Chapter 18 [Doubt]

4.1K 374 3
                                    

Wanita berwajah tirus cantik masih terisak. Menggenggam erat tangan pria yang sudah tergelepar di atas ranjang. Wanita itu yang menggenggam? Jawabannya, tidak. Bukan wanita itu melainkan si pria, dahi pria berwajah tegas itu mengerut. Membuat segurat garis tipis terlukis di sana. Wanita itu bahkan lupa bahwa ia tidak sendiri, melupakan presensi pria lain di dalam apartment. Kepalanya menoleh menatap pintu yang masih tertutup.

Ia kemudian beranjak perlahan melepaskan genggaman pria mabuk itu. Menarik diri ke dalam kubangan racun yang harus ia telan mentah, tangan mungilnya meraih knop pintu. Menarik lalu melangkah keluar kamar. Ia sedikit berjengit tatkala pandangan tajam pemuda beriris elang itu menusuknya dalam. Ia semakin tertohok dengan deheman keras seolah memberi tanda bahwa ia akan pergi saja.

"Ya," suara Im Na Young tertahan di dalam sana. Enggan untuk muncul ke udara, menari-nari memasuki area telinga. "Pulanglah." Lanjut Na Young tertunduk sambil berlalu melepaskan mantel tebal yang masih membalut diri. Berjalan menuju dapur mengambil gelas mug dan mencari sebotol air mineral di dalam lemari pendingin.

Lelaki itu, masih berdiri tanpa ingin bergerak barang seinci pun. Ia sedikit melirik raut wajah Na Young, berdehem lalu beranjak. "Tidak apa?" Na Young enggan untuk menoleh, menyibukkan diri dengan menuangkan air mineral ke dalam mug. Ia enggan beranjak lebih dekat pada wanita manis itu. Kepalanya bergerak perlahan, meniti sebuah kaki yang yang bergerak menjauh dari pelosok apartment. "Hubungi aku jika ada masalah. Aku akan kembali ke rumah sakit dan mengatakan pada So Ryung dia baik-baik saja."

Na Young mendengarnya, telinganya masih begitu tajam mendengar suara husky yang seperti bisikan itu. Atau terlalu mengenal suara seperti itu sebelumnya, entahlah. Na Young mengangguk tanpa pria itu ketahui. Wanita berbalut sweater itu menegaskan wajah, menahan air mata yang ingin segera menyeruak, kepalanya ia tengadahkan. Mengerjap beberapa kali, sesak kembali menerjang begitu kuat. Hingga ia merasa akan limbung, jika saja ia tidak memikirkan Jeon Jung Kook.

Jika saja ia berfikir dangkal dan meninggalkan Jung Kook bersama dengan kekasihnya itu. Mungkin sesak seperti ini tidak akan ia rasakan begitu dalam. Ia menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, kembali menahan bulir bening itu jatuh kembali.

"Aku tidak akan menceraikanmu,  kau akan menjadi istriku selamanya."

Apa arti semua kata itu jika Jung Kook masih mencoba mempertahankan posisi wanita lain, yang tidak lain dan tidak bukan adalah kekasihnya. Na Young berfikir ulang, mungkin memang ia lah perusak sebenarnya, mungkin ia lah yang membuat dua pasangan itu menjadi seperti ini sekarang. Namun apa salah Na Young jika janin yang ia kandung beberapa minggu lalu adalah benih dari Jeon Jung Kook? Tidak, bahkan Na Young sendiri mengutuk ketidak berdayaannya saat tubuhnya disentuh sedemikian rupa oleh Jung kook, dalam keadaan mabuk. Tanpa sadar tentu, Na Young kembali sesak. Ia sulit untuk sekedar mengambil napas. Ia tergolek, duduk lemah di samping lemari pendingin, kepedihan itu sudah tak lagi bisa ia tahan. Ia menangis tersedu. Berteriak keras, berharap orang di dalam kamar tidak bisa mendengar teriakan frustasinya.

"Kenapa?"

Na Young mengusap wajah basah dengan kasar. Menarik napas tatkala sesak kembali mendera. "Kenapa kau memintaku tetap tinggal padahal kau masih mencintainya? Dasar idiot! Bodoh! Dungu!" Teriaknya lagi, Na Young sudah tidak sanggup lagi. Ia harus mengambil keputusan, sesegera mungkin ia harus pergi dari tempat mengerikan ini.

***

Netra indah bulat itu berpendar setelah mendapat sorot dari mentari pagi yang menelusup pada jendela kamar rawat. Wanita berseragam pasien itu menggeliat pelan, menemukan seorang tengah terlelap pada sisi kanan bangsal. Tangan porselen itu digunakan sebagai bantalan. Wanita itu mendengus, memperhatikan jam dinding yang tepat berada pada dinding di depannya.

Justice - Jeon Jung Kook [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang