Chapter 19 [Sweet Cream]

5.2K 385 9
                                    

I would you marry with me

Senyuman yang terpatri jelas itu sejenak luntur. Lalu kembali terulas saat mendapati wajah memerah wanita manis di hadapan. Jeon Jung Kook tidak terlalu memperhatikan bagaimana perubahan ekspresi itu malah membuat hawa panas mulai membelenggu. Rona merah tipis itu terpancar cukup jelas. Jung Kook memaparkan senyum termanis menggapai telapak tangan wanita yang masih enggan bergeming dari posisi awal. Posisi sejak ia datang dan menghampiri.

"Aku sudah katakan," Jung Kook menjeda, memajukan langkah lebih dekat pada tubuh kaku wanita, memposisikan bibir sejajar dengan telinga. "Kita pulang?" Senyum miring terpapar. Menjauhkan kembali tubuh tegap dan menyambar lengan wanita itu, membimbingnya memasuki mobil pribadi.

"Jangan menolak." Duduk kaku pada kursi penumpang, Im Na Young, wanita manis itu hanya diam saat Jung Kook mengulurkan tangan memasangkan sabuk pengaman untuknya. Napas Na Young tertahan, tatkala wajah rupawan Jung Kook tepat berada dekat dengannya, hanya beberapa inci saja, Na Young memelototi Jung Kook. "Na Young, aku ingin bicara. Jadi jangan banyak komentar, hm?" Jung Kook menatap dalam, menusuk hingga Na Young merasa mual jika terlalu lama dalam posisi ini.

Menggeliat pelan, lelaki jangkung itu akhirnya beringsut. Menutup pintu bangku penumpang, berlari kecil setengah memutari mobil dan melesat masuk. Mengendarai mobil dengan kecepatan konstan, menjaga dengan sestabil mungkin agar wanitanya tetap nyaman.

Pandangan Jung Kook tak lepas pada jalanan lenggang. Melirik dengan ekor mata, Jung Kook mengulurkan tangan. Menggapai tangan Na Young yang terpangku pada paha. Na Young terkejut mendapat perlakuan seperti itu, tangan mungilnya mulai dingin dan berkeringat. "Kau sakit?"

Kepala Na Young langsung menoleh, mengerjap menatap sungguh-sungguh sang lelaki dari posisi samping. Tak lama Na Young menundukkan kepala, tanpa ingin menjawab pertanyaan dari lelaki di samping, lelaki yang masih setia menggenggam erat tangan mungilnya.

Perasaan yang membelenggu keduanya seperti halnya selimut tebal yang enggan untuk menyingkir dan meninggalkan. Tertutup oleh segudang keegoisan semata, bola mata yang memutar malas menandakan bahwa sang pemilik lebih memilih diam dan menunggu. Dan jika memang ini di biarkan terlalu lama, maka semua orang juga akan menghembuskan napas jengah, berkali-kali, lagi dan lagi.

"Kau masih marah?" Jung Kook menanggalkan mantel tebal. Kamar remang karena senja sudah mulai menampakkan diri. Jung Kook menjatuhkan pandangan pada sosok wanita anggun yang masih enggan bersuara di sudut ruangan, di depan almari sedang mencari baju santai. Bola mata Jung Kook memutar gelisah, benar-benar tak habis pikir pada pola pikir wanita itu. "Na Young-ah,"

Wanita itu menoleh, menatap Jung Kook dengan tatapan penuh tanya serta bibir yang digigit. "Kita sudah satu kamar, ya?" Jung Kook tersentak. Hendak melayangkan protes namun wanita manis itu menyahut kembali dengan sedikit lantang, lumayan membuat Jeon Jung Kook kelabakan bak ikan yang keluar dari akuarium. "Jeon Jung Kook. Ayo, kita daftarkan perceraian kita." Wanita itu berkata penuh harap. Seolah keraguan sirna ditelan keringat yang membanjir di pelipis.

Bibir Jung Kook terbuka, terasa kering dan sangat menohok tajam. Hati dan jantung bagaikan dikoyak habis, sesak merenggut sebagian atensi. Ia sakit, perih. Ini terlalu menyakitkan dibanding menikahi Im Na Young dulu dan meninggalkan Naomi dalam kubangan lumpur penuh luka. Ia masih diam. "Aku sudah lelah."

Mata Jung Kook mengerjap perlahan. Na Young seperti halnya benda buram yang terus menghilang dari pandangan. Air itu jatuh, membasahi pipi tegas. Im Na Young cukup tersentak melihat reaksi Jung Kook. Ia gugup, menelan ludah susah payah ia mencoba berjalan mendekati Jung Kook. Netranya menyipit melihat wajah Jung Kook, netra hitam senada dengan miliknya itu berair. "Jung Kook-ah,"

Justice - Jeon Jung Kook [COMPLETE]Where stories live. Discover now