuk wanita itu, Naomi, kan?

"Kita pulang?"

***

Na Young meneguk cokelat panas dengan brutal. Ia hampir saja tersedak luar biasa saat kalimat itu lancar terucap dari bibir orang di hadapan. Ia teramat terkejut, dan juga, mengapa kau begitu kolot? Begitu pikir Na Young.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 05, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Justice - Jeon Jung Kook [COMPLETE]Where stories live. Discover now