DVSK: 1

3.6K 208 39
                                    


"Nar! Nar!" seru gadis berambut panjang seraya mengibas-ibaskan sebelah tangan di hadapan temannya. "DINAR!"

"Eh, Sar," Pemilik nama Dinar itu mulai memfokuskan pandangan. Dicabutnya handsfree yang sejak tadi menyumpal lubang kedua telinga setelah ia menekan tombol fungsi untuk menghentikan music player. "Sorry, sorry. Kenapa?"

"Ck. Lo lagi ngelamunin apaan, sih? Sampe roti bakar lo dianggurin kayak gitu."

Kedua mata Dinar membulat, menyayangkan roti bakar kesukaannya yang memang tampak sudah dingin sejak tadi. Selarut itukah dirinya tenggelam dalam lamunan?

"Nar, pokoknya lo harus liat! Sini, deh. Lapangan rame banget!"

"Rame apaan, sih, Sar? Paling anak-anak breakdance lagi latihan atau nggak surprise buat yang ultah."

"Nggak, bukan," Sarah menggelengkan kepala seraya menatap ke arah jendela kelas, tepatnya ke arah lapangan. "Itu ... Nate sama Finn!" ucapnya histeris. "Kayaknya mereka lagi di-bully Rio, deh. Tuh kan! Ini gawat!" tambahnya.

"Anak kelas sebelah pindahan dari luar negeri itu? Cupu banget kalo mereka bisa kena tindas Rio sama budak-budaknya." komentar Dinar. Tapi temannya itu tetap bersikeras, bahkan sampai menarik tangannya.

"Aduh, Sarah. Apa urusannya sih sama gue? Ajak yang lain dong, atau ajak cowok lo tuh, si Bayu." Dinar merasa keberatan.

"Nah! Justru itu gue ngajak lo. Orang-orang lagi pada di lapangan. Mungkin Bayu juga di sana. Please," Sarah memohon. Secara refleks Dinar menolehkan kepala, mencari murid-murid lain di kelasnya maupun di beberapa kelas lain, tapi ia tidak menemukan siapa-siapa. Tak ada pilihan lain, gadis tomboi itu akhirnya mengiyakan.

Setelah melalui beberapa lorong dan menuruni tangga, keduanya langsung beranjak menuju lapangan. Dinar tengah mengunyah potongan roti bakar terakhir ketika semakin dekat dekat keramaian.

Kerumunan di lapangan benar-benar menarik perhatian. Samar-samar Dinar dapat mendengar beberapa suara yang dikenalnya.

"INGET! JANGAN DIPANJAT, INGET!" teriak Rio yang berada tidak jauh dari sebuah pohon di pinggir lapangan. Teriakan yang tentu saja begitu familiar bagi Dinar dan juga murid-murid SMA Winatajaya lainnya.

"Tinggi enam kaki. Masa ngambil gitu doang nggak bisa?"

"Payah! Payah!"

Sebenarnya Dinar tidak berniat untuk menerobos kerumunan itu namun beberapa orang yang menyadari kedatangannya langsung minggir, memberinya jalan untuk bisa melihat dengan jelas pusat perhatian itu.

"Akhirnya."

"Minggir! Dinar dateng tuh."

"... belum terlambat."

"Kasih pelajaran ke Rio, Nar!"

"Akhirnya ada yang nolongin Nate dan Finn."

Dinar terlalu sibuk untuk menanggapi perkataan orang-orang di sekitarnya. Matanya membulat tidak percaya ketika mendapati dua cowok sedang melompat-lompat, tangan mereka mencoba menggapai sesuatu yang tergantung di salah satu dahan pohon yang cukup tinggi.

"Astaga. Tuh kaaan," ujar Sarah.

Tawa penuh cemooh berasal dari Rio dan antek-anteknya. Dinar menyipitkan matanya, mengamati dua cowok yang ternyata kembar itu sedang mengelap keringat dengan dasi mereka. Muak dengan pemandangan di hadapannya, gadis itu langsung menghampiri Rio. Nate dan Finn masih mencoba untuk mengambil sesuatu yang tergantung pada dahan pohon itu; salah satu dari si kembar tengah mencoba menduduki bahu saudara kembarnya yang tengah membungkuk ketika Dinar berteriak, "APA-APAAN INI?"

Dinar vs Si Kembar [Pindah ke DREAME]Where stories live. Discover now