Oh ya, si Ben belum dateng. Jadi aku tadi sempet ke toilet untuk menuntaskan urusan perpantatanku yang semoga saja sudah tuntas. Lalu aku juga ke pantri untuk membuat susu. Meminum susu coklat hangat selalu mampu menenangkan saraf-saraf di otakku, dan aku tentu memerlukan keseluruhan jaringan di kepalaku bekerja sama dengan baik sepanjang hari ini.

Sepertinya di dunia yang penuh dengan orang dewasa pecinta kopi, hanya aku stock manusia cukup umur yang selalu setia pada susu coklat. Mama selalu menyebutku 'bayi besar' saat melihatku memegang gelas berisi coklat panas yang uapnya masih mengepul. Tadi saat mengantarku berangkat kerja Mama sempat menertawaiku karena aku membawa seplastik susu coklat sachet-an.

"Kenapa sih ketawa? Ini tuh buat di kantor, Ma," ucapku membela diri.

"Emang nggak malu ngantor bawa bekel susu?" tanya Mama sambil terkekeh.

"Kenapa harus malu? Kan aku bawa sendiri, bukan minta-minta." Kujulurkan lidah ke pada Mama.

Tawanya meledak melihat tingkahku. Aku hanya memutar bola mataku untuk membalas tawanya.

"Hati-hati ya, Moi. Baik-baik di kantor. Kalau nggak makan malam di rumah kabari Mama, ya," ucap Mama sambil melambai dari teras rumah.

"Oke. Bye, Ma. I love you," sahutku sebelum mobil bergerak menjauh.

Omongan Mama tadi bikin aku jadi kepikiran. Tapi emangnya kekanak-kanakan banget ya kalo orang seumurku masih suka minum susu? Susu kan enak! Apa lagi yang rasa coklat.

By the way, kayanya aku harus ngecek keberadaan si Ben, deh. Masa iya udah hampir setengah sepuluh dia belom dateng juga. CFO macam apa yang datengnya telat!

Aku tinggal dulu ya, Diary.

Bye.

---

---

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

---

(masih) Selasa, 29 November
11.57 WIB
Ruang Kerja CEO

Setengah hari ini berjalan sangat fantastis dan luar biasa aneh! Jadi, setelah selesai menulis beberapa menit sebelum jam setengah sepuluh tadi pagi itu aku berjalan keluar ruangan, melewati meja asisten yang masih kosong, dan melenggang dengan gagah berani menuju meja resepsionis.

Kemudian aku bertanya pada resepsionis di lobi, apakah Ben sudah datang.

"Bapak Ben, sudah datang Mbak, eh, Bu. Kalau Ibu mau, saya bisa bantu hubungi Pak Ben untuk ke ruangan Ibu. Atau, Ibu juga bisa tekan angka dua di telepon kantor untuk langsung terhubung ke ruangan Pak Ben." Resepsionis yang terlihat manis tersebut sepertinya agak canggung memanggilku dengan sebutan Ibu.

"Panggil Mbak juga nggak apa-apa, kok. Anyway, terima kasih ya infonya."

Aku berlalu dari hadapannya, tapi aku bisa merasakan tatapan mata gadis itu masih mengikuti langkahku. Sesuai informasi yang tadi aku dapatkan dari resepsionis maka setelah aku sampai di ruang kerja aku langsung mengangkat telepon dan menekan tombol nomer dua.

CEO in TrainingWhere stories live. Discover now